Jakarta, BeritaManado.com — Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, mengungkapkan pandangannya terkait kasus korupsi impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong.
Dalam pandangannya, Mahfud menyatakan bahwa kasus yang sedang bergulir ini lebih cenderung sebagai tindakan politisasi, bukan kriminalisasi.
Mahfud MD menjelaskan bahwa ada perbedaan mendasar antara politisasi dan kriminalisasi.
Dia mengingatkan publik agar jangan sampai terbalik membedakan antara politisasi dengan kriminalisasi.
Menurutnya, kriminalisasi terjadi ketika seseorang yang sebenarnya tidak melakukan perbuatan salah, kemudian dijerat dengan pasal-pasal yang dibuat-buat.
Sementara itu, politisasi lebih merujuk pada upaya untuk menggunakan kasus atau peristiwa tertentu untuk kepentingan politik.
“Kasus Tom Lembong itu saya lebih cenderung ingin mengatakan politisasi dulu. Politisasi itu beda dengan kriminalisasi. Kalau kriminalisasi itu, seorang tidak melakukan perbuatan salah, dicarikan pasal agar menjadi salah. Kalau politisasi, itu dipolitisi,” kata Mahfud dalam seminar publik Universitas Paramadina secara virtual, Kamis (21/11/2024), dilansir dari Suara.com jaringan BeritaManado.com.
Tindakan politisasi itu, kata dia, terlihat jelas karena tuduhan yang dijatuhkan kepada Tom Lembong sudah lama terjadi, yakni saat dia menjabat sebagai Mendagri pada 2015-2016.
Menurutnya, apabila Tom Lembong kala itu memang sudah lakukan tindak korupsi, kenapa kasusnya baru diusut hampir sepuluh tahun kemudian.
Bahkan ditambahkannya, usai Tom Lembong terkena reshuffle Presiden RI ke-7 Joko Widodo, jabatan Mendagri terus diisi oleh empat orang lainnya secara bergantian.
Sehingga menurutnya, apabila hukum yang disangkakan kepada Tom Lembong memang benar, seharusnya kasus yang sama juga berpotensi menjerat mantan Mendagri lainnya.
“Sesudah Tom Lembong, ada empat menteri lagi yang melakukan hal yang sama. Nah, itu yang menurut saya lebih sekarang ini politisasi, belum kriminalisasi. Tapi kita lihat perkembangannya, gitu. Apa benar itu politisasi atau kriminalisasi? Kalau hukum itu benar, mestinya dari Tom Lembong itu akan berjalan ke (menteri) berikutnya,” ujarnya.
Penanganan kasus Tom Lembong itu juga dalam pandangannya masih banyak hal yang belum diungkap oleh Kejaksaan Agung.
Dua hal di antaranya seperti, kata Mahfud, peran dan keterlibatan mantan Mendagri setelah Tom Lembong terkait kebijakan impor gula, serta unsur kerugian negara akibat tindakan korupsi tersebut.
“Unsur kerugian negara belum diumumkan, bukan belum ketemu. Bahwa dia memperkaya orang lain, iya. Melanggar aturan, iya, mungkin ya. Karena katanya ada kebijakan resmi waktu itu tidak boleh dan sebagainya. Seperti dikatakan oleh Rike di DPR. Tapi kerugian negaranya apa? Kita tunggu ini perkembangan,” kata Mahfud.
Sementara dalam lanjutan penyidikan kasus tersebut, Kejaksaan Agung telah menyampaikan kalau penyidik tidak akan memeriksa mantan mendagri lain dalam pengusutan dugaan korupsi impor gula.
Jaksa Kejagung Teguh A beralasan kalau pemeriksaan terhadap menteri perdagangan lain itu tidak relevan dengan kasus Tom Lembong.
“Bahwa pemeriksaan terhadap lima menteri perdagangan lainnya tidak ada kaitannya dengan penetapan pemohon sebagai tersangka,” kata Teguh saat sidang praperadilan Tom Lembong di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/11/2024).
Akan tetapi, Teguh juga menyampaikan kalau Kejagung tetap membuka peluang untuk memeriksa eks Mendag lain jika terdapat cukup bukti.
(jenlywenur)
Jakarta, BeritaManado.com — Pakar hukum tata negara, Mahfud MD, mengungkapkan pandangannya terkait kasus korupsi impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan (Mendag), Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong.
Dalam pandangannya, Mahfud menyatakan bahwa kasus yang sedang bergulir ini lebih cenderung sebagai tindakan politisasi, bukan kriminalisasi.
Mahfud MD menjelaskan bahwa ada perbedaan mendasar antara politisasi dan kriminalisasi.
Dia mengingatkan publik agar jangan sampai terbalik membedakan antara politisasi dengan kriminalisasi.
Menurutnya, kriminalisasi terjadi ketika seseorang yang sebenarnya tidak melakukan perbuatan salah, kemudian dijerat dengan pasal-pasal yang dibuat-buat.
Sementara itu, politisasi lebih merujuk pada upaya untuk menggunakan kasus atau peristiwa tertentu untuk kepentingan politik.
“Kasus Tom Lembong itu saya lebih cenderung ingin mengatakan politisasi dulu. Politisasi itu beda dengan kriminalisasi. Kalau kriminalisasi itu, seorang tidak melakukan perbuatan salah, dicarikan pasal agar menjadi salah. Kalau politisasi, itu dipolitisi,” kata Mahfud dalam seminar publik Universitas Paramadina secara virtual, Kamis (21/11/2024), dilansir dari Suara.com jaringan BeritaManado.com.
Tindakan politisasi itu, kata dia, terlihat jelas karena tuduhan yang dijatuhkan kepada Tom Lembong sudah lama terjadi, yakni saat dia menjabat sebagai Mendagri pada 2015-2016.
Menurutnya, apabila Tom Lembong kala itu memang sudah lakukan tindak korupsi, kenapa kasusnya baru diusut hampir sepuluh tahun kemudian.
Bahkan ditambahkannya, usai Tom Lembong terkena reshuffle Presiden RI ke-7 Joko Widodo, jabatan Mendagri terus diisi oleh empat orang lainnya secara bergantian.
Sehingga menurutnya, apabila hukum yang disangkakan kepada Tom Lembong memang benar, seharusnya kasus yang sama juga berpotensi menjerat mantan Mendagri lainnya.
“Sesudah Tom Lembong, ada empat menteri lagi yang melakukan hal yang sama. Nah, itu yang menurut saya lebih sekarang ini politisasi, belum kriminalisasi. Tapi kita lihat perkembangannya, gitu. Apa benar itu politisasi atau kriminalisasi? Kalau hukum itu benar, mestinya dari Tom Lembong itu akan berjalan ke (menteri) berikutnya,” ujarnya.
Penanganan kasus Tom Lembong itu juga dalam pandangannya masih banyak hal yang belum diungkap oleh Kejaksaan Agung.
Dua hal di antaranya seperti, kata Mahfud, peran dan keterlibatan mantan Mendagri setelah Tom Lembong terkait kebijakan impor gula, serta unsur kerugian negara akibat tindakan korupsi tersebut.
“Unsur kerugian negara belum diumumkan, bukan belum ketemu. Bahwa dia memperkaya orang lain, iya. Melanggar aturan, iya, mungkin ya. Karena katanya ada kebijakan resmi waktu itu tidak boleh dan sebagainya. Seperti dikatakan oleh Rike di DPR. Tapi kerugian negaranya apa? Kita tunggu ini perkembangan,” kata Mahfud.
Sementara dalam lanjutan penyidikan kasus tersebut, Kejaksaan Agung telah menyampaikan kalau penyidik tidak akan memeriksa mantan mendagri lain dalam pengusutan dugaan korupsi impor gula.
Jaksa Kejagung Teguh A beralasan kalau pemeriksaan terhadap menteri perdagangan lain itu tidak relevan dengan kasus Tom Lembong.
“Bahwa pemeriksaan terhadap lima menteri perdagangan lainnya tidak ada kaitannya dengan penetapan pemohon sebagai tersangka,” kata Teguh saat sidang praperadilan Tom Lembong di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/11/2024).
Akan tetapi, Teguh juga menyampaikan kalau Kejagung tetap membuka peluang untuk memeriksa eks Mendag lain jika terdapat cukup bukti.
(jenlywenur)