Oleh Abineno BM
Kapal pemerintahan Maurits Mantiri-Hengky Honandar resmi bertolak mengarungi laut, Selasa (31/04/2021) menuju Bitung Hebat dan Bitung Tersenyum.
Kapal yang sesak dengan berbagai harapan untuk sebuah perubahan angkat sauh mengarungi ganasnya laut.
Namun belum cukup sepeminuman kopi usai layar dibentangkan, kegaduhan mulai muncul di atas kapal.
Kebijakan Maurits-Hengky jadi biang kegaduhan. Kegaduhan itu muncul disaat Maurits-Hengky menerapkan sistem perekrutan calon Dewan Pengawas dan Direksi BUMD (Perumda Air Minum Duasudara, Perumda Bangun Bitung dan Perumda Pasar dilakukan secara profesional.
Padahal, penentuan jabatan itu sudah turun-temurun menjadi wewenang penuh Wali Kota dan Wakil Wali Kota sebagai bentuk balas jasa serta balas budi bagi oknum yang dianggap berjasa saat proses Pilkada.
Tapi tidak bagi Maurits-Hengky. Keduanya menabrak tradisi itu dan keluar dari zona balas jasa untuk penentuan jabatan bergengsi ini dengan menggelar sayembara lewat Panitia Seleksi (Pansel) yang lebih profesional.
Tidak hanya itu, Pansel sayembara Dewan Pengawas dan Direksi BUMD dinilai terlalu tinggi menetapkan persyaratan bagi para calon, membuyarkan impian sejumlah oknum yang selama ini bermimpi untuk menduduki jabatan itu lewat jalur politis dan kedekatan.
Tidak hanya sampai disitu, kegaduhan perekrutan Tenaga Harian Lepas (THL) juga membuat heboh seisi kapal Maurits-Hengky.
Lagi-lagi, Maurits-Hengky menabrak tradisi. Perekrutan THL dilakukan secara transparan yakni melalui sistem online dan meninggalkan cara lama yakni jalur politik dan kedekatan.
Seisi kapal gaduh, tak siap dengan kebijakan yang melenceng jauh dari tradisi lama, jalur politik dan kedekatan.
Penghuni kapal tak siap dengan kebijakan itu. Kekecewaan dituangkan penghuni kapal di jagat maya menghiasi layar hingga dinding kapal. Maurits-Hengky dituding ingkar dan melupakan perjuangan mereka.
Kapal Layar dengan Fasilitas Digital
Kapal Maurits-Hengky adalah jenis kapal layar yang digadang-gadang mampuni menantang gelombang dengan fasilitas digital tanpa diskriminasi, ketidakadilan serta ketidakpastian.
Kendati terlihat tua dan kusam, kapal Maurits-Hengky memiliki aturan yang tidak lazim dan dinilai bertentangan dengan norma-norma pengelola kapal sebelumnya.
Sayangnya, orang-orang yang ikut berlayar tidak paham dengan fasilitas digital yang diberlakukan di atas kapal dan masih beranggapan masih dengan cara lama atau tradisional dalam mengoperasikan kapal.
Maurits-Hengky sadar akan hal itu. Keduanya lebih memilih mengajak penghuni kapal beradaptasi dengan sistem yang mereka tawarkan, kendati menimbulkan kegaduhan.
Kegaduhan muncul karena mereka berdua betul-betul menginginkan mengasah SDM yang akan ditempatkan sebagai awak sesuai keahlian masing-masing dan meninggalkan cara tradisional.
Tujuannya jelas, Maurits-Hengky betul-betul menginginkan awak yang ditempatkan Dewan Pengawas dan Direksi BUMD betul-betul mampuni agar bisa bekerja profesional, bukan terus-menerus menjadi parasit APBD.
Maurits-Hengky paham betul, APBD hanya mampu membiayai operasional kapal, namun dana untuk mendanai Bitung Tersenyum tidak ada sehingga perlu menggenjot BUMD lewat SDM brilian bukan SDM karbitan.
THL juga demikian. Maurits-Hengky menginginkan SDM siap pakai dan bukan hanya sekedar merekrut THL tanpa tahu persis kemampuan yang dimiliki.
Semua terukur, dengan harapan Maurits-Hengky memiliki data riil kemampuan SDM kota ini tanpa harus mengira-ngira dan lagi-lagi hanya berpijak pada jalur kedekatan dan politik.
Impian SDM Bitung Hebat betul-betul ingin diciptakan dengan tujuan kelak kita tak jadi tamu dan penonton di kota sendiri agar tragedi THL impor tidak kembali terulang.
Tak Populis
Dua kebijakan Maurits-Hengky di awal pemerintahan ini sangat tidak populis bagi mereka yang merasa bekerja saat Pilkada dan menjadi biang kegaduhan hanya karena SDM yang tidak siap bersaing secara profesional.
Dan dari amatan, kebijakan yang jauh melenceng dari zona nyaman ini akan terus menimbulkan kegaduhan saat penentuan jabatan OPD nantinya.
Siap tidak siap, Maurits-Hengky sementara membuat lompatan yang tidak populis untuk sebuah perubahan pola berpikir membangun kota ini.
Sudah siapkah kita?
Pilihannya, kembali lagi ke pola pikir kita. Apakah terus membuat gaduh dengan menuntut balas jasa ataukah segera meraih pelampung dan melompat meninggalkan kapal. Ataukah ikut ambil bagian mendayung bersama Maurits-Hengky menuju Bitung Hebat dan Bitung Tersenyum.
(*)