Jakarta – Dalam rangka persiapan pelaksanaan Pilkada 2020, Komite I DPD RI melaksanakan Rapat Kerja dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI di Ruang Rapat Komite I DPD RI, Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (22/10/2019).
Rapat yang dibuka oleh senator asal Sulut yang menjabat Wakil Ketua Komite I DPD RI, Djafar Alkatiri ini dilaksanakan untuk mendapat penjelasan terkait kesiapan pelaksanaan pilkada serentak tahun 2020.
Djafar Alkatiri bersama para Wakil Ketua lainnya yaitu Fachrul Razi dan Abdul Kholik mengatakan, terdapat sejumlah permasalahan atau kendala yang ditemukan terkait pilkada dalam kaitan evaluasi pelaksanaan pilkada sebelumnya yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pilkada serentak tahun 2020, yaitu diantaranya indikasi politisasi birokrasi, anggaran dan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Terkait masalah-masalah tersebut, Djafar Alkatiri menegaskan, KPU dan Bawaslu harus segera mencari solusi dari kendala-kendala di atas, setidaknya mengantisipasi terjadinya masalah yang berpotensi menimbulkan konflik sosial di masyarakat.
“Tugas itu juga termasuk mengantisipasi berbagai permasalahan strategis lainnya,” ujar Djafar Alkatiri.
Diketahui, pilkada serentak akan diselenggarakan di 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota pada tanggal 24 September 2020.
Untuk provinsi, tinggal dua daerah yang belum menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yaitu Sulawesi Utara dan Sumatera Barat.
Selain itu, masih terdapat kendala dalam tubuh penyelenggara pemilu itu sendiri, terutama yang berkaitan dengan aturan.
Tidak kalah penting, Komite I juga mengingatkan penyelenggara pemilu terutama Bawaslu agar lebih memperhatikan kepastian warga yang telah memiliki hak suara untuk menggunakan haknya tersebut.
“Setiap orang yang punya hak suara, harus bisa menggunakan hak suaranya,” tegas Djafar.
Djafar pun berharap, proses validasi data pemilih makin akurat sehingga berdampak baik terhadap Daftar Pemilih Tetap (DPT) maupun tambahan.
Terkait dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, Djafar pun menyebut, Komite I dan KPU serta Bawaslu sepakat untuk mengajukan revisi agar bisa mempermudah pemilih yang berhak untuk memberikan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) hanya dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Revisi itu harus mempertimbangkan kelembagaan Bawaslu, definisi kampanye dan metode kampanye, rekapitulasi suara elektronik, syarat pencalonan Parpol dan Perseorangan, batasan usia pemilih, pengaturan pencalonan mantan narapidana, penataan jadwal pilkada, pembatasan belanja kampanye, pembiayaan APBD dari APBN, sanksi politik uang, persayaratan pemilih dan e-voting,” tutup Djafar.
(srisurya)