Manado BeritaManado.com — Mahasiswa Papua yang terdiri dari gabungan organisasi Mahasiswa Papua Cipayung ketiga IMIPA, cabang KNPB-KI, AMPTPI DPW dan MKCP-SULUT menyampaikan tuntutannya di depan kantor DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
Lantas apa saja yang menjadi suara dari Mahasiswa Papua itu?
Begini tuntutan lengkap Mahasiswa Papua:
PERNYATAAN SIKAP NASIONAL MAHASISWA PAPAUA DI MANADO SULAWESI UTARA.
MENOLAK TRANSMIGRASI DAN PSN DI TANAH PAPUA.
Transmigrasi dan PSN di Papua merupak ancaman yang sangat serius bagi Rakyat Papua, dimana program ini membuka pintu untuk menghilangkan dan mengancam tatanan kehidupan manusia Papua di atas Tanahnya sendiri.
Program ini bukan baru. Sebenarnya di era Presiden Soekarno, Soeharto, dan lainnya pernah menerapkannya.
Kebijakan transmigrasi pada masa lalu diatur dalam kebijakan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita).
Kemudian kita melihat bahwa Pemerintah kolonial Republik Indonesia tidak memiliki landasan hukum yang kuat guna menerapkan kebijakan transmigrasi di seluruh West Papua.
Hingga saat ini belum ada kajian ilmiah yang mendukung kebijakan politik Prabowo Subianto untuk menerapkan kebijakan politik etis di West Papua
Setidaknya ada beberapa tahap, yakni; Pra Repelita (1964), Repelita I-III (1969-1984), Repelita IV (1984-1989), program ini pernah dijalankan di Tanah Papua semenjak Soekarno berkuasa.
Wilayah seperti Sorong, Manokwari, Paniai (Nabire), Jayapura, dan Merauke menjadi sasaran dari kebijakan politik yang sarat dengan kepentingan penguasaan dan pengendalian serta pemusnahan etnis populasi lokal tersebut.
Pendekatan Transmigrasi Baru
Sejak UU Nomor 21 Tahun 2001 Tetang Otonomi Khusus Papua diberlakukan, presiden Megawati Soekarno Putri membatasi program transmigrasi.
Salah satu aspek adalah setelah pemerintah kolonial Indonesia mendapat sorotan dari dunia internasional.
Dunia internasional menyoroti kebijakan pemerintah yang mempersempit ruang gerak dan mengancam nasib dan masa depan penduduk lokal.
Seiring dengan pemberlakuan Otsus Papua dan Daerah Otonom Baru (DOB) di sejumlah wilayah di West Papua, pemerintah menerapkan program transmigrasi dalam bentuk yang berbeda.
Semata-mata untuk mengelabui perhatian penduduk lokal dan menghindari sorotan dunia internasional.
Pendekatan yang dibangun selama 20 tahun terakhir, mula-mula membuka akses jalan dan jembatan, Pelabuhan, bandar udara, perumahan BTN, dan lainnya.
Kemudian datangkan orang dari luar dengan dalil mencari lapangan kerja, mengunjungi keluarga dan lain sebagainya.
Pendekatan ini nampak etis, tetapi sangat
terstruktur, sistematis, masif dan berkelanjutan.
Cara demikian merupakan bentuk mobilisasi masa yang cukup strategis. Dalam dua decade terakhir, banyak penduduk migran membanjiri di West Papua dan jumlahnya sangat signifikan.
Bahkan melampuai jumlah penduduk asli lokal yang hanya sisa 2 juta jiwa.
Segala aspek kehidupan di wilayah West Papua dikuasi oleh kaum pendatang.
Segala bentuk penyediaan jasa dan barang di sektor ekonomi dikuasai dan dikendalikan merek.
Sedangkan dalam konteks politik, yang terbaru bisa dilihat dalam pemilihan legislatif dan kepala daerah serentak pada tahun ini.
Kota-kota besar di West Papua, seperti Jayapura, Keerom, Merauke, Sorong, Timika, Fak-Fak, Manoakwari, Nabire dan lainnya dikuasi oleh kaum pendatang baru.
Pemerintahan Prabowo saat ini merupakan bentuk ketidakmampuan dalam mempertahankan wilayah jajahan Ketidakmampuan Pemerintah Kolonial Indonesia dalam kebijakan transmigrasi yang dipaksakan pada dewasa ini.
Pemerintah tidak mampu membangun Tanah Papua dengan mengandalkan masyarakat pribumi, tetapi mendatangkan orang luar yang dianggap mampu dan terampil supaya membangun dan
memajukan Papua.
Daerah di West Papua. Salah satu wilayah yang diincar dan sedang melakukan eksploitasi besar-besaran daerah transmigrasi ini kemudian dihubungkan dengan Program Strategis Nasional (PSN) di sejumlah pangan melibatkan 2000 excavator asal Tiongkok adalah di Kampung Wogekel, dan Wanam, Distrik Ilwayab, Papua Selatan-tanah leluhur Anim Haa.
Mantan Presiden Indonesia, Joko Widido dan Prabowo bersepakat bahwa wilayah ini akan dijadikan sebagai lumbung pangan nasional.
Hak-hak masyarakat telah dilanggar atas nama pembangunan dan kemajuan.
Lahan produktif juga sumber kehidupan dan keselamatan masyarakat pribumi setempat telah dihilangkan atas nama kesejahteraan bersama.
Bukan hanya manusia Papua yang menjadi ancaman tetapi juga termasuk Hutan dan juga Hewan, seperti burung kasuari, cenderawasih, kakak tua, ular, dan lain sebagainnya meninggalkan habitatnya akibat rumah keberlangsungan hidup mereka digusur dengan alat berat.
Lain ditemukan di kali, jalan, laut dan sebagainnya.
Ada pula ditemukan tersesat, terhimpit, tersingkir, dan dimusnahkan dengan alat berat atas nama PSN.
Walaupun belum ada kompromi dengan masyarakat lokal, bahkan tanpa melakukan kajian ilmiah mengenai Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL), pemerintah terus memaksakan kehendak untuk membongkar hutan.
Penguasa kolonial hanya mengandalkan satu dua elit politik lokal, yang diperalat dan menjadikannya sebagai budak sejati untuk kepentingannya.
Demi memuluskan PSN ini, pemerintah kolonial tengah melakukan pendropan pasukan organik dan non organik.
Sejumlah daerah di West Papua akan dijadikan sebagai Kawasan PSN dan Batalyon akan dibuka juga disitu.
Karena itu, mobilisasi pasukan juga transmigrasi akan ditempatkan di sejumlah kabupaten/kota yang akan dijadikan sebagai lokasi PSN, diantaranya Merauke, Sorong, Keerom dan lainnya.
Pemerintahan sipil tidak mampu mengendalikan Tanah Papua.
Karena itu, transmigrasi ditekankan juga pada aspek mobilisasi pasukan keamanan dan militer.
Pembukaan Kepolisian Daerah (Polda) dan Komando Daerah Militer (Kodam) di Provinsi Baru akan memperkuat kebijakan transmigrasi baru.
Sementara itu, mobilisasi dari kalangan sipil akan ditekankan pada penguasaan di bidang ekonomi, birokrasi politik dan lainnya.
Kebijakan pemerintah ini tidak terukur. Tidak pernah mendengarkan suara hati nurani orang asli Papua yang punya tanah adat, hutan adat dan bergantung pada alam.
Selama 60 tahun belakangan ini, pemerintah kolonial Indonesia hanya memaksakan kehendak secara sepihak dengan elit politik lokal yang tidak didukung oleh mayoritas masyarakat.
Pembentukan DOB, dan pengesahan perubahan UU Otsus Jilid II Papua merupakan produk kebijakan politik yang cacat secara moral dan hukum.
Sekarang pemerintah hendak membuka DOB baru lagi dan menerapkan kebijakan transmigrasi di samping pengiriman pasukan keamanan dan militer yang dikirim hanya untuk meneror, menembak dan membunuh orang Papua.
Tidak ada kajian akademis dan lembaga nirbala yang independen serta berkompeten dari dalam dan luar negeri terkait semua kebijakan politik etis “aneksasionis” tersebut.
Tetapi Indonesia selalu memanfaatkan dunia akademis dan lembaga pemerintah lain untuk melegalkan secara sepihak.
Hal yang sama juga diberlakukan untuk DOB, Otsus Jilid II Papua dan transmigrasi saat ini.
Kebijakan seperti ini memiliki tendensi untuk mempercepat pemusnahan terhadap orang asli Papua.
Papua lama menjadi paru-paru dunia. Bahkan menjadi rumah nafas segar segala satwa di dunia.
Namun pemerintah kolonial Indonesia memiliki andil besar dalam merusak hutan atas kerjasama dengan sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, Tiongkok dan lainnya yang melakukan operasi pertambangan, minyak dan gas di Tanah Papua.
Masa depan manusia semakin terancam juga karena penjajah ikut berperan penting guna membuat dunia mengalami pemanasan global.
Oleh karena itu, Kami Mahasiswa Papua di Manado Sulawesi Utara menegaskan kepada pemerintah Indonesia untuk:
- Hentikan kebijakan Transmigrasi.
Karena pemerintah Indonesia tidak memiliki landasan hukum yang kuat untuk menerapkan kebijakan transmigrasi di seluruh West Papua. - Pemerintah Indonesia tidak memiliki kajian Ilmiah yang memungkinkan untuk mengirimkan pasukan keamanan dan militer sebagai bagian dari mobilisasi umum. Tentu ini akan berdampak buruk pada pembantaian, pelanggaran HAM dan pemusnahan etnis.
- Pemerintah Indonesia perlu melibatkan semua pihak, seperti pemerhati lingkungan, ahli pemanasan global, dan lainnya, baik dari dalam maupun luar negeri guna melakukan kajian, peninjauan dan menguji seluruh kebijakan yang dapat mengeskploitasi sumber daya alam Papua.
- Seluruh kebijakan politik etis yang aneksasionis di Tanah Papua memiliki cacat hukum dan cacat moral, bahkan tidak relevan dan selalu saja merugikan kaum pribumi.
Karena itu perlu melakukan peninjauan secara komperhensif dengan melibatkan sejumlah pihak terkait.
- Menolak dengan tegas program pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan semua perusahaan serta investasi di Papua.
- Kami meminta pemerintah Indonesia dalam hal ini BIN/BAIS stop melakukan teror terhadap Aktivis Papua, Aktivis Mahasiswa, lembaga-lembaga Media, baik di tanah Papua dan juga di Wilayah Konsulat
- Segera Tarik Militer Organi dan Non Organik dari seluruh Tanah Papua.
- Demi kemanusian, harkat dan martabat manusia, orang Papua perlu menentukan nasib dan masa depan sendiri sebagai solusi damai yang demokratis melalui Referendum.
- Kembalikan Otsus Jilid II dan Berikan Penentuan nasib sendiri sebagai langkah solusi yang paling etis guna mengatasi ancaman kepunahan orang Papua, memperbaiki nama baik kolonial Indonesia, dan menyelamatkan tanah dan hutan adat Papua yang mampu menyelamatkan manusia, termasuk bangsa Melayu dari pemanasan global.
Demikian pernyataan sikap Mahasiswa Papua di Manado Sulawesi Utara atas perhatiannya diucapkan Terima Salam Revolusi Dan Kita Harus Mengakhiri.
(Erdysep Dirangga)