Manado, BeritaManado.com — Kampanye digital menjadi konsep baru yang diwacanakan pada Pilkada Serentak.
Terlebih jika kontestasi lima tahunan tersebut digelar Desember 2020, dimana belum menjamin pandemi berakhir.
“Sah-sah saja, selama ini kampanye di media sosial juga bukan hal baru,” ujar Dosen Kepemiluan Fisip Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Dr Ferry Liando, Selasa (26/5/2020).
Tetapi lanjut Ferry Liando, kampanye via daring ini tidak boleh menjadi satu-satunya cara.
Penyelenggara pilkada harus mempunyai alternatif lain karena tidak semua masyarakat memiliki akses internet dan sarana pendukung memadai.
“Meski demikian, saya setuju jika kemudian ada instrumen lain yang bisa menjadi sarana komunikasi politik antara calon dan masyarakat, tanpa harus berinteraksi langsung,” jelasnya.
Dikatakan, sejauh ini aturan undang-udang masih mengatur kampanye model lama dengan mempertemukan calon dan publik.
Menurut Liando, di tengah pandemi COVID-19, cara-cara itu rentan dilakukan karena berisiko.
Ia pun berpendapat kampanye untuk gelaran pilkada akhir tahun tidak harus menjadi kewajiban.
“Sebab fungsi kampanye hanyalah memperkenalkan calon kepada publik, kemudian diikuti dengan tawaran program. Jika calon sudah populer, sebetulnya kampanye tidak diperlukan lagi,” terangnya.
Liando menambahkan, cara mempopulerkan calon tidak harus dengan kampanye.
Katanya, jika calon tersebut telah memiliki dedikasi, reputasi dan sering memperjuangkan kepentingan publik sebelum menjadi calon, hal tersebut telah menjadi modal besar.
“Masalahnya banyak calon belum pernah berbuat apa-apa. Mereka inilah akan memanfatakan kampanye mempopulerkan diri secara instan. Bahkan dengan cara-cara terlarang, termasuk menyogok masyarakat dengan politik uang. Apalagi saat ini sebagian masyarakat terkesan pragmatis yakni pilihan politik dipengaruhi oleh uang, atau kesamaan identitas,” tegasnya.
Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin, menjelaskan sampai sekarang belum ada aturan turunan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Menurutnya, KPU lebih dulu harus membuat PKPU yang nantinya menjadi pedoman bagi penyelanggara melaksanakan tahapan.
“Dengan aturan tersebut juga menjadi pegangan kami dari Bawaslu perihal program pengawasan, termasuk penindakan dalam pelanggaran kampanye dan sebagainya,” terang Afifuddin, pada webdiskusi yang digelar Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Manado, belum lama ini.
(Alfrits Semen)