Oleh: Ronny Adolof Buol *
KELOMPOK satu dari Manado mengalami kesulitan saat ingin mendapatkan data angka kematian bayi tahun 2015 per kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Data mengenai angka kematian bayi itu akan dikomparasi dengan jumlah bidan, untuk mendukung dugaan awal. Hipotesanya adalah semakin banyak jumlah bidan, maka akan mereduksi angka kematian bayi saat dilahirkan.
Hipotesis ini dibangun sebagai jawaban atas tantangan menggunakan teknik open data sewaktu Workshop Data Driven Journalism dilaksanakan di Ternate pada 3-5 Maret 2017. Workshop itu dilaksanakan oleh AJI Indonesia yang didukung oleh USAID. Dua hari sebelumnya, kelompok ini juga mengikuti Full Day Training on Data Journalism yang diselenggarakan oleh Satu Data Indonesia, JARING, PPMN di Manado.
Salah satu semangat yang didorong pada point kedua Nawacita Presiden Joko Widodo adalah soal keterbukaan data pemerintah. ‘Kami akan membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola Pemerintahan yang bersih, efektif, demokrasi dan terpercaya’, begitu rumusan point kedua Nawacita itu. Terusannya adalah, ‘membuka akses informasi publik, mendorong partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik’.
Keinginan pelibatan partisipasi masyarakat dalam Nawacita itu tentu harus dibarengi dengan ketersediaan informasi yang masif dan dapat diakses kapan saja dan darimana saja. Konsep open data ini sebenarnya telah mengemuka lebih dari satu dasarwarsa di beberapa negara. Indonesia bahkan menjamin keterbukaan informasi itu melalui Undang-Undang Nomor 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) pada tahun 2008. Dan pada 2011, Indonesia mengambil langkah penting dengan menjadi satu dari delapan negara yang memulai inisiatif Open Government Partnership yang mengajak pemerintah negara-negara untuk mengambil langkah nyata untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan pemberdayaan masyarakat.
Semangat itu terlihat dari dukungan Presiden Joko Widodo dengan mendukung inisiatif program Satu Data Indonesia melalui Kantor Staf Presiden. Langkah nyata dari program ini bisa dilihat dari ketersediaan open data di situs data.go.id. Hingga tulisan ini dibuat sudah ada 1.274 dataset yang bisa digunakan oleh siapa saja di situs itu. Portal resmi data terbuka Indonesia itu berisi data kementerian, lembaga pemerintahan, pemerintahan daerah dan semua instansi lain yang menghasilkan data yang berhubungan dengan Indonesia.
Walaupun ketersediaan data di portal itu masih sangat sedikit dibandingkan dengan kebutuhan data yang bisa diakses publik, namun semangat menyatukan data terbuka yang telah diinisasi oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan Pengendalian Pembangunan patut disambut baik. Semestinya semangat itu harus menjalar ke semua lembaga pemerintahan hingga ke daerah, dan mendorong lembaga pemerintahan daerah itu berkontribusi dengan mengupload data ke portal tersebut. Atau, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan menyajikan aplikasi Jakarta Smart City yang berbasis web dan Jakarta OpenData (data.jakarta.go.id) yang telah memuat 1008 dataset.
DATA TERBUKA
Hampir dua jam Kelompok I Manado menelusuri berbagai portal pemerintah maupun pencarian melalui search engine tidak membuahkan hasil. Bahkan portal Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara tidak menyajikan data yang diinginkan tersebut secara spesifik. Kolom pencarian di portal sulut.bps.go.id itu hanya menyajikan hasil definisi angka kematian bayi.
Karena terdesak alokasi waktu dalam pelatihan, akhirnya kelompok yang terdiri dari Yoseph Ikanubun (Harian Metro); Agust Hari (Viva News), Fernando Lumowa (Tribbun Manado) dan saya mengambil data tahun 2012. Data itu didapat dari Buku Saku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2012 yang bisa didownload versi pdf-nya. Buku digital yang cukup komprehensif menyajikan situasi kesehatan di Sulawesi Utara itu sayangnya telah tersaji dalam visualisasi final berupa grafik-grafik. Padahal yang diinginkan adalah data mentah dalam bentuk tabel untuk diolah dengan toolkit yang didapat dalam pelatihan.
Lewat upaya konversi dengan perangkat olah data, akhirnya Kelompok I Manado tersebut menarasikan hipotesanya dalam judul Bidan Ideal, Bayi Tetap Meninggal. Sajian narasi itu didapat dari fakta paparan data sebaran bidan di kabupaten/kota Sulawesi Utara selama 2012 dibandingkan dengan angka kematian bayi pada tahun yang sama. Sebaran bidan mengaju pada definisi ratio bidan yang dirumuskan oleh WHO, yakni 23 bidan per 10.000 penduduk. Sementara angka kematian bayi adalah banyaknya kematian bayi usia dibawah satu tahun per 1.000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
Nada ironi pada judul narasi dari Kelompok I Manado itu mencerminkan fakta bahwa dari target MDGs 23 kasus kematian per 1000 kelahiran, ada beberapa kabupaten/kota yang angkanya diatas target MDGs, padahal ratio bidannya diatas ratio nasional. Semestinya angka kelahiran bayinya dibawah target MDGs. Kelompok ini melihat ada suatu ironi dari komparasi data-data tersebut. Walaupun hasil dari tugas pada workshop itu belum terkonfirmasi pada instansi terkait, serta masih memerlukan verifikasi lanjutan dengan melihat indikator lainnya penyebab kematian bayi, namun hal ini setidaknya mencerminkan kegunaan open data.
Open data atau data terbuka adalah data yang dapat digunakan secara bebas, dimanfaatkan, dan didistribusikan kembali oleh siapapun tanpa syarat kecuali dengan persyaratan memberikan atribusi kepada si pemilik data (lembaga yang menerbitkannya). Secara teknis, open data adalah format data yang dapat digunakan kembali dan mudah dibaca mesin (komputer). Open data juga harus bebas biaya, tetapi rilisnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di portal Satu Data Indonesia, kontribusi data dari Sulawesi Utara belum ada sama sekali. Kolom pencarian dengan keyword ‘sulawesi utara’ hanya menghasilkan dua dataset, yakni Data Penutupan Lahan di Sulut yang bersumber dari dephut.go.id dan Data Prakiraan Cuaca Propinsi Sulawesi Utara yang bersumber dari bmkg.go.id. Pantaslah Kelompok I Manado benar-benar mengalami kesulitan dalam pencarian data dimaksud. Hal yang sama juga terlihat pada kelompok lain dalam workshop tersebut.
TAKUT TERBUKA
Dari tuturan pengalaman para jurnalis, memang akses data di sebuah intansi pemerintahan di Sulawesi Utara harus melewati jalan berliku. Tak jarang, data harus diperoleh dengan cara pendekatan personal dan tidak resmi. Kalaupun ada, data tidak tersedia dalam format yang siap diolah kembali. Contohnya, adalah rilis rutin Badan Pemeriksa Keuangan dan Bank Indonesia yang secara berkala mengundang wartawan dalam paparan kinerja mereka. Rilis data selalu dalam bentuk hard copy yang memaksa wartawan harus menulis kembali data-data tersebut dalam narasi. Padahal, jika data disajikan dalam bentuk digital yang reusable, media bisa mengolah dan mengkomparasinya dengan berbagai fakta lain.
Penyediaan data secara terbuka di lembaga dan instansi pemerintah semestinya harus terus didorong. Sebab apapun kegiatan pengumpulan data yang dibiaya dari uang rakyat semestinya publik dapat mengaksesnya secara terbuka. Tentu, data yang berkaitan dengan kerahasiaan negara harus diabaikan dalam hal ini sesuai yang diatur pada Undang-Undang Rahasia Negara.
Tapi kenyataannya, kesadaran akan pentingnya menyajikan data secara terbuka itu masih sangat minim di Sulawesi Utara, bahkan nyaris tidak ada upaya sama sekali, meski portal BPS terus menyajikan data-data secara berkala. Demikian pula dengan BMKG Sulut yang akhir-akhir ini rutin merilis data-data perkiraan cuaca, walau kadang peringatan dini cuaca ekstrem selalu dirilis saat hujan dan badai telah datang lebih dulu.
Beberapa alasan yang diberikan oleh lembaga dan instansi pemerintah saat diminta data tertentu, adalah soal kekhawatiran penyalahgunaan data oleh berbagai pihak. Pun, kekhawatiran itu mengemuka karena takut ditemukannya penyimpangan kebijakan pada data yang tersaji. Padahal langkah yang diambil oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan mempublish APBD mereka dan dapat diakses oleh siapa saja, telah mereduksi penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan anggaran daerah.
Kekhawatiran itu memang dapat dimaklumi, tetapi jika spektrum data dipahami dengan benar maka ada ruang untuk tidak menyajikan keseluruhan data secara terbuka. Contohnya, soal data kemiskinan by name by address, dalam spektrum data, ini merupakan data tertutup yang hanya bisa diakses secara internal. Sementara data penerima bantuan sosial berada pada spektrum terbatas lintas instansi dengan akses perjanjian, dan sebaran penduduk miskin per kecamatan bisa diakses dengan registrasi. Dan untuk data sebaran penduduk miskin per kota/kabupaten berada pada spektrum terbuka yang bisa diakses oleh siapa saja.
PERAN MEDIA
Ketersediaan data terbuka dan bisa diakses kapan saja, dapat mendorong praktik jurnalisme yang tidak hanya berkutat pada hard news, tetapi dapat mendalami berbagai isu secara mendalam, membuat berbagai analisa dan menyajikannya ke publik untuk mendapatkan gambaran komprehensif mengenai sebuah topik.
Presiden Joko Widodo pada 9 Februari 2017 mencermati fenomena media sosial yang akhir-akhir ini terasa sangat noise. “Media sosial tumbuh karena kecapatan, karena dinilai aktualitas. Sementara media arus utama, media mainstream menonjol karena akurasi, karena kedalaman materi-materinya,” kata Jokowi. Apa yang disampaikan oleh Presiden itu mengindikasikan keinginan Pemerintah agar media arus utama memberi porsi kepada liputan-liputan mendalam sebuah topik. Tujuannya adalah pencerahan bagi publik untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan akurat.
“Media tidak boleh runtuh dalam menjunjung tinggi etika jurnalistik yang menuntut faktualitas, objektivitas dan menuntut dispilin dalam melakukan verifikasi,” tegas Jokowi. Faktualisasi dan verifikasi yang dimaksud Presiden bisa dilakukan dalam bentuk ekspolarasi data. Semangat open data tidak hanya memberi kesempatan kepada jurnalis untuk mengeksplore lebih jauh fakta-fakta yang tersaji pada capaian pemerintah, tetapi juga memberi kesempatan yang sama kepada akademisi, masyarakat umum serta sektor swasta untuk mendapatkan gambaran kondisi yang diinginkan.
Kini apa yang telah diinisiasi Satu Data Indonesia perlu didukung untuk mewujudkan amanat dalam point kedua Nawacita Presiden Joko Widodo: mendorong partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik. Roadmap implementasi Satu Data Indonesia menargetkan tahun 2019 menjadi tahun pemantapan penggunaan Open Data di Indonesia secara merata di semua daerah. Target sepajang tahun 2017 hingga tahun depan adalah mendorong tumbuhnya kontribusi open data dan penggunaan open data. Semoga pemerintahan daerah di Sulawesi Utara dapat berpartisipasi dalam semangat ini, dan menjadi semakin terbuka dalam menyajikan data publik yang proses pengumpulannya dibiaya dari uang rakyat.
Hal yang paling penting juga, adalah mendorong lahirnya karya jurnalistik mendalam di Sulawesi Utara yang dihasilkan dari eksplorasi data berbagai lembaga publik dan menyajikannya sebagai bagian dari pencerahan publik. Semoga.
*Ronny Adolof Buol sehari-hari sebagai Jurnalis dengan memberikan kontribusi ke Kompas.com. Juga menulis untuk berbagai media dan fotografer lepas. Baru-baru ini mengikuti Workshop Data Driven Journalism di Manado dan Ternate.
Oleh: Ronny Adolof Buol *
KELOMPOK satu dari Manado mengalami kesulitan saat ingin mendapatkan data angka kematian bayi tahun 2015 per kabupaten/kota di Sulawesi Utara. Data mengenai angka kematian bayi itu akan dikomparasi dengan jumlah bidan, untuk mendukung dugaan awal. Hipotesanya adalah semakin banyak jumlah bidan, maka akan mereduksi angka kematian bayi saat dilahirkan.
Hipotesis ini dibangun sebagai jawaban atas tantangan menggunakan teknik open data sewaktu Workshop Data Driven Journalism dilaksanakan di Ternate pada 3-5 Maret 2017. Workshop itu dilaksanakan oleh AJI Indonesia yang didukung oleh USAID. Dua hari sebelumnya, kelompok ini juga mengikuti Full Day Training on Data Journalism yang diselenggarakan oleh Satu Data Indonesia, JARING, PPMN di Manado.
Salah satu semangat yang didorong pada point kedua Nawacita Presiden Joko Widodo adalah soal keterbukaan data pemerintah. ‘Kami akan membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola Pemerintahan yang bersih, efektif, demokrasi dan terpercaya’, begitu rumusan point kedua Nawacita itu. Terusannya adalah, ‘membuka akses informasi publik, mendorong partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik’.
Keinginan pelibatan partisipasi masyarakat dalam Nawacita itu tentu harus dibarengi dengan ketersediaan informasi yang masif dan dapat diakses kapan saja dan darimana saja. Konsep open data ini sebenarnya telah mengemuka lebih dari satu dasarwarsa di beberapa negara. Indonesia bahkan menjamin keterbukaan informasi itu melalui Undang-Undang Nomor 14 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) pada tahun 2008. Dan pada 2011, Indonesia mengambil langkah penting dengan menjadi satu dari delapan negara yang memulai inisiatif Open Government Partnership yang mengajak pemerintah negara-negara untuk mengambil langkah nyata untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan pemberdayaan masyarakat.
Semangat itu terlihat dari dukungan Presiden Joko Widodo dengan mendukung inisiatif program Satu Data Indonesia melalui Kantor Staf Presiden. Langkah nyata dari program ini bisa dilihat dari ketersediaan open data di situs data.go.id. Hingga tulisan ini dibuat sudah ada 1.274 dataset yang bisa digunakan oleh siapa saja di situs itu. Portal resmi data terbuka Indonesia itu berisi data kementerian, lembaga pemerintahan, pemerintahan daerah dan semua instansi lain yang menghasilkan data yang berhubungan dengan Indonesia.
Walaupun ketersediaan data di portal itu masih sangat sedikit dibandingkan dengan kebutuhan data yang bisa diakses publik, namun semangat menyatukan data terbuka yang telah diinisasi oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan Pengendalian Pembangunan patut disambut baik. Semestinya semangat itu harus menjalar ke semua lembaga pemerintahan hingga ke daerah, dan mendorong lembaga pemerintahan daerah itu berkontribusi dengan mengupload data ke portal tersebut. Atau, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan menyajikan aplikasi Jakarta Smart City yang berbasis web dan Jakarta OpenData (data.jakarta.go.id) yang telah memuat 1008 dataset.
DATA TERBUKA
Hampir dua jam Kelompok I Manado menelusuri berbagai portal pemerintah maupun pencarian melalui search engine tidak membuahkan hasil. Bahkan portal Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara tidak menyajikan data yang diinginkan tersebut secara spesifik. Kolom pencarian di portal sulut.bps.go.id itu hanya menyajikan hasil definisi angka kematian bayi.
Karena terdesak alokasi waktu dalam pelatihan, akhirnya kelompok yang terdiri dari Yoseph Ikanubun (Harian Metro); Agust Hari (Viva News), Fernando Lumowa (Tribbun Manado) dan saya mengambil data tahun 2012. Data itu didapat dari Buku Saku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2012 yang bisa didownload versi pdf-nya. Buku digital yang cukup komprehensif menyajikan situasi kesehatan di Sulawesi Utara itu sayangnya telah tersaji dalam visualisasi final berupa grafik-grafik. Padahal yang diinginkan adalah data mentah dalam bentuk tabel untuk diolah dengan toolkit yang didapat dalam pelatihan.
Lewat upaya konversi dengan perangkat olah data, akhirnya Kelompok I Manado tersebut menarasikan hipotesanya dalam judul Bidan Ideal, Bayi Tetap Meninggal. Sajian narasi itu didapat dari fakta paparan data sebaran bidan di kabupaten/kota Sulawesi Utara selama 2012 dibandingkan dengan angka kematian bayi pada tahun yang sama. Sebaran bidan mengaju pada definisi ratio bidan yang dirumuskan oleh WHO, yakni 23 bidan per 10.000 penduduk. Sementara angka kematian bayi adalah banyaknya kematian bayi usia dibawah satu tahun per 1.000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu.
Nada ironi pada judul narasi dari Kelompok I Manado itu mencerminkan fakta bahwa dari target MDGs 23 kasus kematian per 1000 kelahiran, ada beberapa kabupaten/kota yang angkanya diatas target MDGs, padahal ratio bidannya diatas ratio nasional. Semestinya angka kelahiran bayinya dibawah target MDGs. Kelompok ini melihat ada suatu ironi dari komparasi data-data tersebut. Walaupun hasil dari tugas pada workshop itu belum terkonfirmasi pada instansi terkait, serta masih memerlukan verifikasi lanjutan dengan melihat indikator lainnya penyebab kematian bayi, namun hal ini setidaknya mencerminkan kegunaan open data.
Open data atau data terbuka adalah data yang dapat digunakan secara bebas, dimanfaatkan, dan didistribusikan kembali oleh siapapun tanpa syarat kecuali dengan persyaratan memberikan atribusi kepada si pemilik data (lembaga yang menerbitkannya). Secara teknis, open data adalah format data yang dapat digunakan kembali dan mudah dibaca mesin (komputer). Open data juga harus bebas biaya, tetapi rilisnya harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di portal Satu Data Indonesia, kontribusi data dari Sulawesi Utara belum ada sama sekali. Kolom pencarian dengan keyword ‘sulawesi utara’ hanya menghasilkan dua dataset, yakni Data Penutupan Lahan di Sulut yang bersumber dari dephut.go.id dan Data Prakiraan Cuaca Propinsi Sulawesi Utara yang bersumber dari bmkg.go.id. Pantaslah Kelompok I Manado benar-benar mengalami kesulitan dalam pencarian data dimaksud. Hal yang sama juga terlihat pada kelompok lain dalam workshop tersebut.
TAKUT TERBUKA
Dari tuturan pengalaman para jurnalis, memang akses data di sebuah intansi pemerintahan di Sulawesi Utara harus melewati jalan berliku. Tak jarang, data harus diperoleh dengan cara pendekatan personal dan tidak resmi. Kalaupun ada, data tidak tersedia dalam format yang siap diolah kembali. Contohnya, adalah rilis rutin Badan Pemeriksa Keuangan dan Bank Indonesia yang secara berkala mengundang wartawan dalam paparan kinerja mereka. Rilis data selalu dalam bentuk hard copy yang memaksa wartawan harus menulis kembali data-data tersebut dalam narasi. Padahal, jika data disajikan dalam bentuk digital yang reusable, media bisa mengolah dan mengkomparasinya dengan berbagai fakta lain.
Penyediaan data secara terbuka di lembaga dan instansi pemerintah semestinya harus terus didorong. Sebab apapun kegiatan pengumpulan data yang dibiaya dari uang rakyat semestinya publik dapat mengaksesnya secara terbuka. Tentu, data yang berkaitan dengan kerahasiaan negara harus diabaikan dalam hal ini sesuai yang diatur pada Undang-Undang Rahasia Negara.
Tapi kenyataannya, kesadaran akan pentingnya menyajikan data secara terbuka itu masih sangat minim di Sulawesi Utara, bahkan nyaris tidak ada upaya sama sekali, meski portal BPS terus menyajikan data-data secara berkala. Demikian pula dengan BMKG Sulut yang akhir-akhir ini rutin merilis data-data perkiraan cuaca, walau kadang peringatan dini cuaca ekstrem selalu dirilis saat hujan dan badai telah datang lebih dulu.
Beberapa alasan yang diberikan oleh lembaga dan instansi pemerintah saat diminta data tertentu, adalah soal kekhawatiran penyalahgunaan data oleh berbagai pihak. Pun, kekhawatiran itu mengemuka karena takut ditemukannya penyimpangan kebijakan pada data yang tersaji. Padahal langkah yang diambil oleh Pemerintah DKI Jakarta dengan mempublish APBD mereka dan dapat diakses oleh siapa saja, telah mereduksi penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan anggaran daerah.
Kekhawatiran itu memang dapat dimaklumi, tetapi jika spektrum data dipahami dengan benar maka ada ruang untuk tidak menyajikan keseluruhan data secara terbuka. Contohnya, soal data kemiskinan by name by address, dalam spektrum data, ini merupakan data tertutup yang hanya bisa diakses secara internal. Sementara data penerima bantuan sosial berada pada spektrum terbatas lintas instansi dengan akses perjanjian, dan sebaran penduduk miskin per kecamatan bisa diakses dengan registrasi. Dan untuk data sebaran penduduk miskin per kota/kabupaten berada pada spektrum terbuka yang bisa diakses oleh siapa saja.
PERAN MEDIA
Ketersediaan data terbuka dan bisa diakses kapan saja, dapat mendorong praktik jurnalisme yang tidak hanya berkutat pada hard news, tetapi dapat mendalami berbagai isu secara mendalam, membuat berbagai analisa dan menyajikannya ke publik untuk mendapatkan gambaran komprehensif mengenai sebuah topik.
Presiden Joko Widodo pada 9 Februari 2017 mencermati fenomena media sosial yang akhir-akhir ini terasa sangat noise. “Media sosial tumbuh karena kecapatan, karena dinilai aktualitas. Sementara media arus utama, media mainstream menonjol karena akurasi, karena kedalaman materi-materinya,” kata Jokowi. Apa yang disampaikan oleh Presiden itu mengindikasikan keinginan Pemerintah agar media arus utama memberi porsi kepada liputan-liputan mendalam sebuah topik. Tujuannya adalah pencerahan bagi publik untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh dan akurat.
“Media tidak boleh runtuh dalam menjunjung tinggi etika jurnalistik yang menuntut faktualitas, objektivitas dan menuntut dispilin dalam melakukan verifikasi,” tegas Jokowi. Faktualisasi dan verifikasi yang dimaksud Presiden bisa dilakukan dalam bentuk ekspolarasi data. Semangat open data tidak hanya memberi kesempatan kepada jurnalis untuk mengeksplore lebih jauh fakta-fakta yang tersaji pada capaian pemerintah, tetapi juga memberi kesempatan yang sama kepada akademisi, masyarakat umum serta sektor swasta untuk mendapatkan gambaran kondisi yang diinginkan.
Kini apa yang telah diinisiasi Satu Data Indonesia perlu didukung untuk mewujudkan amanat dalam point kedua Nawacita Presiden Joko Widodo: mendorong partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik. Roadmap implementasi Satu Data Indonesia menargetkan tahun 2019 menjadi tahun pemantapan penggunaan Open Data di Indonesia secara merata di semua daerah. Target sepajang tahun 2017 hingga tahun depan adalah mendorong tumbuhnya kontribusi open data dan penggunaan open data. Semoga pemerintahan daerah di Sulawesi Utara dapat berpartisipasi dalam semangat ini, dan menjadi semakin terbuka dalam menyajikan data publik yang proses pengumpulannya dibiaya dari uang rakyat.
Hal yang paling penting juga, adalah mendorong lahirnya karya jurnalistik mendalam di Sulawesi Utara yang dihasilkan dari eksplorasi data berbagai lembaga publik dan menyajikannya sebagai bagian dari pencerahan publik. Semoga.
*Ronny Adolof Buol sehari-hari sebagai Jurnalis dengan memberikan kontribusi ke Kompas.com. Juga menulis untuk berbagai media dan fotografer lepas. Baru-baru ini mengikuti Workshop Data Driven Journalism di Manado dan Ternate.