Kotamobagu, Beritamanado.com— Oknum Kepala Dinas berinisial AB alias Abdul warga Desa Dumoga ditangkap oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotamobagu pada Jumat (20/12/2024) malam usai meminta sejumlah uang kepada Tiga Kepala Desa yang berada di Kabupaten Bolaangmongondow.
Penangkapan tersebut dilakukan berawal dari laporan masyarakat yang menyebut pelaku AB sering menakut-nakuti para tiga kepala desa (sangadi) yakni Desa Werdhi Agung Utara, Werdhi Agung Selatan dan Werdhi Agung Timur.
Pelaku mengaku utusan dari Korps Adhyaksa yang akan melakukan pemeriksaan (audit) kepada sejumlah Kepala Desa jika tidak memberikan sejumlah uang.
“Modus ini digunakan untuk meminta uang dengan dalih akan diserahkan kepada pihak kejaksaan,” kata Kejari Kotamobagu Elwin Agustian Kahar kepada sejumlah awak media pada Sabtu (21/12/2024) malam.
Usai menerima laporan dari masyarakat, Tim Intelijen Kejari Kotamobagu melakukan penyelidikan dan mendapatkan informasi bahwa pelaku akan melakukan transaksi di depan Rumah Dinas Walikota Kotamobagu yang berada di Alun-Alun Boki Hotinimbang dengan seorang Sekretaris Desa (Sekdes) Werdhi Agung Selatan berinisial IWS.
“Tim Intel sudah terlebih dahulu berada dilokasi dan mendapati mobil dinas Toyota Rush putih milik AB telah terparkir lokasi bersama korban dengan membawa tas selempang dan akan melakukan serah terima uang dengan pelaku. Korban dan pelaku langsung diamankan ke kantor kejaksaan untuk dilakukan pemeriksaan,” ujar Kejari Elwin.
Dari hasil interogasi, pelaku yang merupakan Kepala Dinas Aktif dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) sebelumnya telah meminta uang senilai Rp 20 juta dari tiga desa di Kecamatan Dumoga untuk “mengamankan” mereka dari audit.
“Dari penangkapan OTT tersebut, tim menyita Uang tunai Rp 17,600,000, Dua ponsel (iPhone 13 Pro Max dan Samsung Note 9), Laptop Lenovo, Satu unit mobil Toyota Rush DB 1266 D serta Tas selempang berisi uang Rp 8,500,000. Pelaku menggunakan dua akun WhatsApp dalam satu ponsel untuk menciptakan percakapan palsu, seolah-olah komunikasi tersebut berasal dari pihak kejaksaan. Pelaku dijerat Pasal 12 huruf b dan huruf e UU No. 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika terbukti bersalah, pelaku terancam hukuman berat atas tindakan pemerasannya terhadap sejumlah aparat desa,” tutupnya.
(Horas Napitupulu)