Manado, BeritaManado.com – Pemerintah Pusat melalui Presiden Joko Widodo resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020.
Dalam Perppu, menetapkan Pilkada Serentak 2020 digeser Desember 2020.
Di Sulut, sejumlah kabupaten/kota juga akan terlibat pada kontestasi lima tahunan tersebut, termasuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Tetapi, dari kalangan akademisi justru melihat pilkada di ujung tahun sedikit merugikan.
Dosen Kepemiluan Fisip Universitas Sam Ratulangi, Dr Ferry Daud Liando menyebut Desember adalah waktu yang riskan untuk menggelar sebuah hajatan besar di bumi nyiur melambai.
Pasalnya, di saat bersamaan warga akan menggelar perayaan Natal kelahiran Yesus Kristus.
“Khususnya di tanah Minahasa, kesibukan Natal sudah terlihat awal Desember. Banyak perayaan ibadah dan sebagainya,” kata Ferry Liando.
Menurut dia, kondisi itu akan berpengaruh pada tingkat partisipasi pemilih, karena kesibukan umat Nasrani bisa saja membuat malas datang ke TPS, apalagi jika jadwal ibadah bertabrakan.
“Kendala berikutnya adalah faktor cuaca. Kita tahu sendiri kalau Desember itu Sulut musim hujan. Ini juga akan berdampak pada partisipasi,” terangnya.
Belajar dari tahun sebelumnya, hujan lebat dan bencana alam sering terjadi di daerah ini memasuki Desember hingga Januari.
“Mungkin terlalu berlebihan memprediksi, tapi kita harus memikirkan distribusi logistik dan sebagainya. Faktor cuaca cukup penting,” tegas Liando.
Di sisi lain, Fery melihat adanya indikasi agenda terselubung dari pemerintah sehingga memaksakan pilkada pada Desember.
“Itu sangat mepet, karena otomatis agenda harus dimulai Juni. Apakah yakin di bulan itu sudah bebas COVID-19,” bebernya.
Terlepas dari itu, ia turut berpikir positif dan mendukung keyakinan pemerintah tentang itu.
“Berarti ada pegangan dan kajian bahwa penyebaran virus corona berhenti dalam waktu dekat,” tandasnya. (Alfrits Semen)