Manado — Perjalanan panjang bangsa Israel yang keluar dari tanah Mesir dan hidup mengembara di padang gurun, sebagaimana tercatat dalam Kitab Bilangan menjadi pokok bacaan dan khotbah di Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) sepanjang minggu berjalan ini.
Sesuai Firman Hidup dan Kerja (FHK), pada ibadah Minggu, 1 Maret 2020, perenungan Firman Tuhan fokus pada kejenuhan dan kebosanan dengan makanan yang mereka makan selama dalam pengembaraan di padang gurun, yaitu makanan berupa embun beku di bumi yang disebut oleh Musa adalah roti yang diberikan Tuhan menjadi makanan kepada mereka (Ulangan 16:15) dan umat Israel menyebutkan namanya Manna.
Orang Israel telah bosan dan jenuh dengan makanan itu yang telah mereka makan bertahun-tahun dan menginginkan selera baru.
Mereka mengungkapkan kata-kata yang tidak mengenakan dengan menyalahkan Tuhan dan Musa atas persoalan perut mereka dan menunjukkan sikap perlawanan kepada Tuhan lewat Musa sang pemimpin mereka.
Akibat ulah bangsa Israel yang tidak bersyukur hingga melakukan perlawanan dan pemberontakan tersebut, murka Allah pun turun hingga Ia menyuruh ular-ular tedung keluar dari padang gurun dan memagut orang-orang Israel yang memberontak itu sehingga banyak dari antara mereka yang mati.
Hal tersebut menjadi pokok khotbah se-KGPM, termasuk di Sidang Hosana Tikala Kumaraka (Tikum).
Ibadah Minggu yang dirangkaikan dengan pengurapan dan peneguhan majelis untuk tugas pelayanan Penatua Komisi Pemuda Remaja tersebut dipimpin oleh Gbl Narty Bastian STh.
Mendapatkan hukuman tersebut, bangsa Israel pun akhirnya sadar dan mengakui bahwa mereka tidak bisa melawan murka Allah sehingga meminta Musa untuk berdoa memohon pengampunan.
Kesadaran akan kesalahan dan memohon pengampunan kepada Allah membuat Allah berbelas kasih kembali kepada umatNya dengan menyuruh Musa membuat ular dari tembaga dan menaruhnya di sebuah tiang serta menancapkannya di tempat yang dapat dilihat oleh semua orang.
Persyaratan untuk membuat mereka tetap hidup jika dipagut ular ialah harus memandang ular tembaga yang telah dibuat oleh Musa tersebut, jika tidak, berarti kematian yang akan terjadi.
“Beginilah cara Tuhan menunjukan belas kasih dan pengampunan kepada mereka yang menyadari kesalahannya. Orang Israel akhirnya terbebas dari ketakutan akan bencana kematian dari pagutan ular tedung, karena mendapatkan solusi menghadapinya,” ujar Gbl Narty.
Dari kisah ini, banyak pembelajaran dan pesan Firman Tuhan kepada jemaat yang hidup di masa kini, diantaranya, mensyukuri akan segala berkat Tuhan adalah suatu kewajiban iman bagi orang percaya.
Bersyukur berarti mengakui akan segala otoritas Tuhan sebagai pemilik, pengatur dan perancang hidup.
“Tidak ada yang kita dapatkan dari kehidupan setiap hari yang tidak bersumber pada segala sumber hidup, yaitu Tuhan. Bersyukur pada Tuhan berarti mengakui akan Tuhan sebagai pemilik dari segala sesuatu termasuk di dalamnya kehidupan dan materi lainnya yang kita miliki,” kata Gbl Narty.
Lanjutnya, kejenuhan dan kebosanan terhadap sesuatu sering menjadi pemicu untuk tidak mengakui dan menghargai Allah sebagai sumber kehidupan.
Sering sesuatu yang sudah rutin terjadi dan dialami dalam kehidupan setiap hari tidak lagi dianggap sebagai bentuk berkat dari pemeliharaan Tuhan atas kehidupan setiap hari.
Pengalaman orang Israel yang merasa muak dengan makanan “Manna” yang telah mereka konsumsi setiap hari yang telah mereka nikmati bertahun-tahun kiranya tidak menjadi godaan untuk melawan Allah atau lari dari Tuhan seperti yang telah dilkukan oleh orang Israel.
Pelajaran penting yang harus kita dapatkan dari kisah ini ialah bahwa hukuman Tuhan pasti akan dikerjakan oleh Tuhan kepada mereka yang melawan dan memberontak kepada Tuhan, tapi sebaliknya pengampunan dan kasih akan diberikan oleh Tuhan kepada mereka yang berpaling kembali pada Tuhan sambil menyadari kesalahan dan mohon pengampunan.
“Sebesar apapun persoalan dan pergumulan yang kita hadapi akan dapat teratasi oleh Tuhan, jika kita mengarahkan terus pandangan hidup kita pada Dia yang telah mati dan mengorbankan diriNya di kayu salib sebagai wujud kasih dan pengampunan yang Dia beri. Imani karya penebusanNya akan membuat kita kuat dan tegar menghadapi segala realitas hidup yang terjadi,” tutup Gbl Narty.
(srisurya)