AMURANG—Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Amurang di Mobongo, Kelurahan Kawangkoan Bawah Kecamatan Amurang masih bisa disebut ilegal. Pasalnya, kapal-kapal ikan yang sandar di PPI pun belum dikenai retribusi. Termasuk, untuk pembongkaran ikan dari kapal jenis ‘Pajeko’ belum dikenai retribusi. Akibatnya, sejak PPI dibangun belum ada pemasukan pajak. Seperti halnya PAD dari PPI Amurang belum jelas pula.
‘’Kami tahu, bahwa pihak DPRD Minsel sedang menindaklanjuti draf Ranperda retribusi PPI. Hanya saja, pembahasan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Minsel yang sudah berjalan sejak tahun 2011 belum selesai. Akibatnya, para pengusaha perikanan terpanggil untuk menanyakan jenis retribusi ranperda yang berimplikasi pemasakun PAD. Kami pertanyakan, sejauh manakah keterlambatan pembuatan ranperda tersebut,’’ tanya Andries Durandt, pengusaha perikanan Amuran.
Menurut Durandt, bahwa sebetulnya kami pengusaha sangat ingin membantu Pemkab Minahasa Selatan. Dalam arti, ada pemasukan PAD berasal dari penjualan ikan ke tibo-tibo. Namun hingga kini, belum ada payung hukumnya.
‘’Coba seandainya, payung hukum PPI sudah ada sejak dibangunnya. So pasti, telah ada pemasukan PAD. Akan tetapi, sejauh pengamatan kami bahwa rancangan ranperda tentang retribusi PPI belum selesai dibahas oleh pansus DPRD Minsel. Masakan, pembahasan sudah sejak tahun 2011 belum juga selesai,’’ ungkap Durandt yang telah berkecimpung di usaha ini selama 15 tahun.
Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Minsel Edwin Lonteng, SPd Msi ikut membenarkannya. ‘’Itu benar, namun sampai saat ini Pansus di DPRD Minsel sementara membahas. Sebetulnya, tahun 2011 lalu sudah selesai. Tetapi, ada beberapa kendala sehingga penyelesaiannya tertunda. Namun demikian, dipastikan dalam dekat ini sudah akan selesai. Sekalian, PPI khususnya retribusi akan diterapkan bagi pengusaha perikanan di Minsel,’’ ungkap Lonteng. (and)
AMURANG—Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Amurang di Mobongo, Kelurahan Kawangkoan Bawah Kecamatan Amurang masih bisa disebut ilegal. Pasalnya, kapal-kapal ikan yang sandar di PPI pun belum dikenai retribusi. Termasuk, untuk pembongkaran ikan dari kapal jenis ‘Pajeko’ belum dikenai retribusi. Akibatnya, sejak PPI dibangun belum ada pemasukan pajak. Seperti halnya PAD dari PPI Amurang belum jelas pula.
‘’Kami tahu, bahwa pihak DPRD Minsel sedang menindaklanjuti draf Ranperda retribusi PPI. Hanya saja, pembahasan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Minsel yang sudah berjalan sejak tahun 2011 belum selesai. Akibatnya, para pengusaha perikanan terpanggil untuk menanyakan jenis retribusi ranperda yang berimplikasi pemasakun PAD. Kami pertanyakan, sejauh manakah keterlambatan pembuatan ranperda tersebut,’’ tanya Andries Durandt, pengusaha perikanan Amuran.
Menurut Durandt, bahwa sebetulnya kami pengusaha sangat ingin membantu Pemkab Minahasa Selatan. Dalam arti, ada pemasukan PAD berasal dari penjualan ikan ke tibo-tibo. Namun hingga kini, belum ada payung hukumnya.
‘’Coba seandainya, payung hukum PPI sudah ada sejak dibangunnya. So pasti, telah ada pemasukan PAD. Akan tetapi, sejauh pengamatan kami bahwa rancangan ranperda tentang retribusi PPI belum selesai dibahas oleh pansus DPRD Minsel. Masakan, pembahasan sudah sejak tahun 2011 belum juga selesai,’’ ungkap Durandt yang telah berkecimpung di usaha ini selama 15 tahun.
Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Minsel Edwin Lonteng, SPd Msi ikut membenarkannya. ‘’Itu benar, namun sampai saat ini Pansus di DPRD Minsel sementara membahas. Sebetulnya, tahun 2011 lalu sudah selesai. Tetapi, ada beberapa kendala sehingga penyelesaiannya tertunda. Namun demikian, dipastikan dalam dekat ini sudah akan selesai. Sekalian, PPI khususnya retribusi akan diterapkan bagi pengusaha perikanan di Minsel,’’ ungkap Lonteng. (and)