Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengecam keras kasus kekerasan jurnalis yang terjadi Senin (17/6), di sela-sela kegiatan jurnalistik meliput demonstrasi penolakan kenaikan BBM oleh mahasiswa dan masyarakat.
Informasi yang didapatkan AJI, aksi kekerasan kali ini terjadi di dua tempat, Jambi, Provinsi Jambi dan Ternate, Provinsi Maluku Utara. Dalam peristiwa di Jambi, jurnalis video dari Trans7, Antonius Nugroho Kusumawan, mengalami luka bagian pelipis kanan, akibat serpihan peluru gas airmata polisi
yang ditembakkan untuk membubarkan mahasiswa.
Tak ayal, Anton pun roboh di sela-sela demonstrasi damai 500
mahasiswa dari berbagai elemen itu. Dengan pertolongan jurnalis dan mahasiswa, Anton dilarikan ke Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Kota Jambi.
Sampai siaran pers ini dibuat, Anton masih mendapat perawatan tim medis RSUD Jambi. Pihak Trans7 menyatakan berkomitmen untuk menanggung semua
biaya pengobatan dan mengirim perwakilan manajemen ke Jambi
Sementara di Ternate, seorang Fotografer Harian Mata Publik
Ternate bernama Roby Kelerey, tertembak di paha kiri saat sedang meliput demonstrasi yang dilakukan mahasiswa Ternate, Senin ini.
Informasi yang didapatkan AJI Indonesia menyebutkan, penembakan itu terjadi ketika demonstran yang berjalan menuju ke arah kota Ternate, dibubarkan polisi di kawasan Ngade, 1,5 Km dari Universitas Negeri Khairun.
Serangan itu menyebabkan lima mahasiswa terluka. Saat itulah, Roby bersama beberapa jurnalis ingin mengambil foto korban luka. Saat berjalan ke arah mahasiswa, tiba-tiba pinggul bawah Roby terasa sakit, dan membuatnya
terjatuh. Roby tertembak sebuah peluru karet.
Kini, Roby dievakuasi ke RSUD Ternate dengan pengawalan ketat dari polisi. Polisi melakukan pelarangan kepada siapa pun, untuk mendampingi Roby.
Koordinator Divisi Advokasi AJI Indonesia, Aryo Wisanggeni G
mengutuk keras peristiwa kekerasan yang menjadikan jurnalis sebagai targetnya.
Apalagi, bila benar aksi kekerasan pada jurnalis itu benar dilakukan oleh polisi.
“Jurnalis itu berada di lokasi karena aktivitas jurnalistiknya. Dan aktivitas itu dilindungi UU Pers. AJI Indonesia mengutuk keras kejadian itu,” kata Aryo lewat rilis yang dikirim ke BeritaManado.com.
Aryo mengingatkan, kasus kekerasan terhadap terhadap jurnalis selalu berulang karena Negara melalui aparat penegak hukum terus melakukan praktik impunitas yang membuat para pelaku tidak tersentuh hukum.
“Akibatnya, tidak ada efek jera. Semakin lama, orang menjadi semakin abai bahwa jurnalis
adalah profesi yang dilindungi,” kata jurnalis Harian Kompas ini.
AJI Indonesia, menurut Aryo, tidak menginginkan impunitas kembali
terulang untuk peristiwa di Jambi dan Ternate ini. AJI menuntut adanya penegakan keadilan dengan pengusutan tuntas peristiwa ini.
Atas berbagai peristiwa di atas, AJI Indonesia:
1. Meminta Kepala Kepolisian RI untuk mengendalikan aparat Polri di seluruh Indonesia agar menggunakan prosedur penanganan aksi demonstrasi secara profesional dan terukur, sesuai slogan Polri: mengayomi dan melindungi masyarakat.
1. Menuntut aparat kepolisian dan pengunjuk rasa untuk menghormati jurnalis yang bertugas di lapangan. Jurnalis adalah profesi yang secara konstitusi dilindungi hukum, yakni UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, sekaligus menjadi pelapor publik yang profesional dan independen.(aha)
Jakarta – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengecam keras kasus kekerasan jurnalis yang terjadi Senin (17/6), di sela-sela kegiatan jurnalistik meliput demonstrasi penolakan kenaikan BBM oleh mahasiswa dan masyarakat.
Informasi yang didapatkan AJI, aksi kekerasan kali ini terjadi di dua tempat, Jambi, Provinsi Jambi dan Ternate, Provinsi Maluku Utara. Dalam peristiwa di Jambi, jurnalis video dari Trans7, Antonius Nugroho Kusumawan, mengalami luka bagian pelipis kanan, akibat serpihan peluru gas airmata polisi
yang ditembakkan untuk membubarkan mahasiswa.
Tak ayal, Anton pun roboh di sela-sela demonstrasi damai 500
mahasiswa dari berbagai elemen itu. Dengan pertolongan jurnalis dan mahasiswa, Anton dilarikan ke Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Kota Jambi.
Sampai siaran pers ini dibuat, Anton masih mendapat perawatan tim medis RSUD Jambi. Pihak Trans7 menyatakan berkomitmen untuk menanggung semua
biaya pengobatan dan mengirim perwakilan manajemen ke Jambi
Sementara di Ternate, seorang Fotografer Harian Mata Publik
Ternate bernama Roby Kelerey, tertembak di paha kiri saat sedang meliput demonstrasi yang dilakukan mahasiswa Ternate, Senin ini.
Informasi yang didapatkan AJI Indonesia menyebutkan, penembakan itu terjadi ketika demonstran yang berjalan menuju ke arah kota Ternate, dibubarkan polisi di kawasan Ngade, 1,5 Km dari Universitas Negeri Khairun.
Serangan itu menyebabkan lima mahasiswa terluka. Saat itulah, Roby bersama beberapa jurnalis ingin mengambil foto korban luka. Saat berjalan ke arah mahasiswa, tiba-tiba pinggul bawah Roby terasa sakit, dan membuatnya
terjatuh. Roby tertembak sebuah peluru karet.
Kini, Roby dievakuasi ke RSUD Ternate dengan pengawalan ketat dari polisi. Polisi melakukan pelarangan kepada siapa pun, untuk mendampingi Roby.
Koordinator Divisi Advokasi AJI Indonesia, Aryo Wisanggeni G
mengutuk keras peristiwa kekerasan yang menjadikan jurnalis sebagai targetnya.
Apalagi, bila benar aksi kekerasan pada jurnalis itu benar dilakukan oleh polisi.
“Jurnalis itu berada di lokasi karena aktivitas jurnalistiknya. Dan aktivitas itu dilindungi UU Pers. AJI Indonesia mengutuk keras kejadian itu,” kata Aryo lewat rilis yang dikirim ke BeritaManado.com.
Aryo mengingatkan, kasus kekerasan terhadap terhadap jurnalis selalu berulang karena Negara melalui aparat penegak hukum terus melakukan praktik impunitas yang membuat para pelaku tidak tersentuh hukum.
“Akibatnya, tidak ada efek jera. Semakin lama, orang menjadi semakin abai bahwa jurnalis
adalah profesi yang dilindungi,” kata jurnalis Harian Kompas ini.
AJI Indonesia, menurut Aryo, tidak menginginkan impunitas kembali
terulang untuk peristiwa di Jambi dan Ternate ini. AJI menuntut adanya penegakan keadilan dengan pengusutan tuntas peristiwa ini.
Atas berbagai peristiwa di atas, AJI Indonesia:
1. Meminta Kepala Kepolisian RI untuk mengendalikan aparat Polri di seluruh Indonesia agar menggunakan prosedur penanganan aksi demonstrasi secara profesional dan terukur, sesuai slogan Polri: mengayomi dan melindungi masyarakat.
1. Menuntut aparat kepolisian dan pengunjuk rasa untuk menghormati jurnalis yang bertugas di lapangan. Jurnalis adalah profesi yang secara konstitusi dilindungi hukum, yakni UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, sekaligus menjadi pelapor publik yang profesional dan independen.(aha)