Manado– NKRI didirikan sesuai amanah pendirinya bukan sebagai negara Agama, melainkan sebagai Negara Bangsa. NKRI didirikan berdasarkan semua untuk Semua, dan semua untuk satu, bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan maupun golongan kaya, tetapi untuk semua.
Segenap rakyat Indonesia berkewajiban untuk mengembalikan negara dan bangsa yang sudah keluar dari jalur kemerdekaan. Hal ini sesuai dengan amanah pendiri Republik Indonesia ketika Kongres Luar Biasa II yang telah melahirkan Sumpah Pemuda 1928. Kemudian dilanjutkan dalam rapat Sidang BPUPKI dan PPKI pada tahun 1945 dalam mempersiapkan pembentukan NKRI.
Demikian penyampaian Ketua Senat Mahasiswa (Semah) Fisip Unsrat, Melky Pangemanan. “Sudah saatnya sebuah gerakan pluralis besar-besaran diadakan di negeri ini sebagai sebuah gerakan yang tidak mengenal istilah Mayoritas dan Minoritas, dikarenakan berdirinya Republik Indonesia bukanlah berdasarkan Mayoritas dan Minoritas, melainkan berdasarkan kemajemukan dan ke-bhinekaannya,” kata Pangemanan, Rabu (31/10) siang tadi.
Menurutnya, kemerdekaan Indonesia ditilik lewat perpektif kerukunan umat beragama, terasa sudah sangat membahayakan. Dengan banyak dipolitisirnya agama, terutama yang digerakkan oleh kelompok-kelompok tertentu demi kepentingan politik golongan, telah melahirkan berbagai kekerasan, seperti pembakaran dan penghancuran rumah ibadah, pelarangan membangun rumah ibadah, dan lain sebagainya. Padahal, agama merupakan hak asasi individu yang bersifat sangat pribadi.
Karena itu, pada siang tadi diadakanlah Dialog Pluralisme bersama Tokoh Pluralis, Tokoh Lintas Agama Agama Daerah Sulut, Mahasiswa dan KNPI Sulut.
“Sulut sebagai daerah mayoritas Kristen yang sangat menjunjung tinggi toleransi umat beragama, bisa menginisiasi peristiwa tersebut agar gaungnya terdengar keras karena datangnya dari Putra-Putri Daerah Sulawesi Utara. Ini penting demi mewujudkan Negara yang adil dan makmur,” tukas Pangemanan. (oke)
Manado– NKRI didirikan sesuai amanah pendirinya bukan sebagai negara Agama, melainkan sebagai Negara Bangsa. NKRI didirikan berdasarkan semua untuk Semua, dan semua untuk satu, bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan maupun golongan kaya, tetapi untuk semua.
Segenap rakyat Indonesia berkewajiban untuk mengembalikan negara dan bangsa yang sudah keluar dari jalur kemerdekaan. Hal ini sesuai dengan amanah pendiri Republik Indonesia ketika Kongres Luar Biasa II yang telah melahirkan Sumpah Pemuda 1928. Kemudian dilanjutkan dalam rapat Sidang BPUPKI dan PPKI pada tahun 1945 dalam mempersiapkan pembentukan NKRI.
Demikian penyampaian Ketua Senat Mahasiswa (Semah) Fisip Unsrat, Melky Pangemanan. “Sudah saatnya sebuah gerakan pluralis besar-besaran diadakan di negeri ini sebagai sebuah gerakan yang tidak mengenal istilah Mayoritas dan Minoritas, dikarenakan berdirinya Republik Indonesia bukanlah berdasarkan Mayoritas dan Minoritas, melainkan berdasarkan kemajemukan dan ke-bhinekaannya,” kata Pangemanan, Rabu (31/10) siang tadi.
Menurutnya, kemerdekaan Indonesia ditilik lewat perpektif kerukunan umat beragama, terasa sudah sangat membahayakan. Dengan banyak dipolitisirnya agama, terutama yang digerakkan oleh kelompok-kelompok tertentu demi kepentingan politik golongan, telah melahirkan berbagai kekerasan, seperti pembakaran dan penghancuran rumah ibadah, pelarangan membangun rumah ibadah, dan lain sebagainya. Padahal, agama merupakan hak asasi individu yang bersifat sangat pribadi.
Karena itu, pada siang tadi diadakanlah Dialog Pluralisme bersama Tokoh Pluralis, Tokoh Lintas Agama Agama Daerah Sulut, Mahasiswa dan KNPI Sulut.
“Sulut sebagai daerah mayoritas Kristen yang sangat menjunjung tinggi toleransi umat beragama, bisa menginisiasi peristiwa tersebut agar gaungnya terdengar keras karena datangnya dari Putra-Putri Daerah Sulawesi Utara. Ini penting demi mewujudkan Negara yang adil dan makmur,” tukas Pangemanan. (oke)