BeritaManado.com – Perempuan berinisial A (39), mantan pengurus Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Daerah Sulawesi Utara (Sulut) diduga mengalami pelecehan seksual yang dilakukan laki-laki inisial ER, oknum aktivis HAM dan Lingkungan di Walhi Nasional.
Dugaan pelecehan terjadi ketika korban A masih menjadi Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sulut, hingga hamil dan melahirkan seorang anak.
Peristiwa yang terjadi Februari 2014 silam tersebut diungkap A kepada awak media didampingi kuasa hukum, Febro Takaendengan, di kawasan Megamas Manado, Senin (15/7/2024) sore.
A mengisahkan peristiwa tersebut bermula setelah usai rapat KDLH Walhi tahun 2014 bulan Februari yang mengundang beberapa elemen/organisasi dari tingkat daerah sampai nasional.
“Saya waktu itu menjabat sebagai Direktur ED Walhi. Setelah pertemuan KDLH waktu itu, saya diajak ER untuk refreshing ke salah satu tempat hiburan di Manado. Dari kantor Walhi saya dijemput oknum tersebut. Sampai di tempat tujuan kami bertemu dengan beberapa teman lainnya di sana. Kemudian kami masuk dan booking satu ruangan untuk berkaraoke selama beberapa jam,” kata A mengawali kesaksian.
“Selama di dalam sudah ada minuman yang disiapkan, dan saya diberikan minuman tersebut, hingga saya sudah pusing. Seingat saya, saya minta untuk pulang. Selama perjalanan sampai di kantor sudah dalam keadaan mabuk, kemudian ER antar ke dalam kantor,” lanjutnya.
“Di kantor saya menempati satu ruangan untuk pribadi. Setelah di dalam kantor saya mencari kunci kamar tapi kunci kamar di atas sudah tidak ada akhirnya saya tidur di dapur dekat kamar mandi. Setelah saya tidur di dapur/dekat kamar mandi saya sudah tidak sadar apa-apa karena mabuk,” ungkapnya.
“Keesokan pagi saya sadar, sudah berada di kamar dan sudah berganti baju tidur. Saya sadar dan bangun karena ada seorang bapak (almarhum Abba Mansyur) yang memberitahu saya bahwa tadi malam ada ER yang diduga pelaku mengantar saya pulang. ER mengantar saya dan membuka kamar saya dan ER juga sempat tidur di kantor dan minum kopi,” kata A.
“Saksi sempat melihat ER melakukan beberapa aktivitas setelah memasukan saya di kamar, dia sempat bikin kopi dan sarapan juga tidur dengan membuka bajunya,” lanjut A.
“Menurut saksi setelah saksi pamit untuk istirahat di ruangan lain, beberapa saat kemudian pintu kamar saya tertutup dan terkunci, sejak itu saksi tahu oknum tersebut tidak ada di ruangan tamu lagi.” kisah A.
Ia melanjutkan, sejak kejadian itu beberapa hari kemudian ER, oknum yang diduga pelaku tersebut kembali kepada rutinitasnya bekerja sebagai staf kampanye di kantor Walhi Nasional di Jakarta.
Namun sepeninggal ER, A mengaku merasakan sesuatu yang janggal atas kejadian malam itu.
“Sejak malam itu saya merasa tidak tenang hingga empat bulan saya baru sadar tidak haid (datang bulan). Setelah saya tes kehamilan ternyata hasilnya positif (+), sama dengan ciri-ciri seorang wanita yang sedang hamil. Kemudian saya cek ke dokter kandungan dan ternyata benar saya sedang hamil empat bulan,” ungkap A.
Kata A, berbagai usaha berkomunikasi dengan oknum tersebut untuk meminta pertanggung-jawaban tidak membuahkan hasil. Malahan menururut A, oknum tersebut minta untuk menggugurkan kandungannya, dan memberi biaya Rp1.500.000.
Merasa tindakan tersebut merupakan suatu kesalahan, korban A memilih untuk menjaga kandungannya.
“Uang tersebut tidak saya gunakan untuk menggugurkan kandungan, melainkan saya memutuskan untuk melahirkan,” ungkap A.
Namun, menurut A, upaya untuk memintah pertanggung-jawaban terus dilakukan, termasuk ketika dirinya cuti, atau pada pertemuan KNIH 2014 hingga usaha mediasi dari Direktur EN Walhi, namun ER tidak pernah menunjukkan itikad baik untuk bertanggung jawab.
“Tiba saatnya anak saya lahir 9 bulan 1 minggu saya masih berharap oknum tersebut mau bertanggung-jawab, ternyata tetap tidak. Terakhir saya dan keluarga mengurusnya sendiri tanpa tanggung jawab dari ER,” lirih A.
Lanjutnya, merasa tidak mendapatkan keadilan di internal organisasi, maka 6 Juni 2023 lalu, A berani melayangkan surat keberatan dan pengeluhan kepada Walhi Nasional, meskipun sampai saat ini proses perlindungan terhadap saksi korban dan anaknya tidak kunjung dilakukan.
Kedatangan delegasi Walhi Nasional yang mendatangi A untuk melakukan klarifikasi dan investigasi, menurut A jelas hanya berpatokan kepada siapa dalang yang melakukan pengiriman surat ke Walhi Nasional tersebut, bukan pada substansi. Sementara trauma yang berkepanjangan yang dialami korban dan anaknya tidak dijamin oleh delegasi Walhi Nasional dan penasihat-penasihat hukumnya.
“Dalam surat tahun yang lalu baru direspon saat ini. Pertemuan itu berlangsung di Papa Ong, kawasan Megamas Manado, Jumat (12/7/2024) pekan lalu,” ungkap A.
A mengaku kecewa dengan tim Walhi Nasional, terlebih tim tidak terbuka, juga tidak menunjukan klarifikasi oknum pelaku dalam forum internal Walhi dan belakangan diketahui oknum masih bekerja di jejaring Walhi Nasional secara aktif.
Didampingi kuasa hukumnya, A akan menuntut keadilan menempuh jalur hukum dengan melapor kepada pihak kepolisian dan dirinya menyatakan bersedia untuk dilakukan tes DNA.
Sementara kuasa hukum korban, Febro Takaendengan, S.H, mengatakan akan melakukan pendampingan terhadap A atas proses kasus ini melalui pelaporan di kepolisian.
“Setelah saya mempelajari, ada dua orang itu yang membawa ibu dalam keadaan tidak sadar, kedua juga saya yakin polisi juga sangat mengetahui cara penanganan kasus kekerasan atau perkosaan, apalagi sudah di dalam kamar. Nanti tindak lanjut memang jadi kewenangan dari penyidik. Karena untuk meminta tes DNA itu kebanyakan kewenangan dari aparat penegak hukum,” ucap Takaendengan.
“Jadi kami akan berusaha untuk melaporkan hal ini dengan bukti-bukti autentik, bukti-bukti awal yang ada, karena ada dua orang yang membawa ibu ini dalam keadaan tidak sadar ke tempat kantor di Walhi, juga ada satu orang yang memang dia tahu juga sampai di kamar itu, keterangan dari saksi yang awal itu,” lanjutnya.
“Kalau sudah dalam kamar, apalagi sudah ada bukti sampai ibu ini bisa hamil, itukan menuju ke arah sana, itu dalam keadaan tidak berdaya ibu ini. Jadi menurut KUHP itu ada di pasal 286 atau KUHP yang baru, itu mungkin di pasal 473, nanti dari bukti-bukti awal itu kami akan coba sampaikan ke pihak kepolisian, nanti untuk penyelidikan dan penyidikan selanjutnya kami serahkan ke aparat penegak hukum. Tapi kami yakin pasti ini akan ditemukan,” jelas Takaendengan optimis. (***/JerryPalohoon)