Manado, BeritaManado.com — Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau yang disingkat Komnas Perempuan merupakan lembaga yang dibentuk oleh negara.
Tujuannya memperjuangkan dan melindungi hak-hak perempuan, baik perempuan dewasa ataupun anak perempuan.
Andy Yentriyani sebagai Ketua Komnas Perempuan beberapa waktu lalu pun hadir di Sulawesi Utara untuk beberapa agenda kegiatan.
Sambutan hangat menyambut kedatangan Andy, salah satunya dari Tim Advokasi Anti Kekerasan Seksual Sulut, yaitu Asmara Dewo, Emanuella Malonda dan Senja Pratama.
Tim ini aktif mengadvokasi korban kekerasan seksual dan selalu menentang kekerasan terhadap perempuan di Sulawesi Utara.
Selain itu juga aktif membuat diskusi progresif di Millenial Talk.
Pada 1 Agustus 2024 mereka berkesempatan berdiskusi dengan Andy Yentriyani yang didampingi Startyka Puspa Melati, membahas kondisi perempuan di Sulawesi Utara.
Dalam pertemuan singkat tersebut, Senja mengungkapkan tentang sulitnya mencari keadilan di tanah Sulut untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.
Senja juga mengungkapkan, di Sulut sebagian besar kasus tindak pidana merupakan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak perempuan dan perempuan dewasa.
“Kiranya Komnas Perempuan dapat mengawasi perkembangan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di Sulut,” ujar Senja.
Di samping itu, Emanuella Malonda atau akrab disapa Erika menyampaikan, tidak adanya perspektif korban.
“Seharusnya korban kekerasan seksual mendapatkan perhatian khusus, namun justru korban mendapatkan celaan atau disalahkan karena pekerjaannya,” kata Erika.
Erika juga mengungkapkan, dirinya pernah mendampingi seorang korban kekerasan seksual yang bekerja sebagai DJ di sebuah klub malam.
Ketika ia melaporkan adanya tindakan kekerasan seksual, seorang oknum kepolisian justru menyalahkan korban karena mengambil pekerjaan yang rentan terhadap tindakan kekerasan seksual.
Hal-hal sepert ini yang kemudian menjadi hambatan Erika dalam mendampingi korban-korban kekerasan seksual.
Asmara Dewo juga mengungkapkan tentang sulitnya akses keadilan di Sulut.
Dewo bercerita dirinya pernah melakukan advokasi terhadap korban anak perempuan yang disetubuhi oleh 9 orang.
Alih-alih kasus tersebut diseriusi dan dipercepat, namun justru terkesan berlarut-larut yang ditangani pihak kepolisian.
Sampai Dewo harus menyelenggarakan Konferensi Pers untuk mempercepat penanganan kasus tersebut.
Dewo yang masih menempuh pendidikan Pascasarjana Hukum Universitas Sam Ratulangi tersebut juga berharap dengan pertemuan ini bisa menguatkan jaringan yang lebih besar lagi terhadap pengadvokasiannya.
“Terutama bersama kawan-kawan mahasiswa. Karena menurut saya, mahasiswa harus mengabdikan dirinya terhadap masyarakat, terlebih lagi masyarakat yang tertindas dan termarjinalkan,” kata Dewo.
Andy Yentriyani pun merespon baik keluhan tersebut dan menyampaikan akan bekerja sama dengan mitra yang ada di Sulut untuk memantau perkembangan penanganan kasus terhadap perempuan dan anak.
Ia juga menyampaikan apabila terdapat penanganan perkara yang tidak berjalan atau lamban maka ia meminta agar dapat mengirimkan surat ke Komnas Perempuan sehingga Komnas Perempuan dapat berkoordinasi langsung dengan Mabes Polri terkait penanganan kasus di Sulut.
Tidak hanya itu saja, Andy Yentriyani juga menyatakan, apabila diperlukan, maka Komnas Perempuan bisa mengajukan Amicus Curiae terhadap kasus-kasus yang diadili di Pengadilan agar para hakim tetap memegang
teguh prinsip-prinsip keadilan dan kemanfaatan hukum.
Menutup dari pertemuan singkat tersebut, Andy Yentiany berpesan bahwa penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak harus diseriusi.
“Karena kasus kekerasan seksual merupakan sebuah pelanggaran HAM berat, sehingga setiap jengkal kasus kekerasan seksual harus diadili tanpa pandang bulu,” kata Andy.
(***/srisurya)