Dian Permata, peneliti Founding Fathers House Jakarta.
Jakarta, BeritaManado.com – Kehadiran sejumlah politikus millenial di gedung parlemen bisa menjadi harapan baru bagi masa depan politik Indonesia.
Terhitung ada delapan anggota DPR RI millenial yang kini duduk di parlemen.
Namun dari sisi pembentukan opini publik di media massa, politikus millenial belum banyak bersuara dan mewarnai pertarungan opini pada kurun Oktober 2019.
Sepanjang Oktober 2019, terhitung hanya 203 anggota DPR RI yang dikutip pernyataannya oleh media cetak dan online.
Data ini dihitung dari 1.765 judul berita yang diolah dari pemberitaan dua media online serta empat media cetak.
Kedua media online tersebut adalah detik.com dan tribunnews.com.
Sementara itu media cetak yang dijadikan unit analisis adalah Kompas, Koran Sindo, Koran Tempo, dan Rakyat Merdeka.
Dari 1.765 judul berita yang dijadikan unit analisis, hanya 45 publikasi yang mengutip politikus millenial sebagai narasumber berita.
Artinya, dari 1.700 lebih judul berita, anggota DPR RI millenial baru mengisi 2,5 persen ruang publikasi di enam media massa yang dijadikan unit analisis.
Sementara itu, ada 177 judul berita yang mengutip pernyataan politikus muda yakni politikus yang berusia 31-40 tahun.
“Ini merupakan temuan yang sangat menarik. Diskusi publik seputar generasi millenial yang begitu ramai ternyata tidak diikuti dengan kemampuan politikus millenial untuk ikut serta meramaikan wacana di media massa. Padahal mereka saat ini sudah menjadi politikus nasional, ujar Dian Permata, peneliti Founding Fathers House Jakarta, dalam rilis ke redaksi BeritaManado.com, Sabtu (30/11/2019).
Dian Permata menambahkan, dari hasil olah data terlihat bahwa politikus millenial yang usianya di bawah 31 tahun harus bersaing dengan politikus muda yang persentase pemberitaannya di enam media massa mencapai 10%.
Bila dihitung secara total, maka pemberitaan yang mengutip politikus millenial dan politikus muda mencapai 12,5 persen.
“Artinya, politikus berusia 41 hingga 60 tahun mendominasi pemberitaan di enam media massa yang kami jadikan unit analisis. Dari data tersebut, sudah saatnya anggota DPR RI millenial ini ikut merespon isu-isu politik yang bergulir secara dinamis,” tegas Dian Permata yang juga menjadi anggota tim pakar pemerintah Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Dian mencontohkan Hillary Brigita Lasut.
Anggota DPR millennial dari Fraksi Partai Nasdem terbilang mendapat atensi media di awal kemunculannya sejak dilantik.
Adalah usia muda yang menjadi pematik publikasi soal Hillary.
Itu terlihat dari data pada minggu pertama hingga kedua.
Namun, pada minggu ketiga dan keempat, porsi kemunculan tidak ada sama sekali.
“Joss di awal. Ambyar kemudian,” ujar Dian.
Sementara itu, peneliti komunikasi politik dari Institut Riset Indonesia atau INSIS Wildan Hakim menambahkan, rendahnya persentase pemberitaan dari politikus millenial ini setidaknya dipicu oleh dua faktor.
Pertama, ketidaksiapan para politikus millenial untuk menyatakan opini mereka di depan wartawan.
Kedua, rendahnya kesadaran politikus millenial tentang peran penting media massa sebagai medium komunikasi politik.
“Pemahaman yang baik terhadap isu dan isi menjadi sangat penting. Sebab, para politikus di Senayan ini merupakan politikus nasional. Paham isu tidak cukup, isi atau substansi dari isu juga harus dikuasai secara baik agar peran anggota parlemen sebagai wakil rakyat ini bisa terlihat dan terasa,” papar Wildan Hakim.
Dalam riset bertajuk Citra Politikus Senayan di Enam Media Massa ini, Wildan menjelaskan ada 1.765 judul berita dari berbagai tema yang dijadikan unit analisis.
Dari angka tersebut, terdapat 1.427 judul berita bertemakan politik dan 264 berita bertemakan hukum.
Sepanjang Oktober 2019 lalu, berita politik yang disajikan banyak mengulas seputar perebutan kursi pimpinan MPR, amandemen UUD 1945 dan GBHN, pelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI, serta Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) KPK.
“Seharusnya isu-isu ini bisa direspon juga oleh politikus millenial sehingga kiprah mereka politikus generasi baru ini segera terlihat. Nah, hasil riset media monitoring kami menunjukkan, dari delapan politikus millenial hanya tiga yang dikutip pernyataannya di enam media massa. Mereka adalah Hillary Brigita Lasut, Puteri Anetta Komaruddin, dan Rizki Aulia Rahman Natakusumah,” jelas Wildan Hakim yang juga dosen di FISIP Universitas Al Azhar ini.
Menghidupkan Fungsi Tenaga Ahli
Bercermin pada hasil olah data pemberitaan di enam media massa itulah, Dian Permata mengingatkan peran penting Tenaga Ahli.
Para TA yang direkrut Sekretariat Jenderal DPR RI bertugas mendampingi para anggota DPR RI.
Menurut Dian, sudah saatnya para Tenaga Ahli ini memainkan peran untuk mengarahkan anggota DPR RI dalam memahami isu secara lebih baik.
Pemahaman isu yang baik diharapkan bisa menjadikan para anggota DPR memproduksi berita yang terbaca oleh publik.
“Ke depan, anggota DPR yang dimintai komentar tidak terfokus pada nama-nama tertentu yang sudah sering menghiasi ruang pemberitaan di media massa,” tegas Dian Permata.
Lebih lanjut, Wildan Hakim dari INSIS menegaskan, peran Tenaga Ahli di DPR RI akan bisa terlihat jika mereka memiliki kompetensi yang juga dilengkapi dengan alat yang memungkinkan mereka membaca isu secara lebih baik.
Dengan kemampuan membaca isu, para Tenaga Ahli yang bekerja untuk politikus millenial ini bisa mengarahkan mereka untuk merespon isu secara lebih cepat.
“Dari pendataan kami, para politikus millenial ini tampil di media pada minggu pertama dan kedua. Pada minggu keempat tidak ada opini mereka yang terbaca,” tegas Wildan Hakim.
(***/Finda Muhtar)