Airmadidi – Lusye Tumbol dan Ronny Tumbol sebagai dua tersangka tindak pidana korupsi (Tipikor) kasus blockgrant belum juga dilakukan penahanan.
“Alasan tak dilakukannya penahanan karena klien saya mengajukan surat keterangan sakit,” ujar Stevi Da Costa selaku penasihat hukum dari tersangka pada beritamanado.com.
Ditambahkan Da Costa, Lusye mengalami sakit hypertensi dan sakit yang sama juga dialami oleh Ronny.
“Kalau sakit kan tak bisa ditahan, demi alasan kesehatan,” ujar Da Costa.
Tahap dua atau penyerahan tersangka dan barang bukti ke pihak Kejari Airmadidi pun sempat ditunda pada Senin (13/5/2013) lalu, karena kedua tersangka melayangkan surat sakit.
Bobby Selang SH, Kasi Intel Kejari Airmadidi mengakui, kedua tersangka saat itu melayangkan surat keterangan sakit. Diketahui, kedua tersangka masih melakukan aktivitasnya sebagai tugasnya masing-masing.
Akan tidak ditahannya kedua tersangka, Tommy Turangan selaku Ketua AMTI menduga kedua tersangka bisa menghilangkan barang bukti.
“Kepolisian dan kejaksaan harus tegas, jangan pandang bulu dalam melakukan penahanan, apalagi ini kasus korupsi,” kata Turangan pada beritamanado.com, Minggu (23/6)
Turangan meminta agar surat dokter atau surat keterangan sakit dari kedua tersangka perlu di cek kebenarannya. “Ini musti di cek, kenapa dua tersangka miliki penyakit yang sama?,” kata Turangan.
Diketahui Ronny Tumbol selaku Kepala Sub Bidang Keuangan Dikpora dan Lusye Tombol selaku Kepala Sekolah SD di Wasian.
Sebelumnya dari pemeriksaan sejumlah saksi, semua kepala sekolah dimintakan jatah 20 persen, yang diberikan saat pencairan penerimaan dana block grant di bank BNI.
Dari sumber yang diterima di Polres Minut, Lusye Tumbol mengakui permintaan jatah tersebut atas arahan Kepala Dikpora Minut, Maximelian Tapada.
“Sesuai pernyataan Lusye, ini arahan langsung dari Kadis Dikpora Minut. ‘Pak uangnya sudah ada’ ‘kamu tahan dulu uangnya’ selanjutnya Kadis Dikpora menyuruh Ronny ambil uang ke Lusye,” ujar sumber
Kasus ini bermula pada 2012 lalu, Dikpora Minut mendapatkan bantuan dana blockgrant sebesar Rp 10,2 Miliar untuk 50 sekolah seMinut. (rbn)
Airmadidi – Lusye Tumbol dan Ronny Tumbol sebagai dua tersangka tindak pidana korupsi (Tipikor) kasus blockgrant belum juga dilakukan penahanan.
“Alasan tak dilakukannya penahanan karena klien saya mengajukan surat keterangan sakit,” ujar Stevi Da Costa selaku penasihat hukum dari tersangka pada beritamanado.com.
Ditambahkan Da Costa, Lusye mengalami sakit hypertensi dan sakit yang sama juga dialami oleh Ronny.
“Kalau sakit kan tak bisa ditahan, demi alasan kesehatan,” ujar Da Costa.
Tahap dua atau penyerahan tersangka dan barang bukti ke pihak Kejari Airmadidi pun sempat ditunda pada Senin (13/5/2013) lalu, karena kedua tersangka melayangkan surat sakit.
Bobby Selang SH, Kasi Intel Kejari Airmadidi mengakui, kedua tersangka saat itu melayangkan surat keterangan sakit. Diketahui, kedua tersangka masih melakukan aktivitasnya sebagai tugasnya masing-masing.
Akan tidak ditahannya kedua tersangka, Tommy Turangan selaku Ketua AMTI menduga kedua tersangka bisa menghilangkan barang bukti.
“Kepolisian dan kejaksaan harus tegas, jangan pandang bulu dalam melakukan penahanan, apalagi ini kasus korupsi,” kata Turangan pada beritamanado.com, Minggu (23/6)
Turangan meminta agar surat dokter atau surat keterangan sakit dari kedua tersangka perlu di cek kebenarannya. “Ini musti di cek, kenapa dua tersangka miliki penyakit yang sama?,” kata Turangan.
Diketahui Ronny Tumbol selaku Kepala Sub Bidang Keuangan Dikpora dan Lusye Tombol selaku Kepala Sekolah SD di Wasian.
Sebelumnya dari pemeriksaan sejumlah saksi, semua kepala sekolah dimintakan jatah 20 persen, yang diberikan saat pencairan penerimaan dana block grant di bank BNI.
Dari sumber yang diterima di Polres Minut, Lusye Tumbol mengakui permintaan jatah tersebut atas arahan Kepala Dikpora Minut, Maximelian Tapada.
“Sesuai pernyataan Lusye, ini arahan langsung dari Kadis Dikpora Minut. ‘Pak uangnya sudah ada’ ‘kamu tahan dulu uangnya’ selanjutnya Kadis Dikpora menyuruh Ronny ambil uang ke Lusye,” ujar sumber
Kasus ini bermula pada 2012 lalu, Dikpora Minut mendapatkan bantuan dana blockgrant sebesar Rp 10,2 Miliar untuk 50 sekolah seMinut. (rbn)