Bitung – Siang itu, NT alias Tasya (19) terlihat rebahan diatas beton ruangan tahanan Polsek Kawasan Pelabuhan Samudera (KPS) Kota Bitung, Selasa (28/08/2018).
Remaja putri itu langsung bangkit ketika ditemui dan bersedia bercerita tentang kasus dugaan trafficking yang menjerat dirinya kendati dari balik terali besi.
Kepada Beritamanado.com, Tasya menyampaikan jika dirinya tidak pernah memaksa siapapun untuk ikut bersamanya ke Manokwari Papua, termasuk RM (15) yang ikut diamankan sebagai korban.
“Saya hanya menawarkan ke RM jika mau ikut dan kerja di cafe di Papua dan dia mau. Jadi saya tidak paksa, apalagi membujuk agar mau ikut bersama saya ke Manokwari,” katanya.
Ia mengaku baru kenal dengan RM beberapa minggu lewat pergaulan di Tondano dan ketika dikenal, RM sudah putus sekolah.
“Dari awal kenal, dia memang sudah menganggur dan hanya hura-hura. Makanya saya tawari ketika pengelola cafe Simphoni Papua, Bunda Hellen menelpon dan menyuruh mencari perempuan yang mau kerja di cafe,” katanya.
Selain RM, Tasya juga mengaku sempat menawari ke sejumlah teman-temannya, tapi hanya RM yang bersedia, itupun nanti memberikan jawaban ketika dirinya sudah akan menuju Pelabuhan Samudera Kota Bitung, Sabtu (26/08/2018) malam.
“Saya sudah di mobil saat RM menghubungi lewat Messenger dan meminta dijemput,” katanya.
Ditanya soal alasan dirinya harus ke Papua untuk bekerja, ia dengan lugu menjawab jika di sana gaji lebih besar jika dibandingkan bekerja di Sulut.
“Di sini saya sempat bekerja di beberapa cafe, tapi penghasilannya tidak seperti di cafe di Papua yang tiap bulan bisa mendapat Rp15 juta,” katanya.
Tahun 2016 silam tamatan SMA ini mengaku pernah bekerja di salah satu cafe di Manokwari dan setiap bulan berhasil mengumpulkan uang puluhan juta, namun ia hanya dikontrak empat bulan.
“Habis kontrak saya pulang ke Tondano dan baru kali ini akan kembali lagi ke sana setelah dihubungi Bunda Hellen yang katanya lagi butuh karyawan,” katanya.
Selain gaji bulanan kata dia, bekerja di cafe di Papua setiap hari memegang uang dari tip dan booking tamu Rp100ribu per jam. Belum lagi fee Rp30ribu dari setiap botol minuman yang dipesan tamu.
“Tapi harus hati-hati, jangan sampai tertipu. Karena banyak pengelola atau Mami yang menahan gaji dengan berbagai alasan,” katanya.
Disinggung apakah dirinya masih akan kembali ke Papua setelah bebas nanti, dengan spontan ia mengaku sudah kapok.
“Cari pekerjaan di sini saja. Saya tobat,” katanya sambil tersenyum.
(abinenobm)
Bitung – Siang itu, NT alias Tasya (19) terlihat rebahan diatas beton ruangan tahanan Polsek Kawasan Pelabuhan Samudera (KPS) Kota Bitung, Selasa (28/08/2018).
Remaja putri itu langsung bangkit ketika ditemui dan bersedia bercerita tentang kasus dugaan trafficking yang menjerat dirinya kendati dari balik terali besi.
Kepada Beritamanado.com, Tasya menyampaikan jika dirinya tidak pernah memaksa siapapun untuk ikut bersamanya ke Manokwari Papua, termasuk RM (15) yang ikut diamankan sebagai korban.
“Saya hanya menawarkan ke RM jika mau ikut dan kerja di cafe di Papua dan dia mau. Jadi saya tidak paksa, apalagi membujuk agar mau ikut bersama saya ke Manokwari,” katanya.
Ia mengaku baru kenal dengan RM beberapa minggu lewat pergaulan di Tondano dan ketika dikenal, RM sudah putus sekolah.
“Dari awal kenal, dia memang sudah menganggur dan hanya hura-hura. Makanya saya tawari ketika pengelola cafe Simphoni Papua, Bunda Hellen menelpon dan menyuruh mencari perempuan yang mau kerja di cafe,” katanya.
Selain RM, Tasya juga mengaku sempat menawari ke sejumlah teman-temannya, tapi hanya RM yang bersedia, itupun nanti memberikan jawaban ketika dirinya sudah akan menuju Pelabuhan Samudera Kota Bitung, Sabtu (26/08/2018) malam.
“Saya sudah di mobil saat RM menghubungi lewat Messenger dan meminta dijemput,” katanya.
Ditanya soal alasan dirinya harus ke Papua untuk bekerja, ia dengan lugu menjawab jika di sana gaji lebih besar jika dibandingkan bekerja di Sulut.
“Di sini saya sempat bekerja di beberapa cafe, tapi penghasilannya tidak seperti di cafe di Papua yang tiap bulan bisa mendapat Rp15 juta,” katanya.
Tahun 2016 silam tamatan SMA ini mengaku pernah bekerja di salah satu cafe di Manokwari dan setiap bulan berhasil mengumpulkan uang puluhan juta, namun ia hanya dikontrak empat bulan.
“Habis kontrak saya pulang ke Tondano dan baru kali ini akan kembali lagi ke sana setelah dihubungi Bunda Hellen yang katanya lagi butuh karyawan,” katanya.
Selain gaji bulanan kata dia, bekerja di cafe di Papua setiap hari memegang uang dari tip dan booking tamu Rp100ribu per jam. Belum lagi fee Rp30ribu dari setiap botol minuman yang dipesan tamu.
“Tapi harus hati-hati, jangan sampai tertipu. Karena banyak pengelola atau Mami yang menahan gaji dengan berbagai alasan,” katanya.
Disinggung apakah dirinya masih akan kembali ke Papua setelah bebas nanti, dengan spontan ia mengaku sudah kapok.
“Cari pekerjaan di sini saja. Saya tobat,” katanya sambil tersenyum.
(abinenobm)