Manado, BeritaManado.com – Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Rabu, (7/11/2023), mengeluarkan putusan terkait gugatan sejumlah pihak tentang dugaan tidak netral Ketua MK dan Anggota MK dalam putusan 90/2023 tentang syarat usia pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
Sangsi pemberhentian dari jabatan sebagai Ketua MK diberikan kepada Anwar Usman, Ketua MK, dan teguran lisan diberikan kepada 8 anggota MK yang lain.
Anwar Usman diberhentikan dari jabatannya sebab terbukti melakukan pelanggaran etik berat dalam kaitannya dengan Putusan MK 90/2023.
Sementara 8 hakim yang lain hanya mendapatkan teguran lisan.
Menyikapi putusan tersebut, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia), Jeirry Sumampow menyebutkan sangsi pemberhentian dari jabatan Ketua MK yang diberikan kepada Anwar Usman, tidak begitu tepat.
“Dalam hal ini saya sependapat dengan disenting opini dari Prof Bintan Saragih, anggota MKMK. Mengingat MKMK menemukan terjadinya pelanggaran berat, maka sangsi yang tepat adalah pemberhentian dari keanggotaan Hakim MK,” ujar Jeirry Sumampow, kepada BeritaManado.com, Rabu (8/11/2023).
Menurut Jeirry, selain menilai perilaku Hakim MK, MKMK juga dimaksudkan untuk mengembalikan kehormatan dan kewibawaan MK yang tercoreng karena perilaku tak etis Ketua MK.
“Dalam hal ini, saya menilai bahwa sangsi yang diberikan kepada Ketua MK tak akan bisa memulihkan kehormatan dan kewibawaan MK. Sebab Ketua MK yang telah divonis melakukan pelanggaran etik berat masih saja tetap berada disana meski dilarang mengikuti mengadili sidang terkait kasus tersebut,” ujarnya.
Jeirry Sumampouw menilai, agak sulit bagi publik untuk percaya lagi kepada MK ke depan.
Hal ini disebabkan masih ada kemungkinan yang bersangkutan mempengaruhi proses sidang dan putusan lain ke depan sebagaimana yang terjadi dalam kasus syarat usia tersebut.
Ia menyebutkan, alasan MKMK bahwa jika diberhentikan, maka ada kemungkinan yang bersangkutan akan melakukan banding, mestinya tak jadi pertimbangan penting putusan.
“Saya berpendapat bahwa biarkan saja yang bersangkutan melakukan banding jika merasa kurang puas dengan sangsi yang diberikan, itu adalah hak beliau sesuai aturan yang berlaku. Nanti proses banding yang akan menentukan apakah putusan MKMK ini sudah tepat atau tidak. Katanya, kebenaran selalu akan menemukan jalannya sendiri,” tambah Jeirry lagi.
Pemerhati pemilu ini memberi saran agar Anwar Usman mengundurkan diri dari keanggotaan Hakim MK yang terhormat.
Meski putusan tersebut tak bisa membatalkan Putusan MK Nomor 90, tapi fakta bahwa terjadi pelanggaran etik berat merupakan soal yang sangat serius.
Namun begitu, Jeirry berpendapat bahwa putusan MKMK ini secara langsung menunjukkan kepada publik bahwa dalam proses pengambilan putusan 90 tersebut terjadi tindakan yang tidak benar dan tidak terpuji, terjadi pelanggaran etik berat.
Ia menilai ada ‘persekongkolan jahat’ antara beberapa Hakim MK dalam memutuskan kasus tersebut sehingga Putusan 90 dinilai cacat secara etik.
“Dengan demikian maka pencalonan Gibran Rakabumi Raka, juga tidak etis atau cacat moral karena persyaratan terkait usia diambil lewat sebuah proses pengadilan yang tak bermoral dan beretika. Akibatnya, ada masalah etik moral yang sangat serius terkait dengan pencalonan Gibran Rakabumi Raka sebagai Calon Wakil Presiden dari Prabowo Subianto. Jadi secara etik moral pencalonan Gibran Rakabumi Raka mestinya batal,” tutup Jeirry.
(***/Finda Muhtar)