Manado, BeritaManado.com — Pemerintah segera memberlakukan opsen pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) tahun 2025.
Kepala Badan pendapatan daerah (Bapenda) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) June Silangen mengungkapkan, opsen pajak merupakan pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu.
Mengutip dari Modul Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), opsen pajak daerah menggantikan mekanisme bagi hasil pajak provinsi (PKB dan BBNKB) kepada Kabupaten Kota.
Ketikan menggunakan skema opsen tersebut pada akhirnya, tahun 2025 tidak ada lagi sistem bagi hasil khusus Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.
Setiap kali terjadi transaksi penerimaan pajak kendaraan bermotor maupun bea balik nama kendaraan bermotor, uang yang diterima itu langsung ada proses picing penerimaan ke RKUD masing-masing Kabupaten Kota.
“Jadi tidak lagi ditampung di Provinsi, Provinsi hanya benar-benar menerima 12% BBNKB sedangkan yang 66% atas 12% langsung masuk ke RKUD Kabupaten, Kota,” ungkap June saat rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPRD Sulut.
Lanjut June, kebijakan pemerintah pusat adalah salah satu bentuk penguatan fiskal dari pemerintah Kabupaten dan Kota melalui pajak daerah Provinsi Sulawesi Utara mengingat bagi hasil yang dulunya diterapkan dengan skema pola pemerataan, juga berdampak ke Kabupaten, Kota.
“Namun ketika berlaku skema opsen, tidak ada lagi pemerataan. Artinya bahwa, ketika ada Kabupaten dan Kota dengan potensi yang kecil, akan berdampak sangat luar biasa terhadap penerimaan dari sisi opsen PKB dan BBNKB,” terang June.
“Jadi disarankan, kendaraan-kendaraan yang beredar di Kabupaten dan kota yang berasal dari luar daerah itu, wajib mutasi ke wilayahnya,” kata June.
Dalam skema opsen yang akan diterapkan pada tahun 2025 itu juga mengubah jangka waktu pengurusan kendaraan baru .
“Hitungannya, kalau duku masih menggunakan waktu 30 hari kerja, sementara pada skema tahun 2025 kita menggunakan waktu 30 hari kalender,” jelas June.
Hal ini pun akan berdampak baik di mana, dalam sistem sendiri lebih mudah ketika menggunakan hari kalender, dibandingkan dengan menggunakan hari kerja justru lebih sulit ketika ada hari libur, cuti bersama dan sebagainya.
(Erdysep Dirangga)