Masih Menggunakan Watak Orde Baru
Manado – Badan Pertahanan Nasional (BPN) sudah tidak lagi dipercaya petani. Kebijakan BPN dinilai lebih mengutamakan pengusaha atau pemilik modal ketimbang petani. Petani sering kalah oleh pengusaha atau pemilik modal dalam sengketa dan konflik tanah. Aksi blokade Jalan Tol Cikampek (11/7/2013) merupakan bentuk protes mereka terhadap sistem, sikap dan kinerja BPN.
“Mereka (Petani) sudah tidak percaya lagi pada BPN. Seharusnya, BPN fair (netral) sebagai pemberi layanan publik,” kata Kepala Departemen Penguatan Organisasi Rakyat Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Ken Yusriansyah.
Menurut Ken, aksi blokade jalan yang dilakukan petani Telukjambe, Karawang, bertujuan mencari simpati publik, keadilan, dan kepastian hukum terhadap kasus mereka. Aksi blokade jalan itu juga bentuk akumulasi kekesalan petani terhadap sistem kinerja BPN yang tidak berpihak kepada mereka. Aksi itu blokade itu dapat dihindari apabila aparat BPN mengerti filosofi reforma agraria.
Dalam filosofi reforma agraria itu, petani dan lahan adalah dua instrumen yang tidak dipisahkan. Apabila keduanya bermasalah yang muncul adalah konflik. Di titik inilah BPN tidak paham tentang reforma agraria. Jika konsep reforma agraria tidak dapat dipahami maka itu sama saja fungsi BPN hanya di bidang administrasi saja.
“Jadi reforma agraria bukan sekadar soal sertifikat tanah saja. Tapi yang lebih penting adalah tentang distribusi tanah. Jika ini tidak dipahami maka konflik dan sengketa akan terus bermunculan pada masa akan datang,” ujar Ken.
Ken juga menyarakankan BPN menggunakan metode baru dalam penyelesaian sengketa dan konflik tanah. Selama ini pola penyelesaian yang digunakan BPN masih menggunakan watak Orde Baru yakni menggunakan pendekatan tangan besi seperti intimidasi dan upaya kriminalisasi. Di bidang kebijakan administrasi juga harus mengalami perbaikan. Selama ini petani Karawang mendapatkan diskriminasi pelayanan hukum di BPN. Padahal mereka mengadukan masalah ini sudah bertahun-tahun. Karena itu tidak heran apabila mereka mengadukan kebijakan BPN ke Komnas HAM. (**/editjerry)
Masih Menggunakan Watak Orde Baru
Manado – Badan Pertahanan Nasional (BPN) sudah tidak lagi dipercaya petani. Kebijakan BPN dinilai lebih mengutamakan pengusaha atau pemilik modal ketimbang petani. Petani sering kalah oleh pengusaha atau pemilik modal dalam sengketa dan konflik tanah. Aksi blokade Jalan Tol Cikampek (11/7/2013) merupakan bentuk protes mereka terhadap sistem, sikap dan kinerja BPN.
“Mereka (Petani) sudah tidak percaya lagi pada BPN. Seharusnya, BPN fair (netral) sebagai pemberi layanan publik,” kata Kepala Departemen Penguatan Organisasi Rakyat Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Ken Yusriansyah.
Menurut Ken, aksi blokade jalan yang dilakukan petani Telukjambe, Karawang, bertujuan mencari simpati publik, keadilan, dan kepastian hukum terhadap kasus mereka. Aksi blokade jalan itu juga bentuk akumulasi kekesalan petani terhadap sistem kinerja BPN yang tidak berpihak kepada mereka. Aksi itu blokade itu dapat dihindari apabila aparat BPN mengerti filosofi reforma agraria.
Dalam filosofi reforma agraria itu, petani dan lahan adalah dua instrumen yang tidak dipisahkan. Apabila keduanya bermasalah yang muncul adalah konflik. Di titik inilah BPN tidak paham tentang reforma agraria. Jika konsep reforma agraria tidak dapat dipahami maka itu sama saja fungsi BPN hanya di bidang administrasi saja.
“Jadi reforma agraria bukan sekadar soal sertifikat tanah saja. Tapi yang lebih penting adalah tentang distribusi tanah. Jika ini tidak dipahami maka konflik dan sengketa akan terus bermunculan pada masa akan datang,” ujar Ken.
Ken juga menyarakankan BPN menggunakan metode baru dalam penyelesaian sengketa dan konflik tanah. Selama ini pola penyelesaian yang digunakan BPN masih menggunakan watak Orde Baru yakni menggunakan pendekatan tangan besi seperti intimidasi dan upaya kriminalisasi. Di bidang kebijakan administrasi juga harus mengalami perbaikan. Selama ini petani Karawang mendapatkan diskriminasi pelayanan hukum di BPN. Padahal mereka mengadukan masalah ini sudah bertahun-tahun. Karena itu tidak heran apabila mereka mengadukan kebijakan BPN ke Komnas HAM. (**/editjerry)