Airmadidi-Kasus pengangkatan Sekretaris Desa (Sekdes) dari 120 desa diduga fiktif di Kabupaten Minahasa Utara (Minut) semakin panas dan menggelinding bak bola salju.
Kasus ini kembali berhembus setelah tidak adanya kejelasan nasib dari 24 Sekdes untuk diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), sementara 96 Sekdes lainnya sejak tahun 2010 sudah diangkat dan menikmati gaji serta tunjangan sebagai ASN.
Belakangan diketahui pengangkatan 96 Sekdes diangkat oleh Pemkab Minut atas usulan Surat Keputusan (SK) Bupati Sompie Singal waktu itu diduga sarat kecurangan, antara lain ada yang sama sekali belum pernah bertugas sebagai Sekdes, ada yang menyetor sejumlah uang, bahkan masa dinas di mark-up menjadi 5 tahun.
Tidak sampai disitu, kasus ini pun sudah masuk ranah penyidikan oleh Kejaksaan Negeri Airmadidi, kemudian pemanggilan terhadap Ketua DPRD Minut Berty Kapojos untuk dimintai keterangan.
Menariknya, dalam hearing yang dilakukan Komisi I dan III DPRD Minut, Senin (21/8/2017) bersama 24 Sekdes yang belum terangkat dan perwakilan Pemkab Minut, terungkap adanya dugaan aliran dana yang diberikan Sekdes calon ASN melalui Romi Poluan mantan Sekdes Watudambo II untuk bisa diangkat sebagai ASN.
Romi disebut sebagai koordinator untuk mengumpulkan uang senilai Rp10 juta per calon ASN, dimana uang yang terkumpul sebanyak Rp240 juta diberikan kepada sejumlah nama yaitu ‘Ibu Mimi’, ‘Bapak Juma’ dan ‘Bapak Bachtiar’ yang merupakan pegawai di Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
Hal ini terungkap setelah Sekdes Kolongan Tetempangan Kecamatan Kalawat Frida Wehantouw SSos diberi kesempatan bicara.
“Saat akan diadakan pengangkatan Sekdes tahun 2010 untuk menjadi ASN, kami sempat dimintai sejumlah uang senilai Rp25 juta per orang. Kami kemudian difasilitasi oleh oknum ASN BKDD untuk berangkat ke Jakarta, ke kantor BKN untuk memperjuangkan nasib kami agar diangkat menjadi ASN. Kami berangkat ke Jakarta secara bergantian setiap kelompok berjumlah tiga orang dan diantar oleh oknum pegawai BKDD Minut bernama Corri,” ungkap Wehantouw.
Lebih jauh diungkapkan, mereka (25 orang sekdes) menyetor uang ke rekening Romi Poluan untuk diteruskan kepada Mimi, Juma dan Bachtiar.
Romi pun membenarkan keterangan Wehantouw. “Benar saya yang kumpulkan uang, Rp10 juta per orang tapi diberi secara bertahap untuk DP (down payment atau uang muka,red) diserahkan kepada Ibu Mimi dan Bapak Juma. Mereka dibacking Bapak Bachtiar. Mereka yang kami tahu petinggi di BKN,” aku Romi setelah didesak pihak DPRD terkait berapa jumlah uang yang disetor dan kepada siapa aliran dana ini diberikan.
Menurut Romi, baik Mimi, Juma dan Bachtiar diperkenalkan oleh Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah (BKDD) Minut Aldrin Posumah dan Kepala Bidang Mutasi Corry.
Pengakuan Romi cukup mengejutkan personel DPRD yang hadir, yaitu Wakil Ketua DPRD Minut Drs Denny Wowiling, Ketua Komisi I Stendy Rondonuwu, Ketua Komisi III Jantje Longdong dari Fraksi Gerindra bersama anggota dewan dari Fraksi PG Edwin Nelwan, Lucky Kiolol dari PDIP, Stevano Pangkerego dari Partai Demokrat dan Wellem Katuuk dari PKPI.
“Kalau yang disebut Pak Juma ini saya kenal. Dia baru keluar penjara untuk kasus yang sama (pengangkatan ASN, red),” ujar Jantje Longdong.
Stendy Rondonuwu bahkan lebih tegas menanggapi. “Entah kasus ini boleh berlanjut ke baju coklat (kejaksaan, red),” kata Rondonuwu.
Hal itu dibenarkan Denny Wowiling yang mengatakan pengungkapan kasus ini di Kejaksaan Negeri Airmadidi sudah dalam tahap lanjut.
“Persoalan ini sudah panjang dan masuk rana hukum. Kami pimpinan DPRD sudah terlibat dalam proses penyidikan dan penyelidikan. Yang pasti yang bisa kami sampaikan hari ini, dalam rangka memverifikasi sebatas sepengetahuan kami. Kami hanya masuk sebatas fungsional DPRD, kami hanya dapat bicara sebatas apa yang kami tahu,” kata Wowiling.
Sementara itu Edwin Nelwan tampak kecewa dengan tidak hadirnya Kepala BKDD Minut dalam hearing tersebut.
Disisi lain, Lucky Kiolol menyentil soal dampak ketika SK Pengangkatan 96 ASN ini dibatalkan.
“Sekian lama mereka (ASN) terima gaji dari kesalahan yang dilakukan rezim lama yang dilakukan baik BKDD, dan sebagainya. Perlu dipikirkan nasib orang-orang yang tidak bersalah ini. Mereka mungkin sudah mengangkat uang di bank dengan menggadai SK mereka,” ujar Kiolol.
Lanjut Kiolol, persoalan status desa yang diduga fiktif awalnya adalah pengusulan Pemkab Minut untuk memekarkan 134 desa di Minut.
Sayangnya, ketika pemerintah pusat melakukan moratorium sehingga berdampak pada batalnya pemekaran 134 desa, justru pemerintah daerah sudah memasukan 96 nama Sekdes untuk diangkat menjadi ASN.
“Harusnya saat itu pemkab mengakomodir 26 calon ASN dari jalur Sekdes untuk diangkat jadi ASN,” tambah Kiolol.
Hearing tersebut pun akhirnya ditunda sampai menunggu kedatangan Kepala BKDD Minut untuk dimintai keterangan.(findamuhtar)
Baca Juga:
Hearing “Sekdes Fiktif”, Kaban BKDD Minut Kembali Mangkir
Airmadidi-Kasus pengangkatan Sekretaris Desa (Sekdes) dari 120 desa diduga fiktif di Kabupaten Minahasa Utara (Minut) semakin panas dan menggelinding bak bola salju.
Kasus ini kembali berhembus setelah tidak adanya kejelasan nasib dari 24 Sekdes untuk diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), sementara 96 Sekdes lainnya sejak tahun 2010 sudah diangkat dan menikmati gaji serta tunjangan sebagai ASN.
Belakangan diketahui pengangkatan 96 Sekdes diangkat oleh Pemkab Minut atas usulan Surat Keputusan (SK) Bupati Sompie Singal waktu itu diduga sarat kecurangan, antara lain ada yang sama sekali belum pernah bertugas sebagai Sekdes, ada yang menyetor sejumlah uang, bahkan masa dinas di mark-up menjadi 5 tahun.
Tidak sampai disitu, kasus ini pun sudah masuk ranah penyidikan oleh Kejaksaan Negeri Airmadidi, kemudian pemanggilan terhadap Ketua DPRD Minut Berty Kapojos untuk dimintai keterangan.
Menariknya, dalam hearing yang dilakukan Komisi I dan III DPRD Minut, Senin (21/8/2017) bersama 24 Sekdes yang belum terangkat dan perwakilan Pemkab Minut, terungkap adanya dugaan aliran dana yang diberikan Sekdes calon ASN melalui Romi Poluan mantan Sekdes Watudambo II untuk bisa diangkat sebagai ASN.
Romi disebut sebagai koordinator untuk mengumpulkan uang senilai Rp10 juta per calon ASN, dimana uang yang terkumpul sebanyak Rp240 juta diberikan kepada sejumlah nama yaitu ‘Ibu Mimi’, ‘Bapak Juma’ dan ‘Bapak Bachtiar’ yang merupakan pegawai di Badan Kepegawaian Nasional (BKN).
Hal ini terungkap setelah Sekdes Kolongan Tetempangan Kecamatan Kalawat Frida Wehantouw SSos diberi kesempatan bicara.
“Saat akan diadakan pengangkatan Sekdes tahun 2010 untuk menjadi ASN, kami sempat dimintai sejumlah uang senilai Rp25 juta per orang. Kami kemudian difasilitasi oleh oknum ASN BKDD untuk berangkat ke Jakarta, ke kantor BKN untuk memperjuangkan nasib kami agar diangkat menjadi ASN. Kami berangkat ke Jakarta secara bergantian setiap kelompok berjumlah tiga orang dan diantar oleh oknum pegawai BKDD Minut bernama Corri,” ungkap Wehantouw.
Lebih jauh diungkapkan, mereka (25 orang sekdes) menyetor uang ke rekening Romi Poluan untuk diteruskan kepada Mimi, Juma dan Bachtiar.
Romi pun membenarkan keterangan Wehantouw. “Benar saya yang kumpulkan uang, Rp10 juta per orang tapi diberi secara bertahap untuk DP (down payment atau uang muka,red) diserahkan kepada Ibu Mimi dan Bapak Juma. Mereka dibacking Bapak Bachtiar. Mereka yang kami tahu petinggi di BKN,” aku Romi setelah didesak pihak DPRD terkait berapa jumlah uang yang disetor dan kepada siapa aliran dana ini diberikan.
Menurut Romi, baik Mimi, Juma dan Bachtiar diperkenalkan oleh Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah (BKDD) Minut Aldrin Posumah dan Kepala Bidang Mutasi Corry.
Pengakuan Romi cukup mengejutkan personel DPRD yang hadir, yaitu Wakil Ketua DPRD Minut Drs Denny Wowiling, Ketua Komisi I Stendy Rondonuwu, Ketua Komisi III Jantje Longdong dari Fraksi Gerindra bersama anggota dewan dari Fraksi PG Edwin Nelwan, Lucky Kiolol dari PDIP, Stevano Pangkerego dari Partai Demokrat dan Wellem Katuuk dari PKPI.
“Kalau yang disebut Pak Juma ini saya kenal. Dia baru keluar penjara untuk kasus yang sama (pengangkatan ASN, red),” ujar Jantje Longdong.
Stendy Rondonuwu bahkan lebih tegas menanggapi. “Entah kasus ini boleh berlanjut ke baju coklat (kejaksaan, red),” kata Rondonuwu.
Hal itu dibenarkan Denny Wowiling yang mengatakan pengungkapan kasus ini di Kejaksaan Negeri Airmadidi sudah dalam tahap lanjut.
“Persoalan ini sudah panjang dan masuk rana hukum. Kami pimpinan DPRD sudah terlibat dalam proses penyidikan dan penyelidikan. Yang pasti yang bisa kami sampaikan hari ini, dalam rangka memverifikasi sebatas sepengetahuan kami. Kami hanya masuk sebatas fungsional DPRD, kami hanya dapat bicara sebatas apa yang kami tahu,” kata Wowiling.
Sementara itu Edwin Nelwan tampak kecewa dengan tidak hadirnya Kepala BKDD Minut dalam hearing tersebut.
Disisi lain, Lucky Kiolol menyentil soal dampak ketika SK Pengangkatan 96 ASN ini dibatalkan.
“Sekian lama mereka (ASN) terima gaji dari kesalahan yang dilakukan rezim lama yang dilakukan baik BKDD, dan sebagainya. Perlu dipikirkan nasib orang-orang yang tidak bersalah ini. Mereka mungkin sudah mengangkat uang di bank dengan menggadai SK mereka,” ujar Kiolol.
Lanjut Kiolol, persoalan status desa yang diduga fiktif awalnya adalah pengusulan Pemkab Minut untuk memekarkan 134 desa di Minut.
Sayangnya, ketika pemerintah pusat melakukan moratorium sehingga berdampak pada batalnya pemekaran 134 desa, justru pemerintah daerah sudah memasukan 96 nama Sekdes untuk diangkat menjadi ASN.
“Harusnya saat itu pemkab mengakomodir 26 calon ASN dari jalur Sekdes untuk diangkat jadi ASN,” tambah Kiolol.
Hearing tersebut pun akhirnya ditunda sampai menunggu kedatangan Kepala BKDD Minut untuk dimintai keterangan.(findamuhtar)
Baca Juga:
Hearing “Sekdes Fiktif”, Kaban BKDD Minut Kembali Mangkir