Jakarta, BeritaManado.com — Bursa Komoditas Uzbekistan atau Uzbek Commodity Exchange mendandatangani Nota Kesepahaman dengan Indonesia Commodity & Derivatif Exchange (ICDX) atau Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) untuk berkolaborasi dalam mengembangkan pasar derivatif di Uzbekistan.
Nota Kesepahaman ini bertujuan untuk memanfaatkan keahlian dan pengalaman ICDX dalam membangun dan mempromosikan lingkungan perdagangan derivatif yang kuat.
Fajar Wibhiyadi, Direktur Utama ICDX dalam keterangan resminya kepada media, Senin (20/8/2024) mengatakan, adanya Nota Kesepahaman ini tentunya menjadi hal positif dalam upaya ICDX untuk mengembangkan pasar.
“Ini merupakan kesempatan baik bagi ICDX dan Uzbek Commodity Exchange untuk bisa melihat bahkan mungkin ke depan bisa saling mengembangkan produk-produk yang sesuai
dengan kebutuhan pasar,” ujar Fajar.
Lanjutnya, yang menjadi harapan dengan adanya kerja sama ini, ke depan akan menjadi stimulus bagi ICDX untuk terus berkembang, baik itu dari sisi produk, volume transaksi, maupun layanan kepada pemangku kepentingan.
Penandatanganan Nota Kesepahaman dilakukan secara resmi pada Jumat (15/8/2024) di Jakarta, dilakukan oleh Ziyoviddin Badriddinov selaku Chairman of the Board Uzbek Commodity Exchange, serta Fajar Wibhiyadi, Direktur Utama ICDX dan Nursalam, Direktur ICDX.
Beberapa point penting yang ditandatangani dalam Nota Kesepahaman antara ICDX dengan Uzbek Commodity Exchange ini meliputi Pengembangan pasar Derivatif, Pertukaran informasi, Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kerjasama teknis dan layanan konsultasi, Pengembangan Pasar, serta Kepatuhan terhadap Peraturan.
Sebagai catatan, ICDX di tahun 2024 sampai dengan semester I mencatatkan transaksi sebanyak 5.724.852,55 Lot, dengan komposisi
4.917.608,55 Lot merupakan transaksi Sistem Perdagangan Alternatif, dan 807.244 Lot adalah transaksi Multilateral.
Secara Notional Value, sepanjang semester I tahun 2024 ini tercatat sebesar Rp10.794 Triliun, dengan komposisi Rp10.718 Triliun di transaksi Sistem Perdagangan Alternatif, dan Rp76 Triliun di Transaksi Multilateral.
(***/srisurya)