Manado, BeritaManado.com – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membuka ruang bagi munculnya pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di Pilkada serentak di Provinsi Sulawesi Utara.
Hal itu dikatakan Dosen Kepemiluan FISIP Universitas Sam Ratulangi Manado Ferry Liando kepada BeritaManado.com, Jumat (23/8/2024).
Menurutnya, ada kemungkinan putusan MK itu bisa melahirkan lebih dari tiga pasangan calon dan jika itu terjadi, apalagi lebih dari lima Paslon, maka seharusnya ada putaran kedua.
Keluarnya putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 sehubungan dengan adanya permohonan uji materi yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora.
Adapun isi dari putusan tersebut mencantumkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu dapat mencalonkan kepala daerah meskipun tidak memiliki wakilnya di DPRD Provinsi maupun kabupaten/kota.
Putusan tersebut mengubah ketentuan pasal 40 ayat 3 UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada bahwa ambang batas atau threshold pencalonan kepala daerah sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil pemilu atau 20 persen kursi DPRD.
“Putusan ini mengandung konsekwensi akan munculnya banyak calon yang akan berkompetisi. Jika mengacu pada syarat dan ketentuan perolehan suara hasil pemilu yang wajib dipenuhi parpol pengusung calon maka kemungkinan peserta pilkada berpotensi diatas dari 5 pasangan calon,” jelas Liando.
Jika keadaan ini terjadi maka resikonya adalah legitimasi politik terhadap calon yang terpilih yang sangat rendah.
Jika terdapat 7 pasangan calon maka pemenang pilkada bisa jadi hanya di dukung oleh 20 persen suara pemilih, sementara 80 persen suata lainnya terbagi merata pada 6 pasangan calon lainnya.
Andaikan 6 pasangan calon yang kalah masing-masing meraih 10-15 persen suara, maka pemenangnya bisa jadi hanya mendapatkan perolehan suara 18 hingga 20 persen suara.
“Kepala daerah yang terpilih tidak berdasarkan suara diatas 50 persen akan sulit menjalankan pemerintahan secara efektif karena tidak didukung oleh legitimasi politik yang kuat dari pemilih. Kebijakan-kebijakanya akan berpotensi di tolak dan kalaupun diterima akan berdampak pada ketidakpeduliannya dalam mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah,” ujarnya.
Ditambahkannya, seharusnya MK juga dapat memutuskan syarat kemenangan calon kepala daerah harus diatas 40 atau 50 persen suara.
Dalam hal ketentuan itu belum dicapai, maka perlu dilakukan putaran kedua.
Peserta Pilkada pada putaran kedua adalah peraih suara terbanyak pertama dan kedua hasil pemilihan pada putaran pertama.
“Kebijiakan ini tetap juga akan mengandung resiko. Paling tidak soal efesiensi pembiayaan. Namun demikian, dalam hal ini perlu dicarikan jalan keluar agar kepala daerah terpilih tidak sekedar karena memperoleh suara terbanyak akan tetapi memiliki legitimasi yang kuat dari masyarakat yang akan di pimpinnya,” tandasnya.
(Frangki Wullur)