Jakarta, BeritaManado.com — Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menanggapi soal nilai jeblok terhadap penegakan hukum di era pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Menariknya, pembelaan ini diungkapkannya menanggapi penilaian ini yang diberikan oleh pasangannya, calon presiden (capres) Ganjar Pranowo.
Melansir Suara.com jaringan BeritaManado.com, Mahfud langsung membela diri dan mengungkap bahwa skor jeblok itu diberikan usai adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia capres-cawapres.
Putusan tersebut oleh publik dianggap kontroversial karena mengandung konflik kepentingan, guna memuluskan langkah putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
Putusan itu diambil saat paman Gibran, Anwar Usman, masih menjabat sebagai Ketua MK.
“Iya skala 5 dari 10 itu setelah putusan MK,” kata Mahfud di Jakarta Timur, Minggu (19/11/2023).
Agar penilaiannya objektif, Mahfud meminta publik untuk melihat hasil survei Kompas.
Di situ mengungkap bahwa penegakan hukum di pemerintahan Jokowi itu mencapai skor 64.
Kata dia, itu menjadi angka yang paling tertinggi sepanjang pemerintahan Jokowi.
Tak hanya itu, skor tinggi juga terungkap dalam bidang politik dan keamanan era pemerintahan Jokowi.
“Bidang politik dan keamanan 76, tertinggi sepanjang pemerintahan pak Jokowi dan itu menteri polhukamnya saya,” ucapnya.
Skor Jeblok dari Ganjar
Sebelumnya, Ganjar Pranowo hadir dalam acara diskusi yang digelar Alumni Universitas Negeri Makassar di Hotel Four Points, Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (18/11/2023) kemarin.
Kala itu, Ganjar sempat memberikan skor atau penilaian berupa angka lima terhadap kondisi penegakan hukum di Indonesia era Jokowi.
Skor merah tersebut diberikannya saat ditanya Zainal Arifin dalam acara diskusi tersebut.
Awalnya, Zainal meminta pandangan Ganjar soal kondisi penegakan hukum di Indonesia.
Salah satunya adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat batas usia capres dan cawapres.
Putusan ini disinyalir sebagai upaya meloloskan putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
Tak hanya itu, Zainal juga menanyakan Ganjar terkait kondisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebab kekinian, Firli Bahuri sebagai Ketua KPK terseret kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo alias SYL.
“Dengan kondisi begini, membuat arus baliknya bagaimana? Misalkan kalau kita melihat KPK berantakan betul, MK, orang bilang Mahkamah Keluarga, membuat arus baliknya, kira-kira Mas Ganjar membayangkan sebagai seorang presiden, mau membalikan ke arus yang baik itu bagaimana?” tanya Zainal.
Di sisi lain, Ganjar menilai bahwa dalam kondisi tersebut diperoleh ketegasan seorang pemimpin atau presiden.
Selain itu juga, masih menurutnya, diperlukan kolaborasi banyak pihak untuk membangun arus balik ke arah positif.
“Kedua adalah kolaborasinya dengan kondisi sosiologis yang terjadi di masyarakat, agamawan, ilmuan, budayawan, media. Ketika kegelisahaan itu semuanya muncul, rasanya ini yang mesti di akomodasi, untuk kemudian membalikan situasi itu. Dan ketika regulasinya tidak mencukupi, ya diubah regulasinya,” jawab Ganjar.
Selanjutnya saat Ganjar diminta Zainal memberi penilaian terhadap kondisi penegakan hukum di Indonesia, Mantan Gubernur Jawa Tengah itu secara terang-terang memberikan angka lima dari skala 10.
“Ya dengan kasus ini (MK) jeblok. (Nilainya) 5,” pungkas Ganjar.
(jenlywenur)