PILAR DEMOKRASI
Hasil Kerjasama beritamanado dengan KBR68H
“Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Pilar Demokrasi KBR68H. Simak siarannya setiap Senin, pukul 20.00-21.00 WIB di 89,2 FM Green Radio”
KBR68H, Jakarta – Kasus korupsi yang membelit Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah dan adiknya, Tubagus Chaery Wardhana menggoyahkan dinasti keluarga yang selama ini kokoh berdiri. Kakak beradik ini terbelit korupsi suap Pemilukada Lebak yang melibatkan orang nomor satu di Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Namun, di tengah pergunjingan terhadap keluarga Atut di Banten, sistem demokrasi kita tidak bisa membatasiorang atau keluarga untuk membangun dinasti di suatu daerah. Sebab pembatasan akan melanggar hak seseorang untuk berpolitik.
Menanggapi hal itu, Masyarakat Anti Korupsi (MATA) Banten berharap tertangkapnya kakak beradik itu dapat dijadikan momentum untuk pemberantasan korupsi lain di Banten. Juru bicara MATA Banten, Oman Abdurrahman mengatakan, korupsi di Banten tidak akan selesai permasalahannya jika berhenti pada Atut dan Wawan.
“Korupsi itu dampaknya sistemik karena itu menjadi filosofi hidup aparat birokrasi dan pengusaha. Jadi bukan koruptor secara perseorangan, tapi filosofi ini lambat laun akan meruntuhkan. Dan euphoria masyarakat Banten diharapkan dapat menjadi bab terakhir dinasti Atut dan bab baru untuk penataan pemerintah yang bersih.”ujar Oman dalam Talkshow Pilar Demokrasi KBR68H dan Tempo TV, Senin (23/12).
Oman menambahkan pemberantasan korupsi di Banten seharusnya tidak dilakukan oleh KPK saja. Sebab dinasti politik dan bisnis keluarga Atut sudah menancap ke segala lini kehidupan di Banten. Menurutnya, aparat kepolisian dan Kejaksaan di Banten yang selama ini diam harus ambil bagian juga dalam pemberantasan korupsi di Banten. Mengingat jumlah kasus korupsi di Banten juga sangat banyak ketika Dinasti Atut mulai membangun kekeuasaan pada tahun 2009.
“Sejarah dinasti Atut itu dimulai saat Gubernur Joko Munandar dinyatakan terlibat korupsi dana perumahan tahun 2009. Kemudian secara konstitusional digantikan wakilnya Atut. Maka dimulailah penguasaan lembaga-lembaga publik dengan kunci strategisnya di ortu Atut Almarhum Haji Kasan. Karena itu Polisi dan Kejaksaan di Banten tidak boleh diam saja melihat momentum ini.”ujar Oman.
Lebih lanjut Oman menambahkan pengembangan kasus korupsi misalnya dapat dilakukan kepada antek-antek lainnya. Baik itu di legislatif, eksekutif maupun swasta.
“Setelah Atut dapat dimulai dari Ibu tiri Atut, itu namanya Heryani jadi wakil bupati Pandeglang, Adik tiri Atut wakil walikota Serang, Adik kandung wakil bupati kabupaten Serang, Adik ipar jadi walikota tangsel dan menantunya ketua DPRD Kota Serang. Almarhum suaminya ketua DPRD.”ucap Oman.
Oman menuturkan modus korupsi di Banten biasanya dimulai dari bertemunya dinasti politik dengan dinasti bisnis yang dipimpin Wawan. Dari sanalah kakak beradik itu mengatur anggaran daerah untuk dikorupsi .Sehingga pihak lainnya yang ingin ikut tender kecil kemungkinan bisa bersaing dengan perusahaan Wawan.
“Selama ini anggaran dikelola dari awal penuh dengan kolusi. Dinasti ini secara praktik ada 2 yaitu bisnis dan pemerintahan. Pemerintahan dikuasai Atut, bisnis wawan sebagai Ketua Kadin . Dinasti bisnis ketemu ketika mempengaruhi orang-orang legislatif dan eksekutif. Disitu dimulai. Semisal untuk alkes akan keluar sekian. Ketika ditender online itu sudah ada perusahaan diluar mau masuk itu ngejam.”jelas Oman.
Di samping itu,Oman menuturkan korupsi dinasti Atut sebagian besar terjadi pada proyek-proyek infrastruktur dan pengadaan barang.
“Perusahaan wawan banyak yangmemenangkan tender infrastruktur, sportcenter, dana hibah pengadaan mushaf alquran, pembangunan masjid. Juga kasus pelebaran lahan Pandeglang termasuk juga kasus RSUD Balangraja.”
Keprihatinan terhadap korupsi di Banten juga datang dari LSM Fitra. Aktivis Fitra Uchok Sky Khadafi menuturkan gaya hidup pejabat Banten sangat kontras dengan masyarakat Banten.
“Di Indonesia ini sebagian besar potret kemiskinan dapat kita lihat disana. Bagaimana bisa Atut membeli tas hermes yang mahal harganya. Sementara rakyatnya untuk kebutuhan pokoknya, semisal makan masih harus mengkonsumsi nasi aking.”ujar Ucok dalam obrolan Pilar Demokrasi
Disamping itu, Ucok juga menambahkan modus korupsi pengadaan barang juga banyak terjadi di daerah dan instansi lain. Hanya saja, menurutnya korupsi di Banten terlihat sangat terbuka jika dibandingkan dengan daerah lain yang tertutup.
“Modus korupsi kalau di Banten terbuka, alkes hitungan setelah dicek 125 juta sehingga korupsinya 1 M lebih, kalau polisi misal pengadaan HT dia mengarang suatu merk tapi setelah kita hitung ternyata biayanya setengahnya. Jadi kalau sekarang mark up pengadaan barangnya bisa mencapai 50 persen. Padahal kalau dulu pada jaman orde baru mark up hanya 30 persen.”jelas Ucok.
Masyarakat Banten setidaknya menaruh harapan sedikit dengan dilantiknya Rano Karno sebagai Gubernur Banten. Harapan juga muncul dari MATA Banten.
“Kami pikir masalah dinasti bukan Atut dan Wawan saja. Yang pertama harus dilakukan Rano yaitu bagaimana membersihkan dijajaran birokrasi jajaran atut di birokrai lebih dari 50 orang dari pejabat eselon 2 hingga 4. Yang kita lakukan bukan hanya memenjarakan aktor korupsi tapi tatanan pemerintah lebih baik, karena korupsi berjamaah.”kata Oman.
Oman juga berharap nantinya ada regulasi khusus kepada perusahaan-perusahaan bisnis Wawan yang menjadi dapur Atut. Menurutnya, tanpa perlakuan khusus terhadap perusahaan Wawan, maka upaya pemiskinan terhadap dinasti Atut tidak akan berhasil.
“Kalau dari TPK kemudian digiring TPPU ini tidak cukup kuat memiskinkan pelaku koruptor. Kalau perusahaan-perusahaan masih bertebaran maka harus ada regulasi khusus. Tapi semoga tidak hanya untuk di Banten saja tapi seluruh Indonesia. Jadi tidak hanya hartanya saja tapi perusahaannya juga ada regulasinya.”ungkapnya.
Oman juga berharap kasus-kasus korupsi yang sudah dipetikemaskan dari tahun 2009 dapat dibuka kembali oleh Kejaksaan dan Kepolisian Banten. (*)
PILAR DEMOKRASI
Hasil Kerjasama beritamanado dengan KBR68H
“Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Pilar Demokrasi KBR68H. Simak siarannya setiap Senin, pukul 20.00-21.00 WIB di 89,2 FM Green Radio”
KBR68H, Jakarta – Kasus korupsi yang membelit Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah dan adiknya, Tubagus Chaery Wardhana menggoyahkan dinasti keluarga yang selama ini kokoh berdiri. Kakak beradik ini terbelit korupsi suap Pemilukada Lebak yang melibatkan orang nomor satu di Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar. Namun, di tengah pergunjingan terhadap keluarga Atut di Banten, sistem demokrasi kita tidak bisa membatasiorang atau keluarga untuk membangun dinasti di suatu daerah. Sebab pembatasan akan melanggar hak seseorang untuk berpolitik.
Menanggapi hal itu, Masyarakat Anti Korupsi (MATA) Banten berharap tertangkapnya kakak beradik itu dapat dijadikan momentum untuk pemberantasan korupsi lain di Banten. Juru bicara MATA Banten, Oman Abdurrahman mengatakan, korupsi di Banten tidak akan selesai permasalahannya jika berhenti pada Atut dan Wawan.
“Korupsi itu dampaknya sistemik karena itu menjadi filosofi hidup aparat birokrasi dan pengusaha. Jadi bukan koruptor secara perseorangan, tapi filosofi ini lambat laun akan meruntuhkan. Dan euphoria masyarakat Banten diharapkan dapat menjadi bab terakhir dinasti Atut dan bab baru untuk penataan pemerintah yang bersih.”ujar Oman dalam Talkshow Pilar Demokrasi KBR68H dan Tempo TV, Senin (23/12).
Oman menambahkan pemberantasan korupsi di Banten seharusnya tidak dilakukan oleh KPK saja. Sebab dinasti politik dan bisnis keluarga Atut sudah menancap ke segala lini kehidupan di Banten. Menurutnya, aparat kepolisian dan Kejaksaan di Banten yang selama ini diam harus ambil bagian juga dalam pemberantasan korupsi di Banten. Mengingat jumlah kasus korupsi di Banten juga sangat banyak ketika Dinasti Atut mulai membangun kekeuasaan pada tahun 2009.
“Sejarah dinasti Atut itu dimulai saat Gubernur Joko Munandar dinyatakan terlibat korupsi dana perumahan tahun 2009. Kemudian secara konstitusional digantikan wakilnya Atut. Maka dimulailah penguasaan lembaga-lembaga publik dengan kunci strategisnya di ortu Atut Almarhum Haji Kasan. Karena itu Polisi dan Kejaksaan di Banten tidak boleh diam saja melihat momentum ini.”ujar Oman.
Lebih lanjut Oman menambahkan pengembangan kasus korupsi misalnya dapat dilakukan kepada antek-antek lainnya. Baik itu di legislatif, eksekutif maupun swasta.
“Setelah Atut dapat dimulai dari Ibu tiri Atut, itu namanya Heryani jadi wakil bupati Pandeglang, Adik tiri Atut wakil walikota Serang, Adik kandung wakil bupati kabupaten Serang, Adik ipar jadi walikota tangsel dan menantunya ketua DPRD Kota Serang. Almarhum suaminya ketua DPRD.”ucap Oman.
Oman menuturkan modus korupsi di Banten biasanya dimulai dari bertemunya dinasti politik dengan dinasti bisnis yang dipimpin Wawan. Dari sanalah kakak beradik itu mengatur anggaran daerah untuk dikorupsi .Sehingga pihak lainnya yang ingin ikut tender kecil kemungkinan bisa bersaing dengan perusahaan Wawan.
“Selama ini anggaran dikelola dari awal penuh dengan kolusi. Dinasti ini secara praktik ada 2 yaitu bisnis dan pemerintahan. Pemerintahan dikuasai Atut, bisnis wawan sebagai Ketua Kadin . Dinasti bisnis ketemu ketika mempengaruhi orang-orang legislatif dan eksekutif. Disitu dimulai. Semisal untuk alkes akan keluar sekian. Ketika ditender online itu sudah ada perusahaan diluar mau masuk itu ngejam.”jelas Oman.
Di samping itu,Oman menuturkan korupsi dinasti Atut sebagian besar terjadi pada proyek-proyek infrastruktur dan pengadaan barang.
“Perusahaan wawan banyak yangmemenangkan tender infrastruktur, sportcenter, dana hibah pengadaan mushaf alquran, pembangunan masjid. Juga kasus pelebaran lahan Pandeglang termasuk juga kasus RSUD Balangraja.”
Keprihatinan terhadap korupsi di Banten juga datang dari LSM Fitra. Aktivis Fitra Uchok Sky Khadafi menuturkan gaya hidup pejabat Banten sangat kontras dengan masyarakat Banten.
“Di Indonesia ini sebagian besar potret kemiskinan dapat kita lihat disana. Bagaimana bisa Atut membeli tas hermes yang mahal harganya. Sementara rakyatnya untuk kebutuhan pokoknya, semisal makan masih harus mengkonsumsi nasi aking.”ujar Ucok dalam obrolan Pilar Demokrasi
Disamping itu, Ucok juga menambahkan modus korupsi pengadaan barang juga banyak terjadi di daerah dan instansi lain. Hanya saja, menurutnya korupsi di Banten terlihat sangat terbuka jika dibandingkan dengan daerah lain yang tertutup.
“Modus korupsi kalau di Banten terbuka, alkes hitungan setelah dicek 125 juta sehingga korupsinya 1 M lebih, kalau polisi misal pengadaan HT dia mengarang suatu merk tapi setelah kita hitung ternyata biayanya setengahnya. Jadi kalau sekarang mark up pengadaan barangnya bisa mencapai 50 persen. Padahal kalau dulu pada jaman orde baru mark up hanya 30 persen.”jelas Ucok.
Masyarakat Banten setidaknya menaruh harapan sedikit dengan dilantiknya Rano Karno sebagai Gubernur Banten. Harapan juga muncul dari MATA Banten.
“Kami pikir masalah dinasti bukan Atut dan Wawan saja. Yang pertama harus dilakukan Rano yaitu bagaimana membersihkan dijajaran birokrasi jajaran atut di birokrai lebih dari 50 orang dari pejabat eselon 2 hingga 4. Yang kita lakukan bukan hanya memenjarakan aktor korupsi tapi tatanan pemerintah lebih baik, karena korupsi berjamaah.”kata Oman.
Oman juga berharap nantinya ada regulasi khusus kepada perusahaan-perusahaan bisnis Wawan yang menjadi dapur Atut. Menurutnya, tanpa perlakuan khusus terhadap perusahaan Wawan, maka upaya pemiskinan terhadap dinasti Atut tidak akan berhasil.
“Kalau dari TPK kemudian digiring TPPU ini tidak cukup kuat memiskinkan pelaku koruptor. Kalau perusahaan-perusahaan masih bertebaran maka harus ada regulasi khusus. Tapi semoga tidak hanya untuk di Banten saja tapi seluruh Indonesia. Jadi tidak hanya hartanya saja tapi perusahaannya juga ada regulasinya.”ungkapnya.
Oman juga berharap kasus-kasus korupsi yang sudah dipetikemaskan dari tahun 2009 dapat dibuka kembali oleh Kejaksaan dan Kepolisian Banten. (*)