Manado, BeritaManado.com – Josh Tarore aktivis muda mengecam tindakan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly yang akan membebaskan 30 ribu narapidana.
Josh Tarore kepada BeritaManado.com mengatakan, perencanaan pembebasan narapidana tersebut, yang akan dilakukan Menkumham untuk mengurangi penyebaran COVID-19 di dalam penjara sangat tidak tepat.
“Presiden Joko Widodo harus mengevaluasi kinerja menterinya. Apalagi di masa pandemi virus Corona atau COVID-19 ini ada yang coba bermain atau mencari keuntungan,” ucap Josh Tarore yang juga Ketua GMKI Cabang Tomohon.
Lanjut Josh, menyoroti hal yang akan dilakukan oleh Menkumham Yasonna Laoly dengan rencana membebaskan sekitar 30 ribu lebih narapidana dari dalam penjara termasuk para narapidana kategori melakukan extra ordinary crime seperti koruptor, teroris dan tindak pidana narkoba.
“Saya begitu heran kira-kira apa sih alasan bapak menteri Yasonna Laoly untuk mengusulkan pembebasan puluhan ribu napi dengan alasan COVID-19 termasuk napi koruptor? Jika punya data mari tunjukkan data itu dan di Lapas mana yang sudah ada positif COVID-19? Kalau tidak ada maka bisa dicurigai ada kongkalingkong,” cetus Josh aktivis muda asal Sulawesi Utara.
Josh juga mengatakan tindakan pak Menteri Yasonna yang hendak membebaskan para napi, koruptor, bandar narkotika dan terorisme sebagai extra ordinary crime, tidak ada hubungannya dengan memutus mata rantai penyebaran virus Corona.
“Saya sangat mengecam soal wacana pembebasan itu para napi koruptor dengan dalil mencegah penyebaran virus corona,” ungkapnya.
Josh menambahkan, masyarakat dan pemerintah bersama-sama berkonsentrasi mengatasi pokok permasalahan memberantas virus Corona dan bukan membuat persoalan baru.
“Jangan membuat konsentrasi masyarakat yang fokus pada pencegahan virus Corona terpecah gara-gara wacana ini. Fokuslah untuk pencegahan virus Corona yang terjadi di daerah-daerah, berupa bantuan-bantuan alat medis serta harus melihat kondisi para medis yang sedang melakukan penanganan dan bukan membuat wacana keliru seperti itu,” pungkas aktivis muda ini.
Josh membeberkan Kemenkumham telah mengeluarkan surat penetapan pembebasan narapidana untuk mencegah penyebaran virus corona di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), dan telah menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19 untuk membebaskan 30.000 napi dewasa dan anak.
Dalam Kepmen tersebut, dijelaskan bahwa salah satu pertimbangan dalam membebaskan para tahanan itu adalah tingginya tingkat hunian di lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara sehingga rentan terhadap penyebaran virus Corona.
Akan tetapi, napi khusus kasus korupsi dan narkotika tidak bisa karena terganjal PP 99/2012.
Itulah sebabnya mengapa Yasonna ingin PP tersebut direvisi.
Kriteria ketat yang dimaksud antara lain, pemberian asimilasi bagi napi narkotika dengan masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidananya.
Diperkirakan ada 15.422 napi narkotika yang memenuhi syarat tersebut untuk diberikan asimilasi.
Lalu, pemberian asimilasi diberikan kepada napi korupsi berusia di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana ada sebanyak 300 orang.
Selanjutnya, pemberian asimilasi terhadap napi tindak pidana khusus (tipidsus) yang dinyatakan sakit kronis oleh dokter pemerintah dan telah menjalani 2/3 masa pidana. Disebutkan Yasonna, ada 1.457 orang terakhir yaitu pemberian asimilasi terhadap napi asing yang berjumlah sebanyak 53 orang.
Yasonna mengatakan bakal menyampaikan usul revisi PP 99 Tahun 2012 ini kepada Presiden Jokowi dalam rapat terbatas (ratas).
(HardinanSangkoy)