Manado – Dilaporkannya dugaan penyimpangan dana Makan Minum (Mami) DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) oleh Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry Sarundajang (SHS) mendapat dukungan dan kritikan dari berbagai kalangan. Pengurus Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (LAKRI) Sulawesi Utara memberikan tanggapan positif terkait keputusan Sarundajang tersebut.
“Langkah ini diambil oleh SHS karena memahami adanya Momerandum Of Understanding (MOU), antara tiga Lembaga penegak hukum, yakni KPK, Kejaksaan dan Kepolisian pada tanggal 29 Maret 2012 dengan Nomor SPJ-39/01/- 03/2012 untuk KPK, Nomor KEP-049/A/JA/ 03/2012 untuk kejaksaan dan Nomor B/23/III/2012 untuk Kepolisian yang intinya menyebutkan bahwa kasus yang telah terlebih dahulu dilidik salah satu Lembaga, tidak lagi dilidik Lembaga lainnya,” kata Moning Mamengko, Ketua Umum DPP LAKRI Sulut.
Ditambahkan Moning bahwa jika Polda Sulut telah menangani dugaan penyimpangan anggaran Mami tersebut, lembaga semacam KPK tidak akan mengambil sikap.
“Bila kasus Mami fiktif sudah dilidik Polda Sulut, otomatis KPK tidak lagi bisa masuk melidik. Selanjutnya ada empat klausul yang disepakati dalam MOU, diantaranya pertama, dalam hal para pihak melakukan penyelidikan pada sasaran yang sama, untuk menghindari duplikasi penyelidikan maka penentuan Instansi yang mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti penyelidikan adalah Instansi yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyeledikan atau atas kesepakatan para pihak,” tegas Moning yang juga Wakil Ketua KNPI Sulut itu.
Lanjut Moning yang dikenal sebagai Wakil Ketua Umum DPP PAMI itu memaparkan poin lainnya. “Kedua, penyelidikan yang dilakukan pihak kejaksaan dan pihak POLRI diberitahukan kepada pihak KPK, dan perkembangannya
diberitahukan kepada pihak KPK paling lama 3 (tiga) bulan sekali. Ketiga, pihak KPK menerima rekapitulasi penyampain bulanan atas kegiatan penyelidikan yang
dilaksanakan oleh pihak Kejaksaan dan pihak Polri dan yang terakhir, penyelidikan dan penyidikan tindak pidan korupsi oleh salah satu pihak dapat dialihkan ke pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan, dengan terlebih dahulu dilakukan gelar perkara yang dihadiri oleh para pihak, yang pelaksanaannya dituangkan dalam Berita Acara,” papar Moning menutup. (amasmahmud)
Manado – Dilaporkannya dugaan penyimpangan dana Makan Minum (Mami) DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) oleh Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Harry Sarundajang (SHS) mendapat dukungan dan kritikan dari berbagai kalangan. Pengurus Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Lembaga Anti Korupsi Republik Indonesia (LAKRI) Sulawesi Utara memberikan tanggapan positif terkait keputusan Sarundajang tersebut.
“Langkah ini diambil oleh SHS karena memahami adanya Momerandum Of Understanding (MOU), antara tiga Lembaga penegak hukum, yakni KPK, Kejaksaan dan Kepolisian pada tanggal 29 Maret 2012 dengan Nomor SPJ-39/01/- 03/2012 untuk KPK, Nomor KEP-049/A/JA/ 03/2012 untuk kejaksaan dan Nomor B/23/III/2012 untuk Kepolisian yang intinya menyebutkan bahwa kasus yang telah terlebih dahulu dilidik salah satu Lembaga, tidak lagi dilidik Lembaga lainnya,” kata Moning Mamengko, Ketua Umum DPP LAKRI Sulut.
Ditambahkan Moning bahwa jika Polda Sulut telah menangani dugaan penyimpangan anggaran Mami tersebut, lembaga semacam KPK tidak akan mengambil sikap.
“Bila kasus Mami fiktif sudah dilidik Polda Sulut, otomatis KPK tidak lagi bisa masuk melidik. Selanjutnya ada empat klausul yang disepakati dalam MOU, diantaranya pertama, dalam hal para pihak melakukan penyelidikan pada sasaran yang sama, untuk menghindari duplikasi penyelidikan maka penentuan Instansi yang mempunyai kewajiban untuk menindaklanjuti penyelidikan adalah Instansi yang lebih dahulu mengeluarkan surat perintah penyeledikan atau atas kesepakatan para pihak,” tegas Moning yang juga Wakil Ketua KNPI Sulut itu.
Lanjut Moning yang dikenal sebagai Wakil Ketua Umum DPP PAMI itu memaparkan poin lainnya. “Kedua, penyelidikan yang dilakukan pihak kejaksaan dan pihak POLRI diberitahukan kepada pihak KPK, dan perkembangannya
diberitahukan kepada pihak KPK paling lama 3 (tiga) bulan sekali. Ketiga, pihak KPK menerima rekapitulasi penyampain bulanan atas kegiatan penyelidikan yang
dilaksanakan oleh pihak Kejaksaan dan pihak Polri dan yang terakhir, penyelidikan dan penyidikan tindak pidan korupsi oleh salah satu pihak dapat dialihkan ke pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan, dengan terlebih dahulu dilakukan gelar perkara yang dihadiri oleh para pihak, yang pelaksanaannya dituangkan dalam Berita Acara,” papar Moning menutup. (amasmahmud)