Manado – Kemajuan sistem demokrasi di IUndonesia dalam kurung waktu 10 tahun paska reformasi memunculkan berbagai cerita salah satunya yang selalu hangat per lima tahunan di setiap daerah. Dimana gubernur dan bupati/walikota juga ikut dipilih langsung.
“Pada prinsipnya hal ini kemudian menyisihkan sisi positif terhadapat masyarakat, dimana rakyat bisa memilih pemimpin daerahnya,” kata liando.
DR. Ferry Liando yang juga merupakan salah satu staf pengajar Fisip Unsrat menyayangkan siatuasi tersebut, dimana ketika terjadi pemilihan dari, oleh dan untuk rakyat maka budaya instanisme semakin merajalela.
“Lihat saja budaya yang tidak diharapkan, yaitu budaya punya uang pasti jadi (PUPJ) semakin merajalela. Bahkan bukan sampai disitu saja. Dimana ketika ingin memuluskan dirinya menjadi calon kepala daerah makan perebutan ketua parpolpun menjadi agenda utama,” ungkapnya kepada beritamanado (28/11/2011).
“Namun yang sangat mengherankan dalam proses perekrutmen dan verifikasi untuk menjadi ketua partai di daerah ini (Sulut-red) bukan lagi budaya kolusi atau nepotisme, melainkan siapa yang banyak setor ke pusat maka dia yang akan dapat ketua,” kata Liando menambahkan.
Liando juga menjelaskan kalau dalam proses rekruitmen saja sudah seperti ini maka jangan heran kalau banyak pertikaian antara petinggi partai yang kemudian mengorbankan kepentingan rakyat yang tidak bersalah ini. (gn)
Manado – Kemajuan sistem demokrasi di IUndonesia dalam kurung waktu 10 tahun paska reformasi memunculkan berbagai cerita salah satunya yang selalu hangat per lima tahunan di setiap daerah. Dimana gubernur dan bupati/walikota juga ikut dipilih langsung.
“Pada prinsipnya hal ini kemudian menyisihkan sisi positif terhadapat masyarakat, dimana rakyat bisa memilih pemimpin daerahnya,” kata liando.
DR. Ferry Liando yang juga merupakan salah satu staf pengajar Fisip Unsrat menyayangkan siatuasi tersebut, dimana ketika terjadi pemilihan dari, oleh dan untuk rakyat maka budaya instanisme semakin merajalela.
“Lihat saja budaya yang tidak diharapkan, yaitu budaya punya uang pasti jadi (PUPJ) semakin merajalela. Bahkan bukan sampai disitu saja. Dimana ketika ingin memuluskan dirinya menjadi calon kepala daerah makan perebutan ketua parpolpun menjadi agenda utama,” ungkapnya kepada beritamanado (28/11/2011).
“Namun yang sangat mengherankan dalam proses perekrutmen dan verifikasi untuk menjadi ketua partai di daerah ini (Sulut-red) bukan lagi budaya kolusi atau nepotisme, melainkan siapa yang banyak setor ke pusat maka dia yang akan dapat ketua,” kata Liando menambahkan.
Liando juga menjelaskan kalau dalam proses rekruitmen saja sudah seperti ini maka jangan heran kalau banyak pertikaian antara petinggi partai yang kemudian mengorbankan kepentingan rakyat yang tidak bersalah ini. (gn)