Manado — Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Tuminting akhirnya menyikapi informasi dari masyarakat Boulevard dua, Kecamatan Tuminting, bahwa akan dilaksanakan proyek reklamasi besar di Kawasan Manado Utara tepatnya Boulevard dua.
Ketua LPM Tuminting Drs Annes Supit mengatakan, dengan banyaknya informasi dan pertanyaan yang diterimanya, maka hal ini perlu disikapi serius karena proses reklamasi perlu kajian yang matang dan mendalam.
“Sejak awal kami sudah menolak kegiatan proyek reklamasi dengan berbagai pertimbangan dan kajian berdasarkan hasil musyawarah bersama masyarakat Tuminting pantai. Bahwa siapapun pengemban yang akan melakukan reklamasi akan kami lawan. Kami bersama masyarakat yang menolak reklamasi yakni mereka yang sadar lingkungan dan masih berpikir jernih, akan mendukung usaha kami menolak reklamasi Boulevard dua,” ujar Annes.
Annes pun menjelaskan alasan penolakan terhadap proyek reklamasi di Boulevard dua, yang terletak di Manado bagian utara tersebut.
Menurut Annes, reklamasi sangat berpotensi mengakibatkan terjadinya sendimentasi kenaikan air laut, kerusakan habitat dan ekosistim serta bahaya Hidrooseanografi pembuatan pulau palsu, suatu proses campur tangan manusia terhadap alam.
“Perlu diketahui, sejak reklamasi tahap satu di Boulevard satu, pencemaran terhadap air laut dari limbah bangunan hasil proyek reklamasi sudah diambang batas yang mengerikan, hasil samplenya telah kami peroleh dari aktivis lingkungan hidup dan akan kami sampaikan berikutnya,” tambah Annes.
Selain pencemaran ekosistim, reklamasi tidak akan membawa nilai tambah bagi Kesatuan Nelayan Kecil Tradisional (KNTI) dan pedagang kecil yang mencari nafkah lewat usaha jualan disepanjang Boulevard dua.
Annes menambahkan, ada contoh masyarakat asli yang tergusur di proyek reklamasi tahap satu lalu, yaitu Boulevard satu yang kini jadi Mega Mall yang bahkan bisa ditanyakan pada para orang tua.
Annes pun mengingatkan, reklamasi adalah proyek warisan Orba yang lebih memihak dan menguntungkan pada pemilik modal bukan masyarakat kecil.
Ini, dikatakannya sangat bertentangan dengan nafas pemerintahan Jokowi dan Menteri Kelautan Susi sekarang ini yang sangat memihak dan memperhatikan dampak lingkungan terutama masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan tradisional.
Walaupun diakui sampai saat ini, belum ada regulasi jelas yang mengatur reklamasi di Boulevard dua, namun perlu dilakukan uji materi terhadap UU. No. 27 Tahun 2007 beserta perubahannya.
Selain itu ada juga aturan undang-undang, No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang beserta dengan peraturan turunannya, karena menyangkut pelanggaran terhadap tata ruang, hal itu ada sanksi hukumnya karena terkait dengan pelanggaran terhadap konstitusi negara pasal 33 UU Dasar 1945, kemudian pasal 28 H ayat 1 menyangkut lingkungan yang sehat.
“Kami perlu menyampaikan pokok-pokok pikiran ini karena banyaknya pengelabuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) palsu yang dilakuka tim akademis yang terjadi dibeberapa wilayah di Indonesia,” kata Annes.
Berbicara nelayan bukan hanya mereka yang ada di Tuminting, tetapi di Bunakan dan pulau-pulau didepan Kota Manado yang bisa terkena dampak dari kenaikan sendimentasi air laut serta pencemaran limbah berbahaya dari proyek reklamasi.
LPM Tuminting menilai, publik perlu tahu juga bahwa Boulevard dua adalah zonasi adat wilayah adat masyarakat tradisional setempat yang bergantung hidup sebagai nelayan tradisional.
“Saya dan Tim LPM, kami akan rapatkan dulu hal ini bersama untuk mendengar aspirasi dari masyarakat Boulevard dua, Kecamatan Tuminting dan bila ada hal-hal penting kami akan ke Jakarta untuk melaporkan hal ini ke Kementrian Lingkungan Hidup dan Perikanan serta mitra LSM lingkungan hidup nasional,” tutupnya.
(***/Sri)