Pancasila harga mati! Pancasila sudah final! Itulah kalimat sekaligus “jargon” yang populer saat ini digemakan. Sebagai respon atas kalimat yang bernuansa “keagamaan” yang selalu diteriakkan oleh kelompok-kelompok ormas-ormas keagamaan.
Mungkin, kalau kita terawang, maksud “harga mati”, adalah bahwa Pancasila sebagai dasar negara sudah tak bisa ditawar-tawar lagi. Karena itu tak perlu diperdebatkan lagi alias sudah final. Tentang ideologi dan dasar negara, kita cukupkanlah sampai di Pancasila ini saja, tak ada lagi tempat bagi ideologi apapun untuk masuk menggantikan Pancasila. Karenanya setiap ada upaya untuk memunculkan “jalan baru” melalui ideologi baru, maka itu mesti dianggap sebagai upaya merongrong Pancasila, karenanya mesti ditolak dan dilawan.
Tinggal setelah merdeka, selaku bangsa yang baru lahir, kita bisa mengisinya dengan penuh sikap keadaban, kebangsaan, hikmah dan kebijaksanaan agar tercipta keadilan sosial bagi bangsa Indonesia dengan tentu saja semuanya didasari kepada ketunduk patuhan kita pada Tuhan Yang Maha Esa, bukan tunduk patuh kepada nilai-nilai yang lain.
Pendeknya, sebagai bangsa Indonesia kita siap menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila diatas seluruh kepentingan pribadi dan golongan. Karena dengan nilai itu pula, para pahlawan kesuma bangsa, telah mengorbankan harta dan dirinya hanya demi memerdekakan dan membangun bangsa Indonesia. Bangsa ini jelas didirikan diatas nilai-nilai pengorbanan, keihlasan, tanpa pamrih dan persaudaraan yang tinggi untuk mengenyahkan nilai-nilai keserakahan, penindasan, kekerasan, individual, persaingan, yang jelas-jelas telah menyiksa bangsa Indonesia.
Apa yang digemakan oleh berbagai pihak tentang Pancasila sebagai “ideologi final”, jelas sama sekali tidak ada yang salah. Sudah semestinya setiap kelompok dan elemen bangsa menyokong penuh penggemaan tersebut dan menyadari pentingnya nilai-nilai Pancasila.
Dalam kerangka keutuhan bangsa, ini sangat berbahaya dan kontraproduktif. Ketika slogan Pancasila harga mati dinarasikan untuk mengintimidasi individu atau kelompok tertentu yang dianggap berbeda baik dari segi pemikiran maupun pandangan politik
Bahkan slogan Pancasila harga mati dinarasikan atau ditafsirkan menjadi tidak selaras dengan agama tertentu. Padahal secara hakikatnya Pancasila sebagai ideologi dan falsafah hidup itu, bertujuan untuk membingkai perbedaan pemikiran dan pandangan politik.
Perbedaan pemikiran dan pandangan politik itu merupakan hal yang biasa sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Republik Indonesia tahun 1945.
Pancasila merupakan titik temu semua agama yang ada di Indonesia. Sila pertama pancasila memiliki nilai fundamental dalam berbangsa dan bernegara. Sila pertama Pancasila menjadi perekat semua umat beragama di Indonesia sekaligus menjadi arah dan panduan dalam berbangsa dan bernegara
Selanjutnya sila kedua pancasila ‘ kemanusian yang adil dan beradab’ adalah refleksi dari manusia yang bertuhan serta menjalankan perintah agamanya masing-masing. Sila ketiga Pancasila ‘persatuan indonesia’ merupakan wadah untuk mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung didalam sila pertama dan kedua.
Sila keempat Pancasila adalah cara hidup bermayarakat guna mewujudkan sila kelima pancasila ‘keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’. Jadi tidak ada alasan untuk membenturkan antara pancasila dan agama tertentu.
Keterasingan akan pengenalan Pancasila bagi generasi sekarang yang sesungguhnya masalah utama kita dan mendasar. Kita selalu meneriakkan “Pancasila” namun kita sebetulnya “asing”, tak mengenal Pancasila itu sendiri. Teriakan kita hanya berupa “motif” semata dan lebih terkesan “memperalat” Pancasila. Itulah masalahnya!
Batusaki, Sabtu 27 Juni 2020