Bitung, BeritaManado.com – Ratusan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Kota Bitung menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Bitung, Rabu (17/5/2023).
Aksi itu juga dilakukan di depan Kantor Pelabuhan Perikanan Samudera Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan tuntutan kementrian itu dibubarkan karena dinilai tidak berpihak terhadap nelayan.
Menurut salah satu perwakilan aksi, Decky Sompotan, kehadiran kementerian KKP tidak membawa manfaat bagi nelayan selain intimidasi sistemik yang mematikan.
“Kami, nelayan menuntut kepada Presiden Joko Widodo hentikan seluruh kegiatan KKP yang sungguh-sungguh tidak berguna bagi nelayan! Bubarkan KKP! Presiden ambil alih KKP!,” kata Decky dengan pengeras suara.
Decky memaparkan sejumlah aturan yang menurutnya tidak berpihak terhadap nelayan. Seperti Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yakni Nelayan dinyatakan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Ketentuan itu, lanjutnya dirubah oleh Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 2004 Nelayan dinyatakan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan paling besar 5 (lima) gross ton (GT).
“Sedangkan Pasal 1 angka 3, 4, 5, 6 dan 7, UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam, dinyatakan dalam 4 kategori yaitu Nelayan Kecil, Nelayan Tradisional, Nelayan Buruh dan Nelayan Pemilik. Pasal 1 Angka 4 merubah kategori nelayan kecil dengan kriteria kapal penangkap ikan berukuran paling besar 10 GT,” jelasnya.
Ada juga Undang-undang Nomor: 6 Tahun 2023 yang mengesahkan PP Pengganti Undang-undang Nomor: 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, merubah Pasal 1 Angka 30 Undang-undang Nomor: 27 Tahun 2007 tentang PWP3K yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor: 1 Tahun 2014, Pemangku kepentingan utama adalah Para Pengguna Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mempunyai kepentingan langsung dalam mengoptimalkan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, seperti nelayan tradisional, nelayan modern, pembudidaya ikan, pengusaha pariwisata, pengusaha perikanan dan masyarakat.
Mengacu ke aturan itu, kata Decky, tergambar tidak adanya konsep KKP untuk memberdayakan dan mengembangkan nelayan Indonesia demi kesejahteraan berkelanjutan serta kedaulatan maritim yang lestari, kecuali meluncurkan berbagai peraturan yang mencekik, memberangus kearifan lokal serta budaya maritim dan menyuntik mati nelayan dengan dalih PNBP.
“KKP adalah Kementerian tidak berguna bagi nelayan. Secara logika saja, bagaimana mungkin permasalahan nelayan serta kedaulatan maritim dapat diselesaikan oleh KKP yang tidak memahami apa itu nelayan? Yang terjadi adalah penerapan peraturan-peraturan yang dibuat seenak jidat, nelayan dicurigai sebagai pencuri ikan di laut sendiri. Dimanakah kedaulatan maritim kami?,” katanya.
Tidak hanya itu, pada 6 Maret 2023 terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT). Sebuah judul yang cantik dan seksi sebagai pembawa keadilan nelayan.
Tapi, faktanya, apa yang diatur dalam PP 11/2023 diperuntukkan bagi kesejahteraan investor raksasa belaka yang dapat semena-mena mengkavling laut dan memberangus penangkapan ikan nelayan kecil.
“Artinya sangat merugikan nelayan. PP 11/2023 adalah suntik mati pemerintah (KKP) terhadap nelayan. PP 11/2023 adalah chaos hukum dengan akibat nelayan dilarang cari makan. Kami butuh makan, nelayan butuh kedaulatan maritim yang merdeka dan siap bertanggung jawab atas itu. Kami tidak butuh chaos hukum demi PNBP, tertibkan dan atur dulu rumpon-rumpon di laut agar kami bisa hidup,” katanya.
(abinenobm)