Manado, BeritaManado.com — Sulawesi Utara merupakan provinsi yang memiliki kekayaan alam yang besar baik hasil pertanian, hasil perkebunan, hasil tambang maupun hasil kelautan dan perikanan.
Selain itu, Provinsi Sulawesi Utara memiliki letak geografis yang sangat strategis dimana lokasinya diwilayah utara yang paling luar yang berbatasan dengan negara Filipina dan relatif dekat dengan negara-negara seperti Jepang, China, Korea dan Vietnam.
Keunggulan lain dari Provinsi Sulawesi Utara adalah telah memiliki infrastruktur yang cukup memadai dimana memiliki Pelabuhan Bitung dan bandara Sam Ratulangi dengan standar Internasional.
Dengan demikian seharusnya provinsi Sulawesi Utara sudah siap untuk melakukan kegiatan perdagangan internasional yang mandiri dan tidak tergantung dengan wilayah lain seperti Jakarta atau Bali.
Kekayaan alam yang melimpah dan didukung oleh letak geografis yang strategis ini ternyata belum bisa dimanfaatkan secara optimal khususnya terkait dengan perdagangan antar negara (ekspor dan impor).
Kegiatan ekspor dan impor khususnya terkait ekspor hasil alam seperti hasil pertanian dan kelautan serta perikanan selama ini tidak langsung dilakukan dari Manado tetapi dilakukan melalui wilayah lain seperti Jakarta dan Bali.
Khusus ekspor Kelautan dan perikanan Provinsi Sulawesi Utara yang melalui Bandara Sam Ratulangi, tujuan ekspor mayoritas adalah 80 persen ke negara Jepang.
Namun sangat disayangkan kegiatan ekspor yang dilakukan sebelum direct call export harus melalui Bandara Soekarno Hatta di Banten dan Bandara Ngurah Rai di Bali.
Akibatnya, proses tersebut membutuhkan waktu sekitar 24-30 jam termasuk waktu transit agar barang tersebut sampai ke Jepang.
Padahal secara letak geografis, Bandara Sam Ratulangi jauh lebih dekat dengan Jepang yaitu hanya 5.5-6 jam.
Dengan demikian, apabila ekspor dilakukan melalui Jakarta dan Bali maka akan terlihat barang ekspor bolak balik saja melalui kota Manado.
Dampak lain dari kegiatan ekspor yang harus melalui Jakarta dan Bali adalah
• Biaya logistik yang tinggi karena waktu tempuh yang lama;
• Kualitas barang menurun karena lamanya waktu perjalanan;
• seringnya pembatalan ekspor yang diakibatkan tidak mendapat slot cargo dari maskapai penerbangan.
Semua hal diatas pada akhirnya akan menurunkan daya saing dari produk ekspor provinsi Sulawesi Utara dibandingkan dengan produk dari negara lain.
Dalam rangka mendorong perkembangan dan daya saing produk provinsi Sulawesi Utara dan wilayah Indonesia Timur maka diperlukan terobosan yang memanfaatkan letak geografis, kekayaan alam yang melimpah khususnya perikanan dan infrastruktur yang sudah ada.
Terobosan tersebut berupa adanya penerbangan langsung dari Bandara Sam Ratulangi menuju tujuan ekspor mayoritas provinsi Sulawesi Utara yakni negara Jepang melalui Direct Call Export.
Penerbangan langsung ini sudah menjadi mimpi lama masyarakat Sulawesi Utara yang menghendaki barang ekspornya langsung menuju Jepang dan China karena dengan adanya direct call export ini, banyak manfaat yang dirasakan yaitu:
• Waktu tempuh yang hanya 5,5-6 jam
• Turunnya biaya logistik;
• Terjaminnya kualitas barang export;
• Adanya kepastian Slot Cargo.
Perjuangan untuk mewujudkan direct call export ternyata tidak segampang membalikan tangan dan perlu usaha ekstra untuk mewujudkan keinginan tersebut.
Oleh sebab itu, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Sulawesi Bagian Utara (Sulbangtra) beserta jajaran sejak awal menginginkan agar direct call export ini bisa segera terwujud terutama untuk ekspor produk perikanan.
“Untuk mewujudkan direct call export maka Kantor Wilayah DJBC Sulbagtara beserta jajaran melakukan sinergi dengan semua instansi yang terkait di provinsi Sulawesi Utara seperti BKIPM Manado, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Komandan Lanud Sam Ratulangi, para eksportir, Angkasa Pura, Otoritas Bandara serta para agen penerbangan,” ujar Cerah Bangun selaku Kepala Kantor Wilayah DJBC Sulbangtra, Rabu (23/9/2020).
Sinergi antar instansi tersebut yang didukung penuh oleh Gubernur Sulawesi Utara dan Pimpinan Garuda Indonesia, telah melakukan serangkaian kegiatan pertemuan dan koordinasi baik secara informal maupun formal untuk mewujudkan mimpi masyarakat Sulawesi Utara tersebut yang pada akhirnya disepakati bersama sebagai berikut:
• Direct Call Export secara perdana dimulai pada hari Rabu, 23 September 2020
• Diawal akan dilakukan sekali dalam satu minggu disetiap hari Rabu;
• Menggunakan Pesawat Airbus A330-200
• Flight Number GIA – 8800 / GIA-8810 dengan ETD 23.40;
• Perkiraan waktu tempuh 5.5 sampai dengan 6 jam
• Batas Minimum daya angkut sebanyak 5 Ton
• Batas maksimum daya angkut sebanyak 15 Ton
Dengan adanya direct call export maka selain manfaat berupa kecepatan waktu pengiriman dan terjaminnya kualitas barang, eksportir akan diuntungkan dengan menurunnya biaya logistik dengan perkiraan sebesar 35 persen sampai dengan 50 persen.
“Besarnya penurunan biaya logistik ini tentu saja akan berpengaruh terhadap daya saing produk Sulawesi Utara di Jepang,” kata Cerah Bangun.
Harapan selanjutnya setelah ekspor perdana ini yaitu Direct Call Export ini akan terus berkesinambungan dan jumlah penerbangan bisa diperbanyak, tidak hanya satu kali satu minggu tapi bisa lebih dari satu kali dalam satu minggu.
Terbentuknya interkoneksi yang menghubungkan Bandara Sam Ratulangi dengan bandara lainnya di daerah Indonesia Timur dan Tengah seperti Makasar, Gorontalo, Ternate, Luwuk, Ambon dan Sorong juga disebut Cerah Bangun sangat diharapkan.
Dengan dimulainya direct call export, makan selanjutnya, tidak hanya ke Jepang tapi bisa juga ke daerah utara lainnya seperti China, Korea Selatan, Filiphina dan Honolulu.
“Selain itu yang jadi harapan juga adalah Bandara Sam Ratulangi pada akhirnya akan menjadi superhub untuk wilayah Indonesia Timur dan Tengah sesuai yang diinginkan oleh Presiden Joko Widodo dan tentunya masyarakat Sulawesi Utara,” pungkas Cerah Bangun.
(***/srisurya)