Manado — Penarikan kendaraan yang menunggak cicilan saat ini dilakukan oleh debt collector.
Ulah para debt collector sendiri sering menimbulkan keresahan karena cenderung kasar dan lebih kepada ancaman disertai perampasan dibandingkan dengan penarikan.
Padahal untuk menarik kendaraan, terdapat sejumlah aturan yang harus dipatuhi, diantaranya PERKAP Nomor 8 tahun 2011 tentang Fidusia, dimana dengan jelas ditulis bahwa penarikan kendaraan tidak boleh ada unsur ancaman dan kekerasan.
Hal tersebut dijelaskan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mustika Bangsa Manado Boy Bororing kepada BeritaManado.com, Senin (16/7/2018).
“Untuk melakukan penarikan, dari pihak perusahaan leasing harus memiliki surat perintah pengadilan atau setidaknya dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama,” ujar Boy.
Lanjutnya, dalam proses tersebut, pihak perusahaan pun harus memperhatikan 3R, yaitu Restrukturisasi, Rescheduling dan Recondition, dimana hal tersebut sesuai dengan surat edaran OJK nomor 1/SEOJK.05/2016 pasal 14.
“Hal itu wajib dilakukan bagi konsumen yang menunggak baik sebagian maupun seluruh. Jadi tidak boleh dilakukan semena-mena,” kata Boy.
Boy pun menegaskan, penyitaan atau penarikan kendaraan harusnya dilakukan oleh juru sita pengadilan atau lembaga parate eksekusi.
“Jadi debt collector sebenarnya tidak punya hak untuk melakukan penarikan. Harusnya juru sita pengadilan bukan preman,” tegas Boy.
(srisurya)
Manado — Penarikan kendaraan yang menunggak cicilan saat ini dilakukan oleh debt collector.
Ulah para debt collector sendiri sering menimbulkan keresahan karena cenderung kasar dan lebih kepada ancaman disertai perampasan dibandingkan dengan penarikan.
Padahal untuk menarik kendaraan, terdapat sejumlah aturan yang harus dipatuhi, diantaranya PERKAP Nomor 8 tahun 2011 tentang Fidusia, dimana dengan jelas ditulis bahwa penarikan kendaraan tidak boleh ada unsur ancaman dan kekerasan.
Hal tersebut dijelaskan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mustika Bangsa Manado Boy Bororing kepada BeritaManado.com, Senin (16/7/2018).
“Untuk melakukan penarikan, dari pihak perusahaan leasing harus memiliki surat perintah pengadilan atau setidaknya dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama,” ujar Boy.
Lanjutnya, dalam proses tersebut, pihak perusahaan pun harus memperhatikan 3R, yaitu Restrukturisasi, Rescheduling dan Recondition, dimana hal tersebut sesuai dengan surat edaran OJK nomor 1/SEOJK.05/2016 pasal 14.
“Hal itu wajib dilakukan bagi konsumen yang menunggak baik sebagian maupun seluruh. Jadi tidak boleh dilakukan semena-mena,” kata Boy.
Boy pun menegaskan, penyitaan atau penarikan kendaraan harusnya dilakukan oleh juru sita pengadilan atau lembaga parate eksekusi.
“Jadi debt collector sebenarnya tidak punya hak untuk melakukan penarikan. Harusnya juru sita pengadilan bukan preman,” tegas Boy.
(srisurya)