Manado – Konsekuensi Pemilu serentak Pileg-Pilpres 2019, maka sesuai Pasal 267 ayat (2) UU 7/2017, kampanye Pileg dan Pilpres juga akan dilaksanakan secara serentak.
Menurut Direktur Lembaga Independen Electoral Menagement End Constitution (E-MC) Sulawesi Utara, Johnny Alexander Suak SE, MSi (JAS), Pemilu serentak sesuatu yang baru di Indonesia, sehingga akan menjadi pengalaman pertama bagi parpol dan caleg pada saat kampanye nanti.
“Pemilu sebelumnya (2004, 2009, dan 2014), kampanye Pileg dan Pilpres dilakukan terpisah. Karena Pilpres dilaksanakan 3 bulan setelah Pileg,” jelas Johnny Suak.
Jika kampanye dilakukan serentak, maka akan terjadi campur-baur isu: isu capres-cawapres, isu parpol, dan isu caleg. Ini terjadi karena ada tumpang tindih dalam konsep keserentakan itu yakni, eksekutif-legislatif, dan nasional-lokal. Lalu siapa yg terkena beban paling berat? Tentu saja para caleg.
Mengapa?
Pertama, seorang caleg akan memiliki tugas berlipat-lipat, kampanye capres-cawapres yang diusung partainya, kampanye parpolnya sendiri, serta kampanye untuk dirinya sendiri bersaing dengan caleg sesama parpol di dapilnya.
Kedua, isu yang paling ramai akan dibicarakan di media, di medsos, atau di warung-warung kopi, kemungkinan besar adalah isu capres-cawapres. Semua akan fokus di isu itu. Isu-isu parpol dan caleg, apalagi caleg DPRD, bisa akan ke laut.
“Jadi, buat Anda yang saat ini sudah masuk dalam Daftar Calon Sementara (DCS) caleg DPR/DPRD, ada baiknya mulai berpikir tentang strategi kampanye yang efektif,” pungkas Johnny Suak.
(JerryPalohoon)