Manado – Almarhum Prof. Dr. Ing. BJ Habibie, Presiden RI ke-3, telah meninggalkan banyak kebaikkan, jasa, dan kenangan bagi bangsa dan negara Indonesia.
Dikenal sebagai seorang tokoh, ilmuwan dan pemimpin bangsa, BJ Habibie banyak menorehkan tinta emas dalam sejarah bangsa Indonesia.
Sebagaimana dikisahkan Drs. Markus Wauran, mantan anggota DPR RI di era 1980-an, kepada Beritamanado.com, Minggu (15/9/2019).
Markus Wauran menceritakan kekagumannya kepada BJ Habibie sebagai tokoh Islam yang peduli dengan umat Kristen.
Hal ini dikatakannya berawal dari berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada 7 Desember 1990.
Musyawarah di Malang pada 7 Desember tersebut, Prof. DR. Ing. BJ Habibie ditetapkan secara aklamasi sebagai ketua umum.
Menurut Wauran, munculnya ICMI dengan Ketum BJ Habibie menimbulkan beragam reaksi khususnya umat Kristen di Indonesia.
Ada yang menyesalkan, ragu, tawar hati, tidak percaya, tidak konsisten, dan lain-lain yang semuanya ditujukan kepada BJ Habibie karena memimpin ICMI.
Bahkan ada lagi komentar yang lebih ekstrim menurut Markus Wauran.
“Wah ini akan menjurus pada Islamisasi. Pak Habibie bukan lagi seorang nasionalis yang kita kenal selama ini tapi sudah masuk perangkap Masyumi untuk mendirikan negara Islam Indonesia serta komentar lain yang tajam negatif,” ungkap Wauran mengisahkan komentar ekstrim banyak orang kepada BJ Habibie kala itu.
“Suara-suara kecewa tersebut saya dengar sendiri baik langsung maupun tidak langsung dari warga Kristen termasuk orang-orang yang dekat dengan beliau,” tambah Wauran.
Di suatu pertemuan bersama BJ Habibie di ruang kerjanya di BPPT Lantai 3 pada 1992, Markus Wauran menyampaikan suara-suara sumbang tersebut kepada BJ Habibie.
“Setelah mendengar penyampaian saya, raut muka Habibie berubah terkesan serius,” kenang Wauran.
Kata Wauran, dalam suasana tegang sejenak, BJ Habibie kemudian bersuara.
“Pak Markus ICMI berdiri tidak berarti kita hanya memperhatikan umat Islam tetapi mempunyai komitmen memperbaiki nasib seluruh bangsa Indonesia, karena itu merupakan tugas utama. ICMI bertugas untuk menyejahterakan umat dan bangsanya. Juga saya mau tegaskan bahwa saya tetap seorang nasionalis. Saya pengagum Bung Karno dengan ideologi Pancasilanya. Bila ada orang, organisasi yang akan mendirikan negara Islam di Indonesia, saya orang pertama bersama ICMI berdiri di depan menentangnya!” jelas BJ Habibie diceritakan Markus Wauran.
Beberapa hari kemudian, lanjut Wauran, BJ Habibie berangkat ke New York AS bersama tim antar departemen.
Malam hari di New York, BJ Habibie mengadakan pertemuan dengan seluruh anggota rombongan, antara lain menyampaikan apa yang disampaikan Markus Wauran kepada dirinya.
“Hal ini saya tahu dari seorang anggota rombongan bernama pak Sutjipto yang waktu itu sebagai wakil kepala Biro Pusat Stastitik (BPS) yang ikut bersama pak Habibie,” ujar Wauran.
Dilanjutkan Wauran, setelah kembali ke Jakarta Sutjipto mengundang dia kerumahnya di Cempaka Putih.
“Beliau ceritakan kepada saya percakapan pak Habibie dengan anggota delegasi yang ke New York, yang membahas masukan saya,” tutur Wauran.
Selesai Sutjipto sampaikan percakapan tersebut di New York, Sutjipto menyampaikan sesuatu kepada saya.
“Pak Markus, percayalah dan sampaikan kepada teman-teman bahwa ICMI tidak akan menjadi organisasi yang berjuang membangun negara Islam. ICMI akan tetap berpegang teguh pada Pancasila. ICMI terbuka untuk bekerja sama dengan organisasi intelektual non-Muslim membangun bangsa ini. Pak Markus saya ini seorang nasionalis,” kata Wauran menirukan ucapan Sutjipto.
Setelah Sutjipto katakan seorang nasionalis, dalam hati Wauran bertanya-tanya apakah Sutjipto ini seorang aktivis GMNI seperti dia? Namun Markus Wauran tidak sempat menanyakan.
Disimpulkannya dari kesaksian BJ Habibie dan Sutjipto tersebut bahwa bisa menilai perjalanan ICMI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara setelah kepemimpinan BJ Habibie, Adi Sasono, Ilham Habibie hingga Jimly Asshiddiqie.
(BennyManoppo)