Jakarta, BeritaManado.com — Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang diberlakukan setiap tahun di Indonesia merupakan kebijakan pemerintah untuk menekan angka perokok.
Namun menariknya, bukti menunjukkan bahwa langkah itu ternyata jauh dari kata efektif.
Pasalnya, meski tarif cukai rokok meningkat signifikan, jumlah perokok tidak berkurang.
Peningkatan tarif cukai justru membuat perokok beralih ke rokok yang lebih murah atau ke rokok ilegal.
Dengan kata lain, tarif cukai rokok yang tinggi ini ternyata merupakan salah satu pemicu pertumbuhan peredaran rokok ilegal.
Data dari Bea Cukai mengungkapkan tren mengkhawatirkan dalam peredaran rokok ilegal.
Pada tahun 2022, Bea Cukai berhasil mengamankan 12,43 juta batang rokok ilegal, dengan potensi kerugian negara mencapai Rp9,42 miliar.
Angka ini meningkat pada tahun 2023 menjadi 13,09 juta batang, dengan potensi kerugian yang lebih besar, yaitu Rp12,71 miliar.
Hingga September 2024, jumlah rokok ilegal yang diamankan bahkan mencapai 13,69 juta batang.
Menurut kajian Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, ada hubungan signifikan antara harga dan permintaan rokok.
Konsumen rokok golongan I yang lebih sensitif terhadap harga cenderung beralih ke rokok golongan II dan III yang lebih terjangkau.
Hal ini menunjukkan bahwa meski harga rokok resmi naik, perilaku konsumsi rokok secara keseluruhan tidak berubah drastis.
Direktur PPKE UB, Prof Candra Fajri Ananda menekankan bahwa kebijakan kenaikan tarif cukai perlu dipertimbangkan dengan hati-hati.
Meningkatkan harga rokok hanya akan membuat perokok beralih ke produk yang lebih murah atau ilegal yang justru mengancam efektivitas kebijakan kesehatan masyarakat.
“Hasil analisis tersebut selaras dengan perkembangan industri tembakau, di mana penurunan produksi terjadi paling besar pada golongan I sehingga berdampak juga pada penurunan penerimaan CHT,” kata Prof Candra, dikutip dari Suara.com jaringan BeritaManado.com, Senin (4/11/2024).
Menurut Prof Candra, ketika harga rokok golongan I naik akibat kenaikan cukai, banyak konsumen yang justru memilih rokok dari golongan yang lebih murah (downtrading).
Kebijakan ini ternyata tidak mengurangi konsumsi, namun justru mendorong pergeseran preferensi konsumen.
Selain itu, kebijakan cukai yang terus naik dalam beberapa tahun terakhir, terutama yang terhitung double digit disebut telah mencapai titik optimum.
Kenaikan lebih lanjut dinilai tidak lagi efektif menurunkan konsumsi.
“Konsumen cenderung beralih ke rokok ilegal atau produk dengan harga lebih murah (downtrading). Hal ini tidak hanya mengurangi volume produksi rokok legal tetapi juga berpotensi menurunkan penerimaan negara dari CHT,” imbuh dia.
Laporan PPKE UB tahun 2023 menunjukkan bahwa ada lebih dari 40 persen konsumen rokok di Indonesia yang mengaku pernah membeli rokok tanpa pita cukai.
Temuan ini menunjukkan bahwa kebijakan tarif cukai selama ini tidak maksimal, bahkan terkesan telah memperburuk situasi.
“Ini menjadi indikasi bahwa kebijakan cukai yang terlalu ketat dapat memperparah peredaran rokok ilegal dan menimbulkan kerugian bagi negara,” jelas Prof Candra.
Pendapat serupa diutarakan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Novat Pugo Sambodo.
Kebijakan kenaikan cukai rokok yang tinggi beberapa tahun belakangan, kata dia, justru mendorong downtrading di kalangan konsumen.
Banyak perokok yang beralih ke produk rokok yang lebih murah, termasuk rokok ilegal.
“Kebanyakan produk yang dikonsumsi masyarakat bawah pada rokok bersifat inelastis. Tidak mengapa turun kualitas, yang terpenting tetap merokok,” beber dia.
Novat berpendapat bahwa keputusan pemerintah yang tidak menaikkan tarif CHT serta melakukan penyesuaian Harga Jual Eceran (HJE) pada tahun 2025 adalah langkah yang tepat untuk merespons tren downtrading yang semakin marak.
Menurutnya, fenomena downtrading ini terlihat dari penurunan produksi, di mana rokok golongan I yang terkena cukai lebih tinggi produksi menurun sebesar 14 persen.
Sebaliknya, rokok golongan II dan III, yang lebih terjangkau justru mengalami peningkatan produksi sebesar 11,6 persen dan 28,2 persen.
“Keputusan untuk tidak menaikkan CHT dan melakukan penyesuaian HJE di tahun 2025 merupakan upaya pemerintah untuk meminimalisir atau mengurangi tren downtrading dan menjaga stabilitas harga, sehingga diharapkan dapat menahan laju perpindahan konsumen ke rokok dengan harga yang lebih rendah,” pungkas dia.
(jenlywenur)