Minsel, BeritaManado.com – Cap Tikus adalah minuman tradisional khas yang merupakan suatu kearifan lokal orang Minahasa.
Minuman ini, diproduksi oleh petani secara tradisional dengan menggunakan bahan baku yang mudah didapatkan di perkebunan yaitu pohon seho.
Dr. Verry Y. Londa, S.Sos, M.Si, Koordinator Program Studi Administrasi Negara Fisip UNSRAT mengatakan bahwa sudah sejak dahulu orang Minahasa memproduksi dan mengkonsumsi minuman ini.
“Masyarakat yang menggeluti pembuatan Cap Tikus sebagai bagian dari pekerjaan, telah banyak memberikan hasil yang nyata bagi penguatan ekonomi keluarga,” ungkap Dr. Verry.
“Tidak sedikit petani Cap Tikus yang mampu menyekolahkan anak mereka, menjadikan anak-anak berhasil dalam pendidikan dan memiliki pekerjaan (so jadi orang),” ujarnya lagi.
Tidak sedikit desa di Minahasa Raya, kata dia, yang memiliki ekonomi yang baik dari aktivitas masyarakat yang berprofesi sebagai pembuat Cap Tikus.
“Melalui aktivitas usaha Cap Tikus sebenarnya juga telah membantu pemerintah dalam penguatan ekonomi daerah,” kata Pembina Forum Mahasiswa Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Local Governance Fisip Unsrat Manado ini.
Lanjut dia, orang tua dahulu juga mengkonsumsi Cap Tikus sebelum mereka makan ataupun untuk menghilangkan lelah/letih setelah seharian bekerja di kebun.
“Jadi bukan nanti saat ini Cap Tikus dikonsumsi oleh orang Minahasa,” terang Dr. Verry.
“Merupakan hal yang SALAH dan tidak benar jika ada kematian dari seseorang atau sekelompok orang yang ternyata mengkonsumsi minuman beralkohol dan menjadikan ‘CAP TIKUS’ sebagai penyebab,” tegasnya.
Menurutnya, pola perilaku orang yang salah mengkonsumsi minuman beralkohol yang seharusnya diperbaiki.
“Sebab banyak orang yang mengkonsumsi Cap Tikus akan tetapi telah ditambah dengan makanan atau minuman serta zat kimia lainnya yang sebenarnya tidak boleh,” ujar dia.
“Serta juga pihak tertentu yang hanya mau mengambil keuntungan dari pemasaran Cap Tikus yang telah mengubah kualitas Cap Tikus menjadi minuman yang dapat mengganggu kesehatan yang mengkonsumsi,” kata dia.
Ia pun berpendapat, TIDAK BENAR dan TIDAK BIJAK jika menjadikan CAP TIKUS sebagai penyebab.
“Yang perlu dibenahi yaitu perlunya pranata kebijakan daerah yang mampuh mengakomodir petani Cap Tikus dalam aspek penguatan usaha, pemberdayaan dan perlindungan,” kata dia.
Serta, lanjut Dr. Verry, juga perlu menghadirkan program nyata untuk menjadikan Cap Tikus menjadi bahan turunan baru sehingga tidak berhenti sampai dengan hanya menjadi bahan konsumsi masyarakat yang terkadang salah dimanfaatkan.
“Akibatnya, bertentangan dengan aspek kesehatan, keamanan dan ketertiban masyarakat serta juga berakibat pada kehilangan nyawa,” pungkasnya.
TamuraWatung