Manado, BeritaManado.com — Setiap tanggal 17 Mei, Indonesia memperingati Hari Buku Nasional.
Namun sebenarnya bagaimana sejarah Hari Buku Nasional 17 Mei ini?
Penetapan hari nasional ini sendiri memiliki motivasi yang amat baik, yakni untuk terus meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kondisi perbukuan serta meningkatkan minat baca masyarakat.
Berikut ini sejarah Hari Buku Nasional yang diperingati sejak 17 Mei, sebagaimana dilansir dari Suara.com, jaringan BeritaManado.com.
Hari Buku Nasional sendiri terinspirasi dari pendirian Perpustakaan Nasional Republik Indonesia pada 17 Mei 1980 lalu.
Berawal dari pemikiran Abdul Malik Fadjar, yang kala itu menjabat Menteri Pendidikan Kabinet Gotong Royong periode 2001 – 2004, kemudian tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Buku Nasional.
Hari Buku Nasional sendiri kemudian diperingati sejak tahun 2002, artinya tahun ini akan menjadi kali ke-19 perayaan Hari Buku Nasional dilakukan.
Hingga saat ini, jumlah judul buku yang terbit setiap tahunnya terus mengalami peningkatan.
Meski memang masih jauh dari negara-negara lain seperti China (140.000 judul buku), namun ini merupakan progres yang cukup baik.
Namun bagaimana dengan kondisi perbukuan nasional saat ini, serta minat baca masyarakat secara umum?
Minat baca di Indonesia dapat dikatakan masih cukup memprihatinkan.
Dalam laman website kominfo.go.id dijelaskan, UNESCO pernah menyebutkan bahwa Indonesia menempati urutan kedua dari bawah soal literasi dunia.
Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001persen.
Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.
Hingga berita ini diturunkan, diketahui belum ada perubahan data dari UNESCO terkait hal tersebut.
Fakta kedua, 60 juta penduduk Indonesia memiliki gadget, atau urutan kelima dunia terbanyak kepemilikan gadget. Lembaga riset digital marketing Emarketer memperkirakan pada 2018 jumlah pengguna aktif smartphone di Indonesia lebih dari 100 juta orang. Dengan jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika.
Meski rendah dari segi minat baca buku, tapi Indonesia cukup dikenal dalam hal kekuatan di media sosial.
Kominfo RI mengungkapkan, data wearesocial merilis, per Januari 2017 orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari.
Itu sebabnya, dalam berbagai platform media sosial, warganet Indonesia diketahui punya pengaruh dalam menentukan trending topic hingga laku atau tidaknya produk yang ditawarkan.
Indonesia kini bahkan dilirik sebagai pasar digital potensial oleh sejumlah industri kelas dunia, seperi K-Pop dan K-Drama.
Namun, sisi negatif juga tidak kalah berpengaruh, di mana warganet sering terpicu oleh isu atau judul klik bait dari berbagai media.
Minimnya minat untuk membaca dan mencermati isi tulisan sering berakibat pada reaksi yang kurang tepat sehingga berdampak pada kesalahpahaman yang berujung pada keributan di media sosial.
Akhirnya, berbagai informasi yang belum tentu benar terlanjur viral di dunia maya.
Untuk memperbaiki dan meningkatkan minat baca buku, Perpustakaan Nasional lewat laman website perpusnas.go.id bahkan membuat inovasi dengan membuka keanggotaan digital agar menarik minat masyarakat karena makin dipermudah mengakses buku.
Kominfo RI juga turut memerangi sumber sumber hoax dengan menutup atau memblokir laman atau situs yang dinilai menyebar hoax atau memuat konten yang tidak sesuai dengan norma dan aturan di Indonesia.
Peringatan Hari Buku Nasional 2021 pun diharap dapat membangkitkan semangat literasi warga Indonesia terutama generasi muda.
(***/srisurya)