BITUNG—Simpati terhadap nasib yang dialami Ester Kendong warga Kekenturan I lingkungan III RT 014 yang merupakan orang tua pelaku video mesum MT dengan KS terus berdatangan. Dimana menurut aktivis Jongfajar Klub, kasus yang menimpa Ester tersebut merupakan diskriminasi dari penegakan hukum.
Dimana menurut salah satu personil aktivis Jongfajar Klub, Budi Susilo, aparat hukum dalam menangani kasus video porno sangat janggalan. Karena menurutnya, proses hukum hanya dikenakan ke pelaku tetapi pengedar tidak disentuh sama sekali dan sampai saat ini masih bebas berkeliaran.
“Video mesum ini sudah menyebar luas ke masyarakat dan terdapat pelaku yang secara jelas telah terbukti dipersidangan pemeriksaan saksi ada yang mengedarkan. Tapi anehnya kenapa tidak diseret kemeja hijau bersama kedua pelaku. Ada apa ini, seakan sudah ada tebang pilih dalam menyelesaikan kasus ini,” kata Susilo, Senin (31/10).
Susilo menjelaskan, mengacu pada aturan Undang-undang nomor 44 tahun 2008 mengenai Pornografi, secara jelas diatur dalam pasal 29, setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi dapat dikenai pidana.
“Pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun. Atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 milyar yang dianggap melanggar aturan tersebut, yang termasuk didalamnya penyebar video tersebut,” katanya.
Ia sendiri berharap pihak penegah hukum tidak pandang bulu dan benar-benar menjalankan aturan pornografi. Jangan hanya menjerat para pelaku tapi semua yang terlibat dalam kasus ikut juga dijerat sesuai UU pornografi, karena menurutnya itu sudah sangat jelas dalam aturan.(en)
BITUNG—Simpati terhadap nasib yang dialami Ester Kendong warga Kekenturan I lingkungan III RT 014 yang merupakan orang tua pelaku video mesum MT dengan KS terus berdatangan. Dimana menurut aktivis Jongfajar Klub, kasus yang menimpa Ester tersebut merupakan diskriminasi dari penegakan hukum.
Dimana menurut salah satu personil aktivis Jongfajar Klub, Budi Susilo, aparat hukum dalam menangani kasus video porno sangat janggalan. Karena menurutnya, proses hukum hanya dikenakan ke pelaku tetapi pengedar tidak disentuh sama sekali dan sampai saat ini masih bebas berkeliaran.
“Video mesum ini sudah menyebar luas ke masyarakat dan terdapat pelaku yang secara jelas telah terbukti dipersidangan pemeriksaan saksi ada yang mengedarkan. Tapi anehnya kenapa tidak diseret kemeja hijau bersama kedua pelaku. Ada apa ini, seakan sudah ada tebang pilih dalam menyelesaikan kasus ini,” kata Susilo, Senin (31/10).
Susilo menjelaskan, mengacu pada aturan Undang-undang nomor 44 tahun 2008 mengenai Pornografi, secara jelas diatur dalam pasal 29, setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi dapat dikenai pidana.
“Pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun. Atau pidana denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 milyar yang dianggap melanggar aturan tersebut, yang termasuk didalamnya penyebar video tersebut,” katanya.
Ia sendiri berharap pihak penegah hukum tidak pandang bulu dan benar-benar menjalankan aturan pornografi. Jangan hanya menjerat para pelaku tapi semua yang terlibat dalam kasus ikut juga dijerat sesuai UU pornografi, karena menurutnya itu sudah sangat jelas dalam aturan.(en)