Manado, BeritaManado.com — Siapa yang tidak ingat pernyataan menggemparkan dari Bung Karno tentang 10 pemuda?
Untaian kata yang tersusun menjadi satu kalimat ini bahkan merambah ke pelajaran Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB).
Mata pelajaran ini adalah partner sepadan dengan Pendidikan Moral Pancasila yang diajarkan guru di bangku SD, SMP dan SMA.
Pada bagian tertentu, ada pembahasan tentang pernyataan Bung Karno yang kala itu menjabat sebagai Presiden RI yang pertama.
“Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia,” demikian kutipan pidato Bung Karno.
Pernyataan ini sangat memompa adrenalin anak bangsa kala itu untuk terus berjuang mengisi dan mempertahankan kemerdekaan, salah satunya dengan olahraga sepakbola.
Melalui sepakbola, dan jauh sebelum Bung Karno berpidato tentang 10 pemuda, anak-anak muda Indonesia yang waktu itu dikenal dengan sebutan Hindia Belanda sudah memberi catatan sejarah dengan tampil pada putaran final Piala Dunia Prancis pada 4 – 19 Juni 1938.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Utara dari Fraksi Partai Demokrat Billy Lombok memberikan komentar, bahwa pada edisi Piala Dunia 1938, Pemerintah Hindia Belanda memberikan dukungan kepada anak-anak muda Indonesia untuk berlaga di Prancis.
“Kita bisa bayangkan waktu itu Indonesia yang masih ada di bawah penjajahan Belanda, tetapi bisa ikut bertanding di Piala Dunia Prancis 1938. Kini, Indonesia yang akan merayakan HUT ke-78 kemerdekaan, justru membuat mimpi para Garuda Muda untuk berlaga pada Piala Dunia U-20 di negara sendiri pupus sudah akibat gelombang penolakan kehadiran Tim Nasional Israel yang dituding sebagai negara penjajah Palestina,” ungkap Billy Lombok.
Bagi Billy Lombok dan generasi muda yang tergabung dalam Fraksi Partai Demokrat DPRD Sulut ini mengaku bahwa penolakan terhadap kehadiran Tim Nasional U-20 Israel yang berbuntut dibatalkannya agenda drawing pertandingan yang akan dilaksanakan di Bali mendadak dibatalkan oleh induk organisasi sepakbola dunia FIFA.
“Ini membuat para pecinta sepakbola tanah air merasa kesal, termasuk kami di Sulawesi Utara. Saya ingat persis Bung Karno pernah mengatakan ‘berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia’. Ini sudah kesebelasan ditambah pemain cadangan yang dipersembahkan, malah tidak didukung,” tandas Billy Lombok bersama Henry Walukow, Ivan Lumentut dan Ronal Sampel.
Diakui keempatnya, memang sudah lama insan olahraga menunggu sepakbola Indonesia masuk kancah internasional, namun kiprah yang dinanti selama puluhan tahun akhirnya pupus.
“Kita menyesalkan hal ini bisa terjadi. Persiapan matang yang sudah dilakukan pada sebagian periode waktu Pandemi COVID-19 ini akhirnya peluang itu lewat. Dalam hal ini, kami berempat berpendapat bahwa negara seolah kalah dengan sekelompok orang yang mengatasnamakan Indonesia yang mendadak jadi Pancasilais dan mengaku ingin menjunjung tinggi konstitusi,” tuturnya.
Menolak Israel pada akhirnya tidak menguntungkan negara Palestina juga, tidak merugikan Israel tetapi merusak nama baik Indonesia di dunia internasional.
Para generasi muda Demokrat Sulut ini pun meminta pemerintah jangan alpa melindungi kepentingan seluruh bangsa Indonesia.
Terus jaga marwah Indonesia, tempatkan politik pada tempatnya dan rasa cinta akan bangsa dan anak-anak bangsa pada tempat yang setinggi-tingginya.
“Satu hal yang perlu dicatat dan diingat, bahwa sepakbola adalah kesenangan rakyat Indonesia mulai dari anak-anak, pemuda hingga orangtua. Apa yang sudah terjadi saat ini dapat diartikan bahwa oknum-oknum tertentu seperti sejumlah pejabat kepala daerah, politisi bahkan mereka yang berlindung dibalik agama, sudah merampas kesenangan sesama anak bangsa. Hal ini bisa menjadi bola panas, apalagi sudah dibumbui dengan kepentingan politik. Mereka yang sudah merampas kesenangan dan kegembiraan rakyatnya tidak pantas jadi panutan,” tegas keempat wakil rakyat Sulut ini.
(Frangki Wullur)