Manado – “Ancaman” dalam bentuk pernyataan marah Gubernur Sulut DR Sinyo Harry Sarundajang kepada salah-satu wartawan media cetak terkait pemberitaan menyudutkan Sarundajang ditanggapi anggota DPRD Sulut Lexie Solang. Sikap marah Sarundajang menurut Solang adalah wajar sebagai kepala daerah yang memiliki beban dan tanggung jawab besar.
“Menurut saya, marah itu manusiawi. Sebagai seorang gubernur, beban dan tanggungjawabnya sangat besar sehingga sebagai manusia bisa menimbulkan ketegangan dan stress.
Kebetulan ada pemberitaan yang seakan-akan menyudutkan beliau sebagai gubernur, maka keluarlah perkataan emosional seperti itu,” ujar Solang kepada wartawan, Rabu (26/03/2014).
Namun ditambahkan Solang, pers sebagai salah-satu pilar demokrasi memiliki tugas mengontrol jalannya demokrasi termasuk di bidang pemerintahan. “Oleh karena itu pers dan pemerintah dapat bekerjasama dalam pembangunan demokrasi. Peranan pers tidak bisa diabaikan, sehingga pemerintahan bisa berjalan dengan baik melalui pemberitaan yang baik dan mendidik,” jelas Caleg Gerindra dapil Mitra/Minsel ini.
Diketahui, kemarahan Sarundajang tersebut, terkait pemberitaan di media cetak harian Koran Manado yang ditulis wartawan Koran Manado Donald Taliwongso terbitan 20 Maret 2014, terkait pembangunan di Sulut dengan judul ”SHS Paling Suka Umbar Janji.”
“Kita akan bicarakan dengan owners, (pemilik koran, red). Taliwongso, awas ngana. Kita nda terima itu. So pribadi sekali ngana bage pakita. Masa ngana tulis kita suka umbar janji? Kita sangat baik dengan wartawan. Nda usahlah ngana disini (meliput di kantor gubernur, red),” sembur Sarundajang dengan nada marah pada Taliwongso dihadapan wartawan yang biasa meliput kantor gubernur, kemarin.
Sarundajang usai “menegur” langsung memberikan pernyataan terkait pembangunan jalan Tol Manado-Bitung dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Usai mendapat “ancaman” tersebut, Taliwongso kepada sesama rekan wartawan , mengaku sangat tidak nyaman dengan pernyataan Gubernur tersebut.
Saya rasa tidak nyaman lagi melakukan peliputan di kantor gubernur. Jujur saya mulai rasa ada ketakutan dengan kondisi seperti ini, tutur Taliwongso.
Menurut Taliwongso, “ancaman” mantan Walikota Bitung itu sudah yang kedua kalinya. “Tapi kali ini sangat mengganggu saya. Teman-teman minta saya melaporkan persoalan ini ke Polda Sulut, tapi saya masih berpikir positif. Berita itu bukan opini dari saya, melainkan pernyataan pengamat pemerintah. Tugas saya, hanya menulis dan konfirmasi tanpa melupakan kode etik jurnalistik. Lagipula berita tersebut ada konfirmasinya,” jelasnya.
Seharusnya kata dia, gubernur lebih arif dan bijaksana menanggapi kritikan dari pengamat dan bukan “menyerang”. Apalagi sampai membuat perasaan tidak nyaman. Soal Sarundajang yang meminta kepada owner agar dipindahkan pada pos liputan lain, menurut Taliwongso, hal itu tidak masalah.
“Diberhentikanpun, saya siap, yang pasti, saya bangga pernah menjadi wartawan, melakukan tugas mulia. Pers itu, pilar ke empat dalam berdemokrasi dan dilindungi undang-undang,” kata Taliwongso.
Diketahui, pernyataan yang dimuat tersebut, merupakan tanggapan dari pengamat politik dan pemerintahan daerah, Ir Taufik Tumbelaka. Dimana dia menilai, berbagai mega proyek yang digaungkan Sarundajang akan dimulai awal 2014 ini, belum terlihat bergerak.
Dalam tubuh berita tersebut, Tumbelaka juga menilai Sarundajang suka umbar janji. (Rizath Polii)
Baca juga:
Manado – “Ancaman” dalam bentuk pernyataan marah Gubernur Sulut DR Sinyo Harry Sarundajang kepada salah-satu wartawan media cetak terkait pemberitaan menyudutkan Sarundajang ditanggapi anggota DPRD Sulut Lexie Solang. Sikap marah Sarundajang menurut Solang adalah wajar sebagai kepala daerah yang memiliki beban dan tanggung jawab besar.
“Menurut saya, marah itu manusiawi. Sebagai seorang gubernur, beban dan tanggungjawabnya sangat besar sehingga sebagai manusia bisa menimbulkan ketegangan dan stress.
Kebetulan ada pemberitaan yang seakan-akan menyudutkan beliau sebagai gubernur, maka keluarlah perkataan emosional seperti itu,” ujar Solang kepada wartawan, Rabu (26/03/2014).
Namun ditambahkan Solang, pers sebagai salah-satu pilar demokrasi memiliki tugas mengontrol jalannya demokrasi termasuk di bidang pemerintahan. “Oleh karena itu pers dan pemerintah dapat bekerjasama dalam pembangunan demokrasi. Peranan pers tidak bisa diabaikan, sehingga pemerintahan bisa berjalan dengan baik melalui pemberitaan yang baik dan mendidik,” jelas Caleg Gerindra dapil Mitra/Minsel ini.
Diketahui, kemarahan Sarundajang tersebut, terkait pemberitaan di media cetak harian Koran Manado yang ditulis wartawan Koran Manado Donald Taliwongso terbitan 20 Maret 2014, terkait pembangunan di Sulut dengan judul ”SHS Paling Suka Umbar Janji.”
“Kita akan bicarakan dengan owners, (pemilik koran, red). Taliwongso, awas ngana. Kita nda terima itu. So pribadi sekali ngana bage pakita. Masa ngana tulis kita suka umbar janji? Kita sangat baik dengan wartawan. Nda usahlah ngana disini (meliput di kantor gubernur, red),” sembur Sarundajang dengan nada marah pada Taliwongso dihadapan wartawan yang biasa meliput kantor gubernur, kemarin.
Sarundajang usai “menegur” langsung memberikan pernyataan terkait pembangunan jalan Tol Manado-Bitung dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Usai mendapat “ancaman” tersebut, Taliwongso kepada sesama rekan wartawan , mengaku sangat tidak nyaman dengan pernyataan Gubernur tersebut.
Saya rasa tidak nyaman lagi melakukan peliputan di kantor gubernur. Jujur saya mulai rasa ada ketakutan dengan kondisi seperti ini, tutur Taliwongso.
Menurut Taliwongso, “ancaman” mantan Walikota Bitung itu sudah yang kedua kalinya. “Tapi kali ini sangat mengganggu saya. Teman-teman minta saya melaporkan persoalan ini ke Polda Sulut, tapi saya masih berpikir positif. Berita itu bukan opini dari saya, melainkan pernyataan pengamat pemerintah. Tugas saya, hanya menulis dan konfirmasi tanpa melupakan kode etik jurnalistik. Lagipula berita tersebut ada konfirmasinya,” jelasnya.
Seharusnya kata dia, gubernur lebih arif dan bijaksana menanggapi kritikan dari pengamat dan bukan “menyerang”. Apalagi sampai membuat perasaan tidak nyaman. Soal Sarundajang yang meminta kepada owner agar dipindahkan pada pos liputan lain, menurut Taliwongso, hal itu tidak masalah.
“Diberhentikanpun, saya siap, yang pasti, saya bangga pernah menjadi wartawan, melakukan tugas mulia. Pers itu, pilar ke empat dalam berdemokrasi dan dilindungi undang-undang,” kata Taliwongso.
Diketahui, pernyataan yang dimuat tersebut, merupakan tanggapan dari pengamat politik dan pemerintahan daerah, Ir Taufik Tumbelaka. Dimana dia menilai, berbagai mega proyek yang digaungkan Sarundajang akan dimulai awal 2014 ini, belum terlihat bergerak.
Dalam tubuh berita tersebut, Tumbelaka juga menilai Sarundajang suka umbar janji. (Rizath Polii)
Baca juga: