Manado, BeritaManado.com — Belakangan ini, kasus skorsing terhadap tujuh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado marak beredar di media sosial (medsos).
Berbagai postingan yang beredar tidak menerapkan etika jurnalistik dengan seimbang sehingga membentuk opini keliru di masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, civitas Fakultas Hukum Unsrat merasa perlu memberikan klarifikasi melalui Juru Bicara Komisi Disiplin, Stefan Obadja Voges SH MH.
Hal ini diharapkan akan memberikan pemahaman yang benar tentang kejadian yang sebenarnya.
Kronologi Skorsing terhadap Tujuh Mahasiswa
Tuduhan bahwa skorsing terhadap tujuh mahasiswa tersebut merupakan tindakan otoriter dari Dekanat Fakultas Hukum Unsrat tidak benar adanya.
Fakultas Hukum Unsrat selalu mengedepankan kemerdekaan berpendapat bagi mahasiswa dan sejarah membuktikan bahwa Fakultas Hukum adalah salah satu fakultas di Unsrat yang paling dinamis dalam hal berorganisasi dan berpendapat.
Fakta yang terjadi adalah bahwa ketujuh mahasiswa tersebut diberikan skorsing setelah melalui serangkaian pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak Fakultas.
Pemeriksaan ini terkait dengan sebuah demo yang disertai dengan dugaan tindakan anarkis dan ancaman akan melakukan perusakan terhadap fasilitas gedung Fakultas.
Proses penjatuhan skorsing tersebut melalui mekanisme yang sah, yaitu pembentukan Komisi Disiplin yang terdiri dari tujuh dosen, satu mahasiswa yang mewakili BEM, dan satu Kabag Kepegawaian.
Setelah melakukan pemeriksaan, Komisi Disiplin merekomendasikan skorsing kepada mahasiswa yang terlibat dalam peristiwa yang diduga anarkis tersebut.
Dekan kemudian menindaklanjuti rekomendasi tersebut, namun memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengajukan sanggahan selama 14 hari setelah keputusan diambil.
Setelah sanggahan diajukan, Komisi Disiplin kembali melakukan pemeriksaan.
Hasilnya, para mahasiswa setuju untuk membuat pernyataan permintaan maaf dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Berdasarkan hal ini, Komisi Disiplin merekomendasikan pencabutan skorsing, namun tetap memberikan Surat Peringatan Keras kepada ketujuh mahasiswa tersebut.
“Jadi mereka diberi sanksi bukan karena berdemo, melainkan karena tindakan yang melanggar Kode Etik Kemahasiswaan yang diatur dalam Peraturan Rektor,” pungkas Stefan Voges.
Tanggapan Akan Demo Alumni yang Menentang Sanksi
Terkait dengan demo yang dilakukan oleh sejumlah alumni mahasiswa Unsrat yang menuntut pencabutan sanksi terhadap ketujuh mahasiswa tersebut, pihaknya menilai bahwa aksi tersebut tidak berdasar karena didasari oleh informasi yang tidak sepenuhnya benar.
Tuntutan yang diajukan oleh para demonstran tidak menimbulkan kewajiban bagi pihak Dekanat untuk memenuhinya.
Lebih lanjut, upaya untuk memberikan hak jawab melalui akun media sosial yang sama beberapa kali juga tidak dilayani, serta mengarah pada penyebaran informasi yang tidak benar dan tidak berimbang sehingga menjurus pada penyesatan opini di masyarakat.
“Oleh karena itu, kami sedang mengumpulkan bukti elektronik terkait hal ini. Jika nantinya terbukti ada pelanggaran hukum ITE atau pidana, kami tidak akan ragu untuk menindaklanjuti secara hukum pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukan opini yang menyesatkan ini,” ungkap Jubir Komisi Disiplin Fakultas Hukum Unsrat ini.
Aktivitas Mahasiswa dan Tanggung Jawab Perguruan Tinggi
Stefan menegaskan bahwa ketujuh mahasiswa tersebut kini telah melanjutkan aktivitas perkuliahan seperti biasa.
Peristiwa ini adalah bagian dari proses pembelajaran di Perguruan Tinggi, di mana pimpinan Fakultas berperan sebagai orang tua bagi mahasiswa di kampus.
“Mendidik mahasiswa adalah bagian dari tanggung jawab moral Dosen,” katanya
Pihaknya menyadari bahwa pendidikan di perguruan tinggi tidak hanya melibatkan pengembangan akademik, tetapi juga karakter dan kepribadian mahasiswa.
“Sebagai mahasiswa yang sedang belajar Ilmu Hukum, mereka harus memahami bahwa kemerdekaan berpendapat bukanlah hak yang absolut, melainkan hak yang dibatasi oleh norma dan tanggung jawab,” tandas Stevan.
Pendidikan ini, kata dia, bertujuan untuk membentuk mahasiswa yang berkualitas, dalam arti memiliki karakter yang berintegritas, prestasi akademik yang baik, dan kepribadian yang santun serta taat pada norma yang berlaku.
Stefan Voges menyebut, kasus skorsing terhadap ketujuh mahasiswa Fakultas Hukum Unsrat seharusnya dipahami dalam konteks yang benar, yaitu sebagai bagian dari proses pembelajaran dan penegakan disiplin di lingkungan kampus.
“Tidak ada upaya pembungkaman demokrasi di Fakultas Hukum Unsrat,” tegas Jubir Stefan Voges.
Dirinya pun mengajak semua pihak untuk menyebarkan informasi yang akurat dan tidak menyesatkan, serta menghargai proses yang telah dilakukan secara transparan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
(***/jenlywenur)