Dari: Johnny Alexander Suak (JAS), Direktur Lembaga Independen Electoral Menagement End Constitution (E-MC) SulawesiUtara
Money politics (politik uang) jelas dilarang keras. Partai-partai politik dan para politikusnya dengan demikian diharuskan menjauhi politik uang dan dituntut untuk bersih dan murni dari praktik kotor ini.
Mungkinkah hal itu benar-benar dilakukan oleh partai-partai dan para politikusnya? Say no to money politics itu mudah, semudah mengedipkan mata atau membalik telapak tangan. Yang sulit adalah membuktikan komitmen itu. Dan, faktanya, praktik-praktik money politics selalu ditemukan pada setiap pagelaran pemilu atau pilkada, bahkan hingga pilkades, dengan wujud yang berbeda-beda.
Semakin keras hukum dibuat, tampaknya semakin lincah saja berkelit dan menemukan celah untuk melakukan penyelewengan. Terkadang, hukum malah dimain-mainkan, karena tidak jelas dan tegas mengatur.
Politik tanpa uang memang absurd. Tapi, tujuan berpolitik untuk mendatangkan uang juga tidak dapat dibenarkan. Karena, tujuan berpolitik sesungguhnya adalah menciptakan iklim kehidupan berbangsa dan bernegara yang kondusif bagi perkembangan pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara.
Maka, orientasi politik sudah barang tentu harus diarahkan pada kepentingan dan kemaslahatan bersama yang lebih luas. Bukan kepentingan dan kemaslahatan diri sendiri dan partainya. Karena itu, dalam berpolitik yang sehat sebetulnya yang mesti dilakukan adalah reposisi dan independensi partai. Reposisi partai sebagai pilar demokrasi untuk kepentingan bangsa dan negara, dan independensi partai yang membentengi diri dari kepentingan di luar kepentingan bangsa dan negara.
Berpolitik di satu sisi merupakan seni, tapi di sisi lain merupakan strategi pemenangan dalam sebuah peperangan politik untuk meraih banyak suara dan simpati publik. Tidak heran, apa pun akan dilakukan untuk memenangkan peperangan ini. Segala sumber daya dikerahkan dan dikeluarkan, hingga uang pun digelontorkan besar-besaran.
Di sinilah seorang politikus atau sebuah partai politik diuji, apakah tahapan ini bisa dilewati dengan bersih. Kita tentu saja berharap pragmatisme politik tidak dikedepankan, karena potensi money politics-nya sangat besar. Membudayakan politik yang bersih sedari dini memang hal paling berat di negeri ini. Tapi, itu tidak berarti bahwa politik bersih benar-benar sudah mati di negeri ini.
Direktur Lembaga Independen Electoral Menagement End Constitution (E-MC) SulawesiUtara, Johnny Alexander Suak (JAS).
(***/JerryPalohoon)