Ilustrasi (Suara.com) jejaring BeritaManado.com
Boroko, BeritaManado.com – Angka perinakahan dini di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Sulawesi Utara (Sulut) meningkat di dua tahun terakhir.
Data yang berhasil dihimpun BeritaManado.com, pada tahun 2019 anak menikah di bawah umur berjumlah 44 jiwa atau 16 persen, dari total anak 27719 jiwa.
Sedangkan pada tahun 2020 anak yang menikah di bawah umur mengalami peningkatan menjadi 173 jiwa atau 62 persen, dari total anak 27339 jiwa.
Kepala UPTD P2A Asna Karim menjelaskan, sesuai UU No 16 tahun 2019 tentang perubahan UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan, mengatur usia kawin perempuan dan laki sama-sama 19 tahun.
“Baik perempuan ataupun laki-laki, usianya harus minimal 19 tahun,” ujarnya kepada BeritaManado.com, Jumat (11/6/2021).
Faktor yang mempengaruhi anak menikah di bawah umur, dijelaskan Asna, adalah faktor budaya dan sosial ekonomi.
“Beberapa pihak orang tua berangapan bahwa anak yang belum menikah menjadi beben ekonomi keluarga,” terangnya.
Lanjutnya, ditambah pengawasan dan perhatian dari orang tua yang masih kurang, serta pendidikan formal yang masih dibawah.
“Untuk menekan angka tersebut, kami berkerjasama dengan pemerintah serta pemangku adat melakukan sosialisasi dan edukasi terhadap para orang tua,” katanya.
Sosialisasi itu, kata Asna, seperti memperdayakan anak dengan informasi dan keterampilan, mendidik serta memeberikan wawasan kepada para orang tua untuk menciptakan lingkungan yang baik.
“Dan meningkatkan kualitas pendidikan formal bagi Anak, sekaligus mengedukasi anak terkait kesehatan,” sebut Asna.
Semntara itu, menurut Ilmuwan Dr. Psikologi Preysi Siby mengunkap, peningkatan kasus menikah di usia dini terjadi bukan hanya di Bolmut, namun di Indonesia pun terjadi peningkatan.
“Hal itu berdasarkan data hasil survei Susenas 2018 BPS tentang perkawinan anak, memperkirakan terdapat 1.220,900 jiwa anak perempuan yang menikah sebelum 18 tahun,” jelasnya.
Jumlah tersebut, kata dosen di Universitas Kristen Indonesia (UKIT) Tomohon ini, menempatkan Indonesia di peringkat ke delapan di dunia dengan angka absolut perkawinan tertinggi di dunia.
Ditambahkannya, penyebab utama pernikahan anak karena masih rendahnya akses pendidikan, kesempatan di bidang ekonomi, serta kualitas layanan dan pendidikan kesehatan reproduksi, terutama untuk anak perempuan.
“Jika melihat dalam buku Dariyo yang berjudul, “Psikologi perkembangan dewasa muda” pernikahan bisa berdampak cemas strees dan depresi,” kuncinya.
(Nofriandi Van Gobel)