Manado – Menjaga keragaman harus menggunakan sistem demokrasi. Indonesia sejak kemerdekaan mengalami beberapa kali sistem demokrasi yakni
demokrasi konstitusional, liberal, terpimpin dan teritorial.
Meski demikian menurut Ifdal Kasim, Kedeputian V Kantor Staf Presiden RI, masyarakat Indonesia mengalami kesulitan melaksanakan demokrasi konstitusional diakibatkan terbayang-bayang pada demokrasi yang dipreteli pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun.
“Di masa pemerintahan Jokowi terdapat masalah menonjol akibat revolusi di timur tengah seperti isu kekhalifaan berimbas pada negara-negara mayoritas muslim,” jelas Ifdal Kasim pada Urun Rembug Tokoh Pers tentang Masalah Bangsa dalam rangka Sosialisasi Kompetisi Nasional Media dengan tema Cepat Majulah Bangsaku! di Hotel Aryaduta Manado, Kamis (5/9/2019).
Isu-isu tersebut, lanjut Ifdal Kasim, memengaruhi proses politik dan demokrasi di Indonesia dengan munculnya kelompok kelompok garis keras. Isu Islamisme dan lainnya ikut memengaruhi proses demokrasi.
“Juga gagasan menampilkan kekhasan daerah misalnya penghidupan kembali institusi lama, termasuk kelompok separatisme,” terang Kasim.
Ifdal Kasim mengungkapkan langkah yang harus dilakukan yaitu tetap membuka ruang menyampaikan perbedaan perbedaan yang baik. Ekspresi menyampaikan pendapat harus dijamin pemerintah.
“Pemerintah berikan pemahaman lebih baik mempertahankan persatuan dan kesatuan berdasarkan Pancasila. Sekarang ada BPIP. Agar negara tidak memonopoli maka perlu intepretasi masyarakat membangun kesadaran,” jelas Kasim.
Diskusi juga menghadirkan pembicara tokoh masyarakat yang juga mantan Ketua Dewan Pers Bagir Manan, Pemred Redaksi Beritasatu.com Primus Dorimulu dan pendiri Content Creative Indonesia Imam Wahyudi, dimoderatori anggota Dewan Pers Agus Sudibyo.
(JerryPalohoon)