Sangihe, BeritaManado.com-Festival Tawoali, Bakalaeng, Pedine (Tabadine) kembali digelar.
Kegiatan yang dilaksanakan tiap tahun ini sejatinya sudah digelar kurang lebih 4 tahun sejak 2016 silam di Kampung Bakalaeng.
Festival ini dirintis oleh masyarakat setempat, yang notabenenya merupakan bentuk kepedulian mereka terhadap nilai-nilai leluhur yang mulai terancam punah bila tidak dilestarikan.
Festival Tabadine ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sangihe.
Pada saat penutupan Festival Tabadine Wakil Bupati (Wabup) Helmud Hontong SE hadir didampingi Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jeffry Tilaar, Kapolres Sangihe AKBP Sudung F Napitu SIK, Jumat (3/5/2019).
Kedatangan Helmud bersama rombongan disambut oleh masyarakat dengan parade tradisional Tabadine.
Menurut Helmud, masyarakat sangat antusias untuk menyukseskan pagelaran seni budaya meskipun saat ini pengaruh teknologi digital mulai mengancam kepunahan nilai-nilai leluhur yakni seni budaya di Sangihe.
“Ini tentunya merupakan kolaborasi dari berbagai bentuk seni dan budaya yang ada di Sangihe, Festival yang dibahas ini juga merupakan kegiatan yang positif. Karena, kita semakin terdorong untuk mencintai seni yang dimiliki oleh Sangihe,” ungkap Helmud.
Menurutnya, seni budaya adalah aset yang tidak ternilai harganya karena merupakan peninggalan turun-temurun dari nenek moyang.
Untuk itu tugas masyarakat adalah melestarikan, agar generasi selanjutnya tetap melakukanya meskipun pesatnya kemajuan teknologi saat ini.
“Festifal Tabadine ini telah kita jadikan event yang akan digelar setiap tahun, maka dengan itu kita upayakan agar festival terus mengalami peningkatan. Supaya seni budaya lokal merupakan salah satu objek wisata budaya bernilai ekonomis, yang bakal menarik minat pengunjung untuk datang ke Daerah Sangihe,” jelas Helmud.
Sementara itu penggagas Festival Tabadine Johanis Saul M Sn, yang juga Dosen di salah satu Perguruan Tinggi di Sulut mengatakan, dilaksanakan Festival Tabadine ini merupakan bentuk keprihatinanya terhadap nilai luhur.
Karena menurutnya bila dipandang dari nilai seni budaya semakin hari semakin terancam punah.
“Kami menggagas festival ini sebagai alat perjuangan secara bersama-sama, kita menggali dan mengembangkan kelestarian nilai budaya, mewujudkan nilai budaya, kami rasa kampung halaman kami akan menjaga setia nulai-nilai luhur budaya perlu mendapat perhatian sebagai akar kebudayaan bangsa yang harus dilestarikan secara turun-temurun,” kata Saul yang juha Dosen Seni Rupa di Unima ini.
(***/Christian Abdul)