Oleh: Jackson Kumaat
MANADO – Ada secercah harapan mulai terlihat, usai saya dan Delegasi RI mengunjungi Rusia untuk kepentingan promosi kerjasama bisnis, beberapa waktu lalu. Dalam waktu dekat, masyarakat di Pulau Sulawesi akan dapat menikmati naik kereta api (KA).
Menurut rencana, rel KA sepanjang 2.000 Km itu akan menghubungkan kota Manado Sulawesi Utara (Sulut) hingga ke Makassar Sulawesi Selatan (Sulsel). Proyek pembangunan infrastruktur KA ini, diperkirakan menghabiskan dana Rp 2.400 triliun. Ini menandakan, Rusia telah berkomitmen menanamkan investasi di Indonesia dalam jangka panjang.
Lebay-kah proyek ini?
Jika dana tersebut diperoleh dari APBN, bisa jadi akan membuat daerah lain iri. Tapi dana tersebut adalah nilai investasi yang dikucurkan oleh pemerintah Rusia untuk Indonesia. Harus diakui, ada timbal balik. Emang ada bantuan yang gratis?
Dengan proyek sarana infrastruktur KA, ada sejumlah ‘kemudahan’ yang diberikan ke Rusia. Setidaknya ada regulasi perizinan yang diberikan ke perusahaan asal Rusia dalam menanamkan investasi di Pulau Sulawesi. Secara awam, regulasi tersebut terkesan menjadikan Rusia sebagai anak emas, dan investor dari negara lain dianggap anak tiri.
Tapi bukan itu persoalannya. Dalam hukum bisnis, kerjasama ekonomi harus saling menguntungkan. Tidak boleh ada pihak yang dirugikan, termasuk soal ganti rugi tanah yang kemungkinan bakal tergusur. Pembangunan rel KA memang akan yang ‘dikorbankan’. Tapi hal itu harus diselesaikan di tingkat daerah, demi kepentingan bersama.
Jangan sampai pembangunan rel KA terhambat gara-gara urusan ganti rugi tanah, ekosistem atau mengganggu sosial-budaya setempat. Di Sulut sendiri, rencana rel KA ini mendapat respon positif, karena masalah kemacetan jalan raya menjadi persoalan yang tak ada titik temu. Pembenahan sarana transportasi membutuhkan
dukungan banyak pihak, termasuk pengguna kendaraan.
Jumlah kendaraan bermotor semakin banyak, sedangkan kebutuhan masyarakat kian meningkat, termasuk kebutuhan telekomunikasi. Di bawah rel ini juga akan tertanam jalur serat optic, yang nantinya memudahkan akses internet di daerah. Saya menganggap rencana proyek KA ini bukan mimpi, meski diawali oleh mimpi anak-anak muda di Sulawesi. Saya dan kawan-kawan di Pulau Sulawesi ingin adanya kesatuan.
Transportasi yang ada saat ini sebenarnya sudah mengalami peningkatan. Sayangnya, belum ada kepedulian dari banyak pihak. Meningkatnya pelanggaran lalu lintas dan angka kecelakaan, menyebabkan jalan raya sebagai pintu maut.
Saya optimis, bahwa KA akan membawa dampak positif dalam roda perekonomian, seperti distribusi hasil alam, pengembangan pariwisata dan makin terbukanya lapangan kerja. Bagi saya, transportasi KA sangat berbeda dengan jalan raya, kapal laut atau pesawat. Dengan KA, para penumpang dapat kepastian jam keberangkatan dan tiba di setiap stasiun. Berbeda dengan jalan raya, yang harus ‘dikendalikan’ oleh masing-masing pengendara.
Dalam satu hari misalnya, jalan raya dilintasi oleh ribuan penumpang yang merangkap operator yang berbeda-beda, sedangkan KA ‘hanya’ diatur oleh satu operator untuk mengangkut ribuan penumpang. Jadi, sarana KA lebih aman dari kecelakaan. Sedangkan kapal laut harus tergantung oleh gelombang, sementara tiket pesawat harganya belum terjangkau banyak orang.
KA adalah transportasi murah, tapi bukan transportasi murahan. Manado-Bitung misalnya, akan dapat ditempuh dengan waktu 30 menit. Berbeda dengan kondisi saat ini, yang dapat ditempuh selama 1-2 jam di waktu macet. Manado-Makassar yang dengan bis kota ditempuh 3 hari, maka dengan KA akan dapat ditempuh tak
sampai 2 hari.
Proyek KA ini memang belum dimulai. Tapi saya punya harapan, dengan semangat Sumpah Pemuda akan lebih menyatukan masyarakat Sulawesi. Untuk saat ini baru terhubung propinsi Sulut dan Sulsel yang melintasi Gorontalo, Sulawesi Barat (Sulbar) dan Sulawesi Tengah (Sulteng). Mudah-mudahan Sulawesi Tenggara akan terakses setelah rel KA ini terbukti efektif bagi kepentingan masyarakat.
Saya pernah dicibir oleh beberapa jurnalis, bahwa proyek ini ada hubungannya dengan kepentingan politik. Saya cuma tersenyum tak menjawab. Saya cuma punya keyakinan, bahwa mimpi KA di Sulawesi akan menjawab persoalan transportasi di masa depan. Sebelum jalan-jalan di Sulawesi macet parah seperti di Jakarta, semoga KA di Sulawesi semakin menggiatkan pembangunan. Mudah-mudahan KA Trans-Sulawesi selesai sebelum MRT di Jakarta, supaya bisa menjadi contoh baik bagi semua orang.
Jackson Kumaat
Oleh: Jackson Kumaat
MANADO – Ada secercah harapan mulai terlihat, usai saya dan Delegasi RI mengunjungi Rusia untuk kepentingan promosi kerjasama bisnis, beberapa waktu lalu. Dalam waktu dekat, masyarakat di Pulau Sulawesi akan dapat menikmati naik kereta api (KA).
Menurut rencana, rel KA sepanjang 2.000 Km itu akan menghubungkan kota Manado Sulawesi Utara (Sulut) hingga ke Makassar Sulawesi Selatan (Sulsel). Proyek pembangunan infrastruktur KA ini, diperkirakan menghabiskan dana Rp 2.400 triliun. Ini menandakan, Rusia telah berkomitmen menanamkan investasi di Indonesia dalam jangka panjang.
Lebay-kah proyek ini?
Jika dana tersebut diperoleh dari APBN, bisa jadi akan membuat daerah lain iri. Tapi dana tersebut adalah nilai investasi yang dikucurkan oleh pemerintah Rusia untuk Indonesia. Harus diakui, ada timbal balik. Emang ada bantuan yang gratis?
Dengan proyek sarana infrastruktur KA, ada sejumlah ‘kemudahan’ yang diberikan ke Rusia. Setidaknya ada regulasi perizinan yang diberikan ke perusahaan asal Rusia dalam menanamkan investasi di Pulau Sulawesi. Secara awam, regulasi tersebut terkesan menjadikan Rusia sebagai anak emas, dan investor dari negara lain dianggap anak tiri.
Tapi bukan itu persoalannya. Dalam hukum bisnis, kerjasama ekonomi harus saling menguntungkan. Tidak boleh ada pihak yang dirugikan, termasuk soal ganti rugi tanah yang kemungkinan bakal tergusur. Pembangunan rel KA memang akan yang ‘dikorbankan’. Tapi hal itu harus diselesaikan di tingkat daerah, demi kepentingan bersama.
Jangan sampai pembangunan rel KA terhambat gara-gara urusan ganti rugi tanah, ekosistem atau mengganggu sosial-budaya setempat. Di Sulut sendiri, rencana rel KA ini mendapat respon positif, karena masalah kemacetan jalan raya menjadi persoalan yang tak ada titik temu. Pembenahan sarana transportasi membutuhkan
dukungan banyak pihak, termasuk pengguna kendaraan.
Jumlah kendaraan bermotor semakin banyak, sedangkan kebutuhan masyarakat kian meningkat, termasuk kebutuhan telekomunikasi. Di bawah rel ini juga akan tertanam jalur serat optic, yang nantinya memudahkan akses internet di daerah. Saya menganggap rencana proyek KA ini bukan mimpi, meski diawali oleh mimpi anak-anak muda di Sulawesi. Saya dan kawan-kawan di Pulau Sulawesi ingin adanya kesatuan.
Transportasi yang ada saat ini sebenarnya sudah mengalami peningkatan. Sayangnya, belum ada kepedulian dari banyak pihak. Meningkatnya pelanggaran lalu lintas dan angka kecelakaan, menyebabkan jalan raya sebagai pintu maut.
Saya optimis, bahwa KA akan membawa dampak positif dalam roda perekonomian, seperti distribusi hasil alam, pengembangan pariwisata dan makin terbukanya lapangan kerja. Bagi saya, transportasi KA sangat berbeda dengan jalan raya, kapal laut atau pesawat. Dengan KA, para penumpang dapat kepastian jam keberangkatan dan tiba di setiap stasiun. Berbeda dengan jalan raya, yang harus ‘dikendalikan’ oleh masing-masing pengendara.
Dalam satu hari misalnya, jalan raya dilintasi oleh ribuan penumpang yang merangkap operator yang berbeda-beda, sedangkan KA ‘hanya’ diatur oleh satu operator untuk mengangkut ribuan penumpang. Jadi, sarana KA lebih aman dari kecelakaan. Sedangkan kapal laut harus tergantung oleh gelombang, sementara tiket pesawat harganya belum terjangkau banyak orang.
KA adalah transportasi murah, tapi bukan transportasi murahan. Manado-Bitung misalnya, akan dapat ditempuh dengan waktu 30 menit. Berbeda dengan kondisi saat ini, yang dapat ditempuh selama 1-2 jam di waktu macet. Manado-Makassar yang dengan bis kota ditempuh 3 hari, maka dengan KA akan dapat ditempuh tak
sampai 2 hari.
Proyek KA ini memang belum dimulai. Tapi saya punya harapan, dengan semangat Sumpah Pemuda akan lebih menyatukan masyarakat Sulawesi. Untuk saat ini baru terhubung propinsi Sulut dan Sulsel yang melintasi Gorontalo, Sulawesi Barat (Sulbar) dan Sulawesi Tengah (Sulteng). Mudah-mudahan Sulawesi Tenggara akan terakses setelah rel KA ini terbukti efektif bagi kepentingan masyarakat.
Saya pernah dicibir oleh beberapa jurnalis, bahwa proyek ini ada hubungannya dengan kepentingan politik. Saya cuma tersenyum tak menjawab. Saya cuma punya keyakinan, bahwa mimpi KA di Sulawesi akan menjawab persoalan transportasi di masa depan. Sebelum jalan-jalan di Sulawesi macet parah seperti di Jakarta, semoga KA di Sulawesi semakin menggiatkan pembangunan. Mudah-mudahan KA Trans-Sulawesi selesai sebelum MRT di Jakarta, supaya bisa menjadi contoh baik bagi semua orang.
Jackson Kumaat