oleh Prof. DR. Lucky Sondakh, MSc
Manado-Sejarah kontemporer telah menunjukkan bahwa sistim yang relatif bertahan ialah demokrasi: pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat, pemerintahan yang menghormati hak-hak asasi manusia, termasuk hak menjalankan iman kepercayaan sendiri, hak mengeluarkan pendapat, hak menentukan pilihan hidup sendiri,”. Inilah “vox populi vox dei”.
Sistim yang mau lari dari “demoktrasi” , termasuk “tirani” dan yang mengarah kearah situ, pasti akan digilas dalam sejarah. Contoh: Saddam Husein, dan yang terahiir baru-baru ini Mohammad Khadafi.
Kampus adalah Institusi yang menjadi acuan dalam berdemokrasi, makanya kebebasan mimbar akademi dan kebebasan mengeluarkan pendapat adalah sebuah hal yang wajar, asal bertanggungjawab, dan tidak anarkis, itu dilindungi undang undang.
Seharusnya kita saat ini pemimpin Unsrat Mampu melihat betapa pentingnya kebebasan mimbar dan kebebasan akademik. Saya percaya, karena karya-karya akademi yang briliant tidak akan pernah dilahirkan dari “otak” yang terpasung kebebasannya. Makanya, dalam seharusnya dalam menghadapi demo dan kritikan mahasiswa sebagai pemimpin juga harus layani dengan debat akademis (buka debat kusir) dan bukan dengan menggunakan kekuasaan. Sebab pendekatan kekuasaan hanya merupakan langkah terahir dalam menghadapi sikap-sikap yang anarkis dan menyalahi kode etik ilmuwan.(*/)
oleh Prof. DR. Lucky Sondakh, MSc
Manado-Sejarah kontemporer telah menunjukkan bahwa sistim yang relatif bertahan ialah demokrasi: pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat, pemerintahan yang menghormati hak-hak asasi manusia, termasuk hak menjalankan iman kepercayaan sendiri, hak mengeluarkan pendapat, hak menentukan pilihan hidup sendiri,”. Inilah “vox populi vox dei”.
Sistim yang mau lari dari “demoktrasi” , termasuk “tirani” dan yang mengarah kearah situ, pasti akan digilas dalam sejarah. Contoh: Saddam Husein, dan yang terahiir baru-baru ini Mohammad Khadafi.
Kampus adalah Institusi yang menjadi acuan dalam berdemokrasi, makanya kebebasan mimbar akademi dan kebebasan mengeluarkan pendapat adalah sebuah hal yang wajar, asal bertanggungjawab, dan tidak anarkis, itu dilindungi undang undang.
Seharusnya kita saat ini pemimpin Unsrat Mampu melihat betapa pentingnya kebebasan mimbar dan kebebasan akademik. Saya percaya, karena karya-karya akademi yang briliant tidak akan pernah dilahirkan dari “otak” yang terpasung kebebasannya. Makanya, dalam seharusnya dalam menghadapi demo dan kritikan mahasiswa sebagai pemimpin juga harus layani dengan debat akademis (buka debat kusir) dan bukan dengan menggunakan kekuasaan. Sebab pendekatan kekuasaan hanya merupakan langkah terahir dalam menghadapi sikap-sikap yang anarkis dan menyalahi kode etik ilmuwan.(*/)