Tomohon, BeritaManado.com — Sejarahwan terkenal asal Bumi Nyiur Melambai Hendrikus Benedictus Palar atau yang lebih dikenal dengan sapaan Ben Palar mengakui bahwa Langowan adalah titik awal kembalinya misi Katolik di Tanah Minahasa.
Diwawancarai secara ekslusif BeritaManado.com, Selasa (16/7/2019) di kediamannya Kelurahan Paslaten, Ben Palar mengungkapkan informasi penting terkait dengan peristiwa yang terjadi sektiar 151 tahun lalu.
Dikatakannya, dalam perkembangan kekatolikan di Minahasa, Tomohon memang menjadi pusat misi para misionaris Jesuit dan MSC, akan tetapi permulaan misi kembalinya iman Katolik justeru dari Langowan yang melibatkan misionaris bernama Pater Johanes de Vries SJ dan seorang awam pensiunan Tentara KNIL Daniel Mandagi.
Menurut Palar sekitar 10 tahun sebelum kedatangan Pater Johanes de Vries SJ ada sebuah peraturan yang diterapkan Pemerintah Belanda bahwa seorang anak protestan boleh dibaptis oleh Pendeta jika pernikahan orangtuanya dicatatatkan di catatan sipil.
Dengan demikian, Pendeta Protestan sekalipun tidak bisa memberikan pelayanan pembaptisan meski seorang anak itu beragama Protestan, karena kebanyakan dari orang-orang Langowan itu hanya menikah secara adat dan tidak terdaftar di catatan sipil sebagaimana ditentukan dalam peraturan sebagaimana dimaksud.
Peraturan tersebut sudah ada sektiar 10 tahun sebelum kedatangan Pater Johanes de Vries SJ datang ke Langowan.
“Jadi apa yang dilakukan Pater Johanes de Vries SJ itu juga sebenarnya sudah melanggar peraturan yang ada waktu itu. Hanya saja kenekatannya itu berdasarkan motto dari para misionaris Jesuit yaitu demi keselamatan jiwa-jiwa (Salute Animarum). Motivasi inilah yang mendobrak aturan dengan segala risiko yang harus diterima,” ungkap Palar.
Keberanian Pater Johanes de Vries SJ itu akhirnya berhasil mempermandikan ratusan orang dan hal inilah yang rupanya menjadi semacam ketakutan dari para Pendeta Zendeling waktu itu karena sudah cukup banyak anggota jemaatnya yang dibaptis secara Katolik.
Menurut sumber lain, kabar inipun sampai kepada para petinggi Pemerintah Hindia Belanda di Batavia (Jakarta saat ini) dan tidak hanya Pater Johanes de Vreis SJ yang bisa dibilang dicekal untuk masuk ke Minahasa, Pendeta Abraham Obezs Schaffma pun kena getahnya.
Menrut Buku Yubelium 140 Tahun Permandian Pertama Umat Katolik Langowan yang ditulis John Dion Mandagi, disana diungkapkan bahwa saat tiba di Langowan tanggal 18 Septermber 1868, Pater Johanes de Vries SJ tinggal menumpang di rumahnya Pendeta Schaffma dan di tempat yang sama dilakukan Misa dan upacara pembaptisan pada 19 Septermber 1868.
Momentum inilah yang melahirkan pertanyaan besar bahwa mengapa Pendeta Schaffma tidak melarang Pater Johanes de Vries SJ melakukan Misa dan upacara pembaptisan waktu itu, apalagi yang dibaptis itu sebagian besar adalah orang-orang Protestan.
Mungkinkah, apa yang dipikirkan Pendeta Schaffma sejalan dengan motto para misionaris Jesuit, hal itu tentunya membutuhkan penelitian lebih dalam dari berbagai sumber sejarah.
“Lepas dari kontroversi yang ada di dalam tubuh komunitas Katolik dan Protestan, itulah sejarah yang harus dicatat dan diwariskan kepada anak cucu, agar bisa belajar sesuatu daripadanya,” tuturnya.
(Frangki Wullur)