Manado – Terkait pernyataan Syarifudin Saafa, ketua DPW PKS Sulut pada pemberitaan sebelumnya yang menuding KPU Manado “plin plan” dalam pengambilan keputusan atas status kepesertaan pasangan Jimmy Rimba Rogi dan Boby Daud pada Pilkada Manado, mendapat kritikan dari Yudistira Nusrin, pendukung setia pasangan yang akrab disapa Imba-Boby. Baca: (Syarifudin Saafa: Penyelenggara Pilkada Manado Jangan “Plin Plan”)
Kepada BeritaManado, Yudistira yang diketahui sebagai salah satu orator dan mediator pada aksi damai yang dilakukan massa pendukung Imba-Boby, Kamis (19/11/15) kemarin yang berujung dicabutnya surat keputusan pengguguran pasangan calon bernomor urut dua ini meminta agar diberikan ruang dalam media ini untuk menanggapi pernyataan Saafa yang menurutnya terkandung 2 hal.
“Menurut saya, ada dua hal yang sifatnya substantif dari pernyataan Syarifudin Saafa. Yang pertama, pernyataan itu terkesan sarat kepentingan politik. Karena pernyataannya keluar justru di saat KPUD Kota Manado menyatakan Imba-Boby memenuhi syarat (MS). Kenapa saat Imba-Bobi di TMS-kan, dia (Saafa, red) tidak mengeluarkan pernyataan KPUD plin plan dan tidak punya pendirian. Padahal keputusan menganulir Imba-Boby seminggu yang lalu adalah keputusan yang kedua setelah 24 agustus lalu KPUD Kota Manado menyatakan Imba-Boby memenuhi syarat?,” ujar Yudistira ketika menghubungi wartawan via BlackBerry Mesangger (BBM).
Selanjutnya kata aktivis muda ini, apa yang dilontarkan Saafa bernuansa provokatif. Padahal dirinya memastikan saat KPU Manado melakukan rapat pleno yang dilakukan secara tertutup, tidak ada intervensi dari pihak manapun dan hal itu turut diakui oleh Kapolresta Kombespol Rio Permana.
“Kedua, pernyataan yang provokatif, karena secara gamblang dia menuding pengambilan keputusan KPUD Kota Manado kemarin yang meloloskan kembali Imba-Boby dilatarbelakangi oleh tekanan. Padahal sebelum pleno tertutup itu, ketua KPUD dengan tegas bicara di depan media bahwa keputusan ini diambil karena pertimbangan hasil sidang etik DKPP di Jakarta 1 hari sebelumnya dan beberapa landasan aturan yang tercantum dalam isi surat keputusan tersebut. Dan pak Kapolresta mengakui juga tidak ada tekanan dan intervensi dalam pengambilan keputusan KPU tersebut,” ujarnya.
“Lagipula pleno pengambilan keputusan waktu itu dijaga ketat oleh ratusan aparat gabungan Polri dan TNI. Jadi pernyataan Saafa tersebut justru bisa memancing kemarahan para pendukung paslon nomor urut 2 yang di usung Golkar dan PAN. Karena dianggap tidak mendasar. Sebagai anggota DPRD, seharusnya Saafa lebih selektif mengeluarkan pendapat,” ptegas Yudistira. (leriandokambey)